IBADAH KURBAN
CINTA ALLAH DAN PEDULI SESAMA
Oleh:
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
اَلسَّـلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ
أَحْيَا قُلُوْبَ الْمُؤمِنِيْنَ بِوُسْـعِ رَحْمَتِهِ وَالَّذِىْ وَهَـبَ لَهُـمْ
بَرَكةً فِىْ يَوْمِهِـمْ هَـذَا اَشْهَدُاَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَـرِيْكَ لَهُ وَاَشْـهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا اَرْسَـلَهُ بِالرَّأْفَةِ
وَالرَّحْمَةِ اَللَّهُـمَّ صَـلِّ وَسَـلِّمْ
عَـلىَ مُحَمَّدٍ وَعَـلَى اَلِهِ وَاَصْـحَابِه
اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْد فَيَا اَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن قَالَ تَعاَلى: إِنَّا اَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَـلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَـا
نِئَكَ هُـوَ اْلأَبْتَرُ. اَلله اَكْبَرُ
اَلله اَكْبَرُ لا
اِلَهَ اِلاَّالله وَالله اَكْبَرُ اَلله اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Saat ini kita merayakan “Idul Adha” atau yang disebut dengan Idul Kurban. Karena setelah shalat Idul Adha, kita disyariatkan menyembelih hewan kurban, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Idul Adha tahun ini terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena saat ini kita masih dalam suasana pandemic covid-19, yang mengharuskan kita tetap menjaga protokol kesehatan dengan suka memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Hal ini dimaksudkan ikut serta memutus mata rantai penyebaran covid19 yang masih membahayakan hingga kini. Kita berharap semoga covid-19 segera sirna dari muka bumi ini.
Ibadah kurban adalah ibadah yang sangat tinggi nilainya. Setidaknya ada tiga hikmah yang bisa kita petik dari ibadah kurban ini:
Kurban
adalah pendekatan diri kepada Allah secara sempurna. Hewan yang akan dikurbankan, tidak boleh ada yang
cacat. Artinya hewan yang disembelih harus yang sebaik-baiknya. Dari segi
substansi, seorang yang berkurban tidak boleh setengah-setengah, harus total. Hal
ini sesuai dengan sikap Nabi Ibrahim as. tatkala diperintahkan oleh Allah untuk
menyembelih sang putera bernama Ismail. Saat itu beliau secara total dan tanpa
ragu, siap melaksanakannya. Di sini Nabi Ibrahim sanggup mengutamakan perintah
Allah dibanding dengan yang lainnya, di sini Nabi Ibrahim menunjukkan cintanya
kepada Allah di atas cintanya kepada yang lain, termasuk kepada putra
kesayangannya. Dari sini
kita dapat mengambil pelajaran bahwa dalam mencintai Allah itu tidak boleh
setengah-setengah, dan harus dibuktikan dengan kepatuhan secara total dalam
menghadapi segala perintah maupun larangan. Di sini, kita diuji,
dapatkah kita mengutamakan Allah di atas kepentingan yang lain? Allah berfirman:
لَنْ
تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ
شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan(surga), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha mengetahui. (QS. Ali Imran, 92)
Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil
Hamd!
Hikmah Kedua, Menumbuhkan semangat berbagi, peduli kepada sesama, terutama terhadap kaum dhu’afa;
Setelah hewan kurban disembelih,
maka daging-dagingnya kemudian dibagikan kepada kerabat, tetangga, terutama
kepada kaum dhu’afa. Aktivitas ini
mengajarkan kita bahwa hidup ini harus gemar berbagi, dan suka menolong kepada
sesama. Kepedulian kepada sesama, terutama kepada kaum dhu’afa yang sangat
membutuhkan, bisa bernilai lebih tinggi daripada ibadah haji (sunnah).
Ibn
Katsir mengisahkan, suatu saat, Ibnul Mubarak (w.181 H) pergi haji bersama
rombongan. Sesampainya di satu daerah, seekor burung yang mereka bawa, mati.
Abdullah bin Mubarak pun menyuruh untuk membuangnya di tempat sampah. Tidak
lama kemudian, ada seorang anak perempuan mengambil bangkai burung itu,
kemudian lari masuk rumah.
Ibnul
Mubarak penasaran, lalu mendatanginya dan bertanya: “Wahai ananda, kenapa
engkau mengambil bangkai burung itu, dan mau kamu apakan?” Saat itu, anak perempuan
pun menjawab: “Wahai paman, kami ini, saya dan saudara saya, sudah
beberapa hari ini, tidak punya apa-apa, tidak bisa makan apa-apa. Hanya
mengandalkan orang-orang membuang di tempat sampah itu. Apa pun yang ada di
situ, kami ambil yang bisa kami makan. Karena itu, maka bangkai burung ini bagi
kami halal, karena tidak ada yang kami makan lagi. Wahai paman, sebenarnya,
kami ini orang yang berkecukupan, tetapi beberapa hari lalu datang perampok
mendatangi rumah kami. Seluruh harta dikuras habis, dan orang tua kami dibunuh.
Saat ini kami dalam keadaan papa dan yatim piatu”. Mendengar keterangan ini,
Ibnul Mubarak lalu mengatakan kepada teman-temannya: “Sekarang, silakan bekal
ibadah haji yang kita punya ini, kita kumpulkan dan kita serahkan kepada anak
ini, kecuali sedikit saja yang bisa kita gunakan untuk dibawa pulang”. Lalu
Ibnul Mubarak mengatakan: “Apa yang kita lakukan saat ini, menyedekahkan bekal
haji kepada anak perempuan dan saudaranya ini, lebih baik daripada ibadah haji
tahun ini yang akan kita lakukan”. (Ibn Katsir, al-Bidayah Wa al-Nihayah, Vol. X, 178).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Untuk
meringankan beban anak itu dan keluarganya, Ibnul Mubarak rela membatalkan
hajinya, dan uang buat ongkos perjalanan hajinya dia berikan kepada anak itu. Inilah yang namanya prioritas!
Nah, ini yang harus diambil pelajaran atau
hikmah dari ibadah kurban. Kita tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan
diri sendiri, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain. Nabi Saw
bersabda:
لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
“Seseorang di antara kamu
belum pantas disebut mukmin, hingga ia sanggup
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR. al-Bukhari
No. 13; dan Muslim No. 179).
Hikmah Ketiga, Tidak boleh melecehkan manusia;
Dari
peristiwa Nabi Ibrahim yang begitu total dalam mematuhi perintah untuk
menyembelih Ismail, dan akhirnya Allah menggantikan Ismail dengan seekor hewan
qibas untuk disembelihnya, hal ini mengandung pelajaran, yakni jangan pernah
menganggap sesuatu itu ‘mahal’ kalau untuk tujuan mempertahankan nilai
kebenaran Ilahi. Selain itu, di sisi lain jangan sekali-kali melecehkan
manusia, jangan sekali-kali mengambil hak-hak manusia, karena manusia itu
makhluk agung yang sangat dikasihi Allah. Karena kasihnya Allah kepada manusia,
maka digantilah Ismail, yang tadinya akan dikurbankan, lalu diganti dengan
seekor hewan. Hal ini menunjukkan betapa mulianya manusia. Ia tidak boleh
dihina dan tidak boleh dilecehkan.
Dalam
hadis riwayat Abu Dawud dikisahkan, suatu ketika Abu Jurayy (Jabir bin Sulaim) datang kepada
Rasulullah saw. minta dinasihati. Saat itu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun memberi wasiat:
« لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا ».
“Jangan sekali-kali engkau menghina seseorang(siapa) pun.”
قَالَ
فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ بَعِيرًا وَلاَ شَاةً
Abu Jurayy Jabir bin Sulaim berkata: “Sejak itu, aku pun tidak
pernah menghina seorang pun, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak,
seekor unta, maupun seekor domba.” (HR. Abu Dawud No. 4086). Hadis ini dishahihkan oleh Al
Albani(Shahih al-Targhib Wa al-Tarhib,
Vol. III/37).
وَالسَّـلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar