HUKUM MEMBAWA ANAK KE
MASJID
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb!
Ustadz
Zuhdi rahimakumullah! Mohon penjelasan mengenai hukum membawa anak ke masjid.
Boleh apa tidak? Bagaimana anak-anak pada masa Nabi ﷺ, apakah ada yang ikut ke masjid? Demikian pertanyaan kami, dan
terima kasih atas pencerahannya! (M. Hasan, Taman-Sidoarjo).
Wassalamu’alaikum wr. wb!
Jawaban:
Ada
dua pendapat mengenai hukum membawa anak ke masjid. Sebagian ulama membolehkan,
dan sebagian yang lain memakruhkan. Masing-masing pendapat memiliki dalil kuat
berdasarkan hadis-hadis shahih.
Ulama
yang membolehkan membawa anak ke masjid berargumentasi berdasarkan
sejumlah hadis shahih bahwa pada masa Rasulullah ﷺ, ditemukan beberapa peristiwa anak-anak berada di
dalam masjid. Di antaranya sebagai berikut:
1. Nabi ﷺ membawa
Umamah ke masjid dan menggendongnya saat shalat.
Abu Qatadah berkata:
رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ وَهِىَ ابْنَةُ زَيْنَبَ
بِنْتِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا
وَإِذَا رَفَعَ مِنَ السُّجُودِ أَعَادَهَا
“Aku melihat
Nabi ﷺ mengimami shalat, sementara Umamah putri Abu al-Ash dan putri Zainab
binti Nabi ﷺ berada di gendongan beliau.
Apabila ruku’, beliau meletakkan Umamah, dan apabila bangkit dari sujud, beliau
mengangkatnya kembali (HR. al-Bukhari no. 5996 dan Muslim no. 1241).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa Nabi ﷺ pernah membawa anak kecil ke dalam masjid, dan beliau menggendongnya ketika
shalat. Saat itu beliau menjadi imam shalat berjamaah bersama para sahabat pada shalat wajib
(Badruddin al-Aini, Umdat al-Qari Syarh al-Bukhari, XXXII/177). Ahmad
bin Hanbal pernah ditanya tentang seseorang membawa anak saat sedang shalat,
maka beliau membolehkan berdasarkan hadis dari Qatadah tersebut tentang
peristiwa Umamah yang pernah digendong Nabi ﷺ saat shalat berjamaah (Ibn
Abd al-Barr, al-Istidzkar, II/349).
2.
Nabi ﷺ pernah memperpendek bacaan shalatnya saat mendengar
tangisan anak kecil di masjid.
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم إِنِّي لَأَدْخُلُ الصَّلَاةَ أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ
الصَّبِيِّ فَأُخَفِّفُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ بِهِ (رواه مسلم)
Anas bin Malik ra. mengatakan, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh aku pernah memulai shalat yang ingin
kupanjangkan, lalu karena kudengar tangisan seorang anak kecil, maka
kuringankan (shalat tersebut), karena (aku sadar) kegusaran ibunya terhadapnya”
(HR. Muslim no. 1084).
Hadis
tersebut menjelaskan bahwa dalam situasi shalat berjamaah (di masjid) yang
diimami oleh Nabi ﷺ, tiba-tiba terdengar tangisan
seorang anak kecil yang berada di dekat ibunya. Saat itu Nabi ﷺ mengambil kebijakan untuk tidak memperpanjang shalatnya, tetapi
memperpendek shalatnya dengan membaca surat-surat pendek. Nabi ﷺ memahami perasaan ibunya yang tidak tenang. Menurut Imam
al-Syaukani, hadis tersebut menunjukkan (جواز إدخال الصبيان المساجد), bolehnya membawa anak ke dalam masjid (al-Syaukani, Nayl
al-Authar, III/167).
3.
Kaum
wanita dan anak-anak menunggu di masjid
Aisyah ra. mengatakan: “Pada suatu malam, Rasulullah ﷺ pernah mengakhirkan shalat isya’, hal itu terjadi ketika Islam
belum tersebar luas. Beliau tidak juga keluar hingga Umar berkata: “Para wanita
dan anak-anak (yang menunggu di masjid) sudah tertidur“. Akhirnya beliau
keluar dan mengatakan kepada mereka yang berada di masjid: “Tidak ada seorang
pun dari penduduk bumi yang menunggu shalat ini selain kalian” (HR. al-Bukhari
no. 566 dan Muslim no. 1475).
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani dan al-Qasthalani, yang
dimaksud dengan para wanita dan anak-anak yang sudah tidur (نام
النساء والصبيان)
adalah mereka yang sedang berada di dalam masjid (al-‘Asqalani, Fath al-Bari,
II/345; al-Qasthalani, Irsyad al-Sari, II/151). Al-Nawawi juga
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “para wanita dan anak-anak yang sudah
tidur” adalah di antara orang-orang yang sedang menunggu di dalam masjid
(al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘Ala Muslim, V/137).
4.
Nabi ﷺ menggendong cucunya
(Hasan-Husein) saat khutbah dan shalat.
Buraidah mengatakan: “Suatu saat Nabi ﷺ berkhutbah, lalu
datanglah Hasan dan Husain ra. yang memakai baju merah, keduanya berjalan
tertatih-tatih dengan baju tersebut, maka beliau pun turun (dari mimbarnya) dan
memotong khutbahnya, lalu beliau menggendong keduanya dan kembali ke
mimbar, lalu mengatakan: “Maha benar Allah dalam firman-Nya:
(إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ
فِتْنَةٌ) رَأَيْتُ هَذَيْنِ يَعْثُرَانِ فِي قَمِيصَيْهِمَا فَلَمْ أَصْبِرْ
حَتَّى قَطَعْتُ كَلَامِي فَحَمَلْتُهُمَا
‘Sungguh harta-harta dan anak-anak kalian itu adalah fitnah (cobaan)’,
aku melihat kedua anak ini tertatih-tatih dengan bajunya, maka aku tidak sabar,
hingga aku memotong khutbahku, lalu aku menggendong keduanya (HR. al-Nasai no.
1413). Syaikh al-Albani mensahihkan hadis ini
(al-Albani, Shahih Wa Dhaif Sunan al-Nasai, IV/57).
Dalam hadis-hadis tersebut
(hadis-hadis mengenai Nabi ﷺ bersama anak kecil ketika
shalat) menunjukkan bolehnya memasukkan anak ke masjid-masjid. Walaupun mereka
masih kecil dan masih tertatih saat berjalan, bahkan kemungkinan mereka akan
menangis keras. Karena Nabi ﷺ menyetujui hal itu, dan tidak
mengingkarinya, bahkan beliau mensyariatkan para imam agar meringankan
bacaannya ketika ada tangisan bayi, karena dikhawatirkan akan memberatkan
ibunya” (al-Albani, al-Tsamar al-Mustathab, I/761).
Di antara
hikmah membawa anak ke dalam masjid adalah untuk membiasakan mereka dalam
ketaatan dan menghadiri shalat berjamaah mulai sejak kecil, karena sesungguhnya
pemandangan-pemandangan yang mereka lihat dan dengar saat berada di masjid
seperti dzikir, bacaan al-Qur’an, takbir, tahmid, dan tasbih, itu semua
memiliki pengaruh yang kuat dalam jiwa mereka, tanpa mereka sadari. Pengaruh
tersebut tidak akan atau sangat sulit hilang saat mereka dewasa dan memasuki
perjuangan hidup dan gemerlapnya dunia (al-Albani, al-Tsamar al-Mustathab,
1/761).
Sebagian
ulama memakruhkan atau tidak menganjurkan membawa anak-anak ke masjid,
terutama anak-anak yang belum mumaiyiz (membedakan yang baik dan buruk).
Menurut ulama yang memakruhkan ini, kehadiran
bayi atau anak kecil di masjid bisa menimbulkan dampak negatif (mafsadat) yang lebih besar daripada positifnya (maslahat). Tangisan bayi atau teriakan anak kecil itu
mengganggu bacaan imam. Ia juga mengusik ketenangan makmum dalam menyimak
bacaan imam. Selain itu, anak kecil seringkali berjalan-jalan dan berlarian di
hadapan makmum atau imam. Hal itu jelas mengganggu kekhusyukan imam dan makmum.
Dalam hal ini Ibnu Katsir meriwayatkan: “Dahulu Umar bin
al-Khattab ra. bila melihat anak-anak bermain-main di masjid, memukuli
mereka dengan cambukan (ringan), dan setelah Isya’ beliau memeriksa masjid hingga tidak menyisakan satu
orang pun (Ibn Katsir, Tafsir
al-Qur’an al-Adzim, III/357).
Syekh
al-Utsaimin berpendapat bahwa tidak boleh membawa anak-anak ke masjid apabila
kehadiran mereka mengganggu jamaah lain yang shalat. Berdasarkan hadis dari Abu
Said Al-Khudri ra., ia berkata: “Rasulullah ﷺ melakukan i’tikaf di dalam masjid. Dari dalam kemahnya,
Rasulullah ﷺ mendengar para sahabat membaca Al-Quran dengan suara yang
keras. Maka beliau menyingkap tabir kemahnya, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya masing-masing di antara kalian sedang bermunajat dengan
Rabbnya, maka janganlah sebagian kalian menganggu sebagian lainnya, dan
janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaannya atas sebagian lainnya, atau
Nabi ﷺ bersabda:
pada waktu shalat!” (HR. Abu Daud No.1334, al-Nasai 8092, dan Ahmad no.11915).
Apabila bacaan al-Qur’an yang keras bisa dianggap
mengganggu kekhusyuan, maka anak-anak yang ramai lebih patut untuk dilarang.
Namun apabila mereka tidak mengganggu, membawa mereka ke masjid adalah sesuatu
yang baik. Karena membiasakan mereka untuk shalat berjamaah bisa menjadikan
terikat hatinya dengan shalat berjamaah(al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, XII/397).
Imam
Malik ra pernah ditanya tentang membawa anak ke masjid, maka beliau menjawab: “Apabila anak-anak itu tidak bermain walaupun usianya masih kecil, dan
dia akan berhenti apabila dilarang bermain, maka aku berpendapat hal ini tidak
mengapa. Akan tetapi, apabila dia masih bermain-main karena usianya masih kecil
(padahal sudah diingatkan), maka aku berpendapat tidak perlu membawanya ke
masjid” (Imam Malik, Al-Mudawwanah al-Kubra, I/252).
Dari keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa mengajak anak
kecil ke masjid pada dasarnya boleh-boleh saja, tetapi orang tua atau walinya
harus menjaganya termasuk menyiapkan pampersnya, dan selalu membimbingnya. Bila
suatu saat terjadi kekacauan, misalnya anak menangis yang tak bisa
dikendalikan, atau bermain-main, maka lebih baik dibawa pulang agar tidak
mengganggu jamaah lainnya. Dalam hal ini berlaku kaidah “taqdim al-mashlahah
al’ammah ‘ala al-mashlahah al-khashshah” (al-Syathibi, al-Muwafaqat,
VII/325), kepentingan umum harus diprioritaskan daripada kepentingan yang
bersifat khusus. Waallahu A’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar