MENGALIHAKN
KURBAN UNTUK BENCANA ALAM
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi
Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
wr.wb!
Ustadz Zuhdi
yang dirahmati Allah!
Beberapa tahun lalu, suasana Idul Adha
bersamaan dengan situasi terjadinya musibah bencana alam, seperti gempa dan
sunami. Saat itu beberapa tokoh Islam menganjurkan agar anggaran yang
direncanakan untuk berkurban dialihkan ke santunan untuk korban bencana alam. Pertanyaan
saya, bolehkah mengalihkan dana ibadah kurban untuk santunan korban bencana
alam? Mohon penjelasannya dilengkapi dengan dalil dari al-Quran dan al-Sunnah.
Atas penjelasannya kami sampaikan banyak terima kasih. Jazakumullah khairan
katsiran! (Syafii, Candi Sidoarjo).
Wassalamu’alaikum
wr.wb!
Jawab:
Perlu
difahami dengan baik bahwa pengamalan Islam secara kaffah,
tidak cukup hanya sekedar menjalankan ibadah ritual seperti salat, puasa,
kurban atau ibadah lainnya, tetapi juga mencakup pelaksanaan komitmen sosial
dalam wujud perkhidmatan kepada sesama, kepedulian terhadap penderitaan orang
lain serta keterlibatan dalam upaya mengatasi problem sosial dan kemanusiaan.
Islam memerintahkan keterlibatan total dalam kehidupan dunia sebagai panggung
tempat beramal guna menunjukkan otentisitas keberagamaan. Keengganan dalam
usaha mewujudkan komitmen sosial tersebut sama artinya dengan mendustakan agama
itu sendiri. Hal ini sangat jelas ditegaskan dalam surat al-Maun ayat 1-7:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ
الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلاَ يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3)
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ (5)
الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7
Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan
enggan (menolong dengan) barang berguna [QS.
al-Maun (107): 1-7].
Pada bagian lain dari al-Quran, surat
al-Balad (surat no. 90), perwujudan komitmen sosial ini ditegaskan pula,
فَلاَ اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا
الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
(14) يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ (15) أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ (16) ثُمَّ
كَانَ مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا
بِالْمَرْحَمَةِ (17) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (18
Artinya: Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu)
ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang
mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan
kerabat, atau orang
miskin yang sangat fakir. Dan dia
termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling
berpesan untuk berkasih sayang. Mereka
(orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan [QS.
al-Balad (90): 11-18].
Dalam hadis Nabi saw
diriwayatkan,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ
يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِى عَوْنِ
الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ(رواه مسلم)
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan) bahwa
ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: barangsiapa membebaskan seorang mukmin
dari suatu kesengsaraan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu
kesengsaraan hari kiamat, dan barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang
yang sedang mengalami kesukaran, maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di
dunia dan di akhirat, dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka
Allah akan menutupi(aibnya) di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama hamba itu menolong sesamanya … … … (HR. Muslim No. 7028).
Berdasarkan ayat-ayat dan hadis di atas, tidak
diragukan lagi bahwa melaksanakan komitmen sosial berupa membantu sesama
terutama orang yang sedang mengalami kesulitan karena tertimpa musibah adalah
suatu kewajiban kolektif (fardu kifayah) umat yang tidak tertimpa
musibah. Bukan kebetulan bahwa beberapa peristiwa yang lalu, terjadi gempa dan
sunami di berbagai daerah seperti di NTB dan Sulawesi Tengah, serta lain-lain
tempat yang mengalami musibah serupa, akumulasi dari keseluruhan peristiwa alam
ini menimbulkan musibah dan bencana besar bagi bangsa Indonesia, di mana banyak
jatuh kurban dan menyebabkan sejumlah orang kehilangan sanak keluarga, tempat
tinggal, dan mata pencaharian karena hancur akibat bencana. Dari sudut pandang
agama, usaha untuk membangun kembali harapan hidup mereka yang kehidupannya
telah hancur akibat bencana adalah wajib hukumnya sesuai dengan tujuan
syariah hifz an-nafs (حفظ
النفس)dan sesuai pula dengan semangat firman
Allah:
مَنْ قَتَلَ
نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ
جَمِيعًا وَّمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا (المائدة: 32)
Artinya: “…
Barangsiapa yang membunuh satu jiwa, bukan karena orang itu (membunuh) orang
lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia
telah membunuh manusia seluruh manusia. Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya …” [QS. al-Maidah (5): 32].
عَنْ جُنْدَبِ بْنِ سُفْيَانَ قَالَ شَهِدْتُ الأَضْحَى مَعَ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى صَلاَتَهُ
بِالنَّاسِ نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ فَقَالَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ
الصَّلاَةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ
عَلَى اسْمِ اللهِ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Jundab
Ibn Sufyan (diwartakan bahwa) ia berkata: Saya salat Idul adha bersama
Rasulullah saw. Ketika beliau telah selesai mengerjakan salat bersama
masyarakat, ia melihat seekor kambing yang sudah disembelih, maka beliau
bersabda: barangsiapa menyembelih kambing sebelum salat, maka hendaklah ia
menyembelih kambing lain sebagai gantinya, dan barang siapa tidak
menyembelihnya sebelum salat, maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut
nama Allah (HR Muslim No. 5500).
Menghadapi dua macam keadaan, yaitu kondisi
menghadapi bencana alam yang mengakibatkan banyaknya kurban yang menuntut
kewajiban kolektif untuk memberikan bantuan pada satu sisi, dan momen Idul Adha
di mana disunatkan melakukan ibadah kurban berupa menyembelih hewan pada sisi
lain, maka dengan memperhatikan kembali Fatwa Pengalihan Dana Kurban sehubungan
dengan peristiwa gempa bumi dan tsunami Aceh yang dikeluarkan tanggal 25
Zulkaidah 1425 H bertepatan dengan 1 Januari 2005 M, maka Majelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT-PPM, tarjih.or.id/kurban) memberikan
fatwa, di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Mereka
yang memiliki kemampuan, dapat memberikan bantuan kepada masyarakat kurban
musibah (gempa, sunami, banjir, dan lain-lain) secara memadai, sekaligus dapat
melaksanakan kurban secara bersamaan;
Kedua, Mereka
yang karena keterbatasan kemampuan sehingga harus memilih salah satu di antara
dua macam amal tersebut, hendaknya mendahulukan memberi bantuan dalam rangka
menyelamatkan kehidupan mereka yang tertimpa musibah daripada melaksanakan
ibadah kurban sesuai dengan kaidah al-ahamm fa al-muhimm
(الأهم فالمهم), yang lebih penting didahulukan atas yang penting (Wahbah
al-Zuhayli, Maqashid al-Syariah al-Islamiyah, I/22).
Ketiga, Jika dana
telah diserahkan kepada Panitia Kurban dan belum dibelikan hewan kurban,
hendaknya Panitia meminta kerelaan calon orang yang berkurban (shahibul-kurban) untuk mengalihkan dananya
kepada bantuan penyelamatan mereka yang tertimpa musibah. Namun jika
calon shahibul
kurban tidak
merelakan, dana itu tetap sebagai dana ibadah kurban (tarjih.or.id/kurban).
Wallahu A'lam Bi al-Shawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar