COVID-19
Antara Aku, Isteri, dan Anakku
Oleh
Ibnu Damhur
Pekan
pertama Desember 2020, kami sedang bertiga di rumah. Aku, isteri, dan anakku.
Hari itu, Senin 7 Desember 2020, anakku (guru, 28 th) datang ke sekolahan.
Kesehatannya tampak kurang prima dan batuk-batuk. Oleh Kepala Sekolah, ia
disarankan rapid tes dengan biaya Sekolah. Kamis 10 Desember 2020, anakku saya
antar ke sebuah Laboratorium untuk menjalani rapid tes serologi. Hasilnya
"reaktif". Sempat menegangkan. Seluruh guru yang hari-hari itu
pernah berkomunikasi dengannya diminta untuk ikut rapid tes.
Saat itu
Isteri saya (56 th) mulai menderita sakit demam dan batuk-batuk pula. Karena
itu ia juga saya sarankan untuk ikut rapid tes. Sabtu, 12 Desember 2020, saya
mengantar anak dan isteri saya ke Laboratorium. Anak saya menjalani tes swab
PCR sebagai kelanjutan hasil rapid tes yang reaktif. Sementara isteri saya menjalani
rapid tes serologi. Adapun saya (59 th) masih belum ikut tes karena kesehatan
saya masih terasa fit. Alhamdulillah!
Hasilnya,
Senin pagi 14 Desember 2020 isteri saya dinyatakan "reaktif". Waduh,
khawatir juga, jangan-jangan positif covid. Hari itu juga langsung ke RSUD
kemudian disuruh foto toraks, periksa darah, dan konsul ke dokter paru. Selasa
paginya, isteri saya melanjutkan tes swab dan hasilnya menunggu tiga hari.
Selasa malam dapat info, hasil tes swab anak saya negatif. Alhamdulillah!
Bebas! Seluruh keluarga senang, bahagia!
Tiga hari
berikutnya, Jumat, 18 Desember 2020 hasil tes swab isteri saya keluar dan
dinyatakan positif covid!!! Kami sangat terkejut, ternyata kekhawatiran
kami tempo hari itu kini menjadi kenyataan. Akhirnya, kami serumah bertiga
isolasi mandiri. Masing-masing pakai masker dalam rumah. Jaga jarak. Jaga
kebersihan dengan suka cuci tangan. Istirahat cukup. Tidur dalam kamar
masing-masing.
Jumat
malamnya, tetangga mulai tahu. Padahal saya belum memberitahu siapa pun.
Ternyata ada di antara tetangga yang menjadi tim tracing gugus covid-19. Pagi harinya, satu persatu tetangga pun mengetahuinya.
Di luar dugaan, para tetangga sangat antusias memberi perhatian. Sebagian
mereka ada yang memberi bantuan makanan, madu, susu, jamu dan juga probiotik.
Luar biasa! Sama sekali tak terduga!
Selama
isolasi mandiri, terutama isteri saya yang positif covid, cukup tertekan batinnya,
sampai-sampai teringat ibunya yang sudah wafat. Ada hikmahnya, memang! Semenjak
itu isteri saya menunjukkan lebih bersungguh-sungguh, semakin intensif dalam
beribadah, termasuk salat malamnya lebih awal. Doa siang-malam pun tak
henti-hentinya dipanjatkan untuk mendapatkan kesembuhan dari Allah. Lalu meminta
kepada saya agar menterapinya dengan Alquran. Saat itu saya hanya tersenyum.
Sabtu
paginya, 19 Desember 2020, saya mengajak isteri saya untuk memperbanyak membaca
Alquran. Saya sendiri yang biasanya membaca 1 juz setiap hari dengan niat
sekedar membaca dan mengkhatamkannya sekali sebulan, maka hari itu berbeda. Saya membaca
Alquran dengan lebih perhatian dalam tajwidnya dan suaranya, lalu memohon
kepada Allah untuk mendapatkan kesembuhan melalui bacaan Alquran. Sesuai dengan
firman Allah (QS. Al-Isra, 82) bahwa Alquran bisa berfungsi sebagai syifa
(penyembuhan). Selain itu dalam teori “sound healing”, Fabien Maman
seorang peneliti Perancis (1974) mengemukakan bahwa suara manusia memiliki
resonansi spiritual khusus yang memberi penyembuhan paling efektif (Al-Kahil, Alquran
The Healing Book, 23).
Aktifitas
itu berlangsung intensif selama 3 hari, mulai Sabtu, Ahad, dan Senin pagi.
Selain itu saya mengingatkannya agar setiap pagi dan sore hari membaca “Bismillaahilladzii laa yadlurru ma’asmihii
syaiun fil ardli walaa fissamaa’ wahuwassamii’ul ‘aliim”, sebanyak tiga
kali, karena ada jaminan dari Rasul bahwa siapa yang mau membaca doa tersebut
tiga kali setiap pagi dan sore hari maka ia tidak akan terkena bahaya apapun
lagi (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dll). Isteri saya sangat bersemangat
melakukannya karena berharap kesembuhan dari Allah Swt.
Selain
usaha yang sifatnya spiritual tersebut, juga berusaha makan yang cukup dan
bergizi, meminum probiotik, madu, dan jamu yang berfungsi menambah imunitas.
Saya katakan kepada isteri saya, 3 hari lagi tes swab lagi, meskipun dari pihak
RSUD memintanya tes ulang 10 hari lagi. Saya juga akan tes rapit antigen, khawatir
jangan-jangan tertular covid mengingat seringnya komunikasi dalam satu rumah.
Hari itu,
Senin, 21 Desember 2020, saat subuh sebelum berangkat ke Laboratorium untuk tes
swab, isteri dan saya bersedekah melalui online dengan harapan Allah
memudahkan urusan kami dan segera membebaskan dari jeratan covid-19. Selama
sekitar 2 jam kami menunggu antrean dan pelaksanaan tes swab. Selesai tes, saya
diberitahu bahwa hasilnya nanti sore. Sementara isteri saya hasilnya masih 3
hari lagi.
Senin
sore itu datang berita dari Laboratorium bahwa tes rapid antigen untuk saya
menunjukkan negatif. Alhamdulillah,
wasysyukru lillah! Saya negatif dan anak saya negatif. Tinggal menunggu hasil
tes untuk isteri saya yang diperkirakan selesai Rabu-nya. Tak disangka, tak
diduga, Selasa malam, 22 Desember 2020 dapat info dari Laboratorium
bahwa hasil tes swab untuk isteri saya dinyatakan negatif.
Alhamdulillah, alhamdulillah, walhamdulillah!
Malam itu
juga semua bahagia, terutama isteri saya, langsung sujud syukur. Kata
anak saya, ini hadiah untuk ibu di hari ibu. Kebahagiaan isteri saya
tidak cukup di situ. Ia dengan senyum dan wajah cerah ceria mulai mendekati saya, lalu
mengatakan sambil membisikkan dekat telinga saya: “sekarang kita sudah bisa mengesun,
ya!”. Maklum, sudah beberapa hari harus menjaga jarak (social distancing).
Saya pun menyambutnya, ikut bahagia, kemudian mendekapnya. Alhamdulillah! Alhamdulillah!
Lahaula wala quwwata illa billah!
Alhamdulillah, nderek bersyukur ......
BalasHapusAlhamdulillah...
BalasHapusALHAMDULILLAH...
BalasHapusAlhamdulillah , nderek seneng , smg sehat seterusnya
BalasHapusالحمد لله رب العا لمين
BalasHapusAlhamdulillah Hirobbil Alamin.semoga dalam lindungan Allah SWT Aamiin Ya Robbal Alamin
BalasHapusامين يامجيب السائلين
Hapus