MEMOTONG KUKU BAGI ORANG YANG BERKURBAN
Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Setidaknya
ada empat hadis yang menerangkan tentang larangan memotong rambut dan kuku saat
berniat hendak berkurban, yaitu setelah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah hingga
shalat Id. Berikut ini hadis-hadisnya:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ: إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُ كُمْ أَ نْ يُضَحِّىَ فَلاَ
يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا (رواه مسلم(
“Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Saw. berkata: “Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah) dan salah seorang di antara kalian hendak berkurban, hendaklah ia tidak menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun” (HR Muslim No. 5232).
عن
أُمِّ سَلَمَةَ تَرْفَعُهُ قَالَ: إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ
يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلاَ يَقْلِمَنَّ
ظُفُرًا (رواه مسلم(
“Dari Ummu Salamah yang (sanadnya) ia
sambungkan (ke Rasulullah). Beliau bersabda: “Apabila 10 (Dzulhijjah) telah
masuk dan seseorang memiliki hewan kurban yang akan ia sembelih, maka hendaklah
ia tidak mengambil rambut dan tidak memotong kuku” (HR Muslim No. 5233).
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا
رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ
فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Dari
Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian melihat hilal
bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka
hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim No. 5234).
سَمِعْت
أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ
فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ
مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ )رواه مسلم(
“Aku mendengar Ummu Salamah, istri nabi Saw. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang memiliki sembelihan yang akan dia sembelih, maka apabila hilal Dzulhijjah telah muncul, hendaklah ia tidak mengambil dari rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun sampai ia berkurban” (HR. Muslim No. 5236).
Dari empat jenis
matan (redaksi hadis) yang menyebutkan larangan memotong,
keempatnya dari jalur istri nabi Ummu Salamah dan keempatnya memiliki
perbedaan redaksional satu sama lain. Ada yang menggunakan redaksi “rambut dan
kuku”, ada yang “rambut dan kulit”. Selain itu ada yang menggunakan kalimat
“hendaklah tidak menyentuh”, ada yang “hendaklah tidak mengambil”, dan ada yang
“hendaklah menahannya”, serta ada yang “janganlah memotong”.
Keempat hadis di
atas adalah hadis-hadis yang tidak diragukan lagi kesahihannya, karena
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan imam-imam lainnya. Namun, karena memiliki
perbedaan redaksional, maka terdapat kemungkinan terjadinya periwayatan bi
al-makna (melibatkan interpretasi personal dari perawi).
Tidak ada yang
eksplisit dari keempat hadis tersebut mengenai rambut atau kuku siapa yang
dilarang untuk dipotong, apakah rambut-kuku milik orang yang berkurban atau
milik hewan kurbannya. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Mayoritas ulama (termasuk
empat Imam Madzhab) berpendapat bahwa yang dipotong adalah milik shahibul
kurban (orang yang berkurban). Sungguhpun mereka sepakat bahwa rambut
dan kuku yang “dilarang dipotong” adalah milik shahibul kurban, namun mereka (ulama)
berbeda pendapat dalam
menentukan hukumnya. Sebagian ulama mengharamkannya (al. Imam Ahmad, Ishaq
dan Dawud). Ulama yang
mengharamkan ini berdasarkan pada hadis-hadis dari
Umu Salamah tersebut di atas. Sebagian ulama yang lain memakruhkannya, al.
Imam Syafi’i dan Imam Maliki(al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, VI/472;
al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, V/98). Ulama ini berdasarkan dalil
berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ كُنْتُ أَفْتِلُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ يُقَلِّدُهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَا يَدَعُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا أَحَلَّهُ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ لَهُ حَتَّى يَنْحَرَ الْهَدْيَ
Dari
Aisyah, ia berkata: saya
pernah menganyam kalung hewan kurban Rasulullah Saw dengan kedua tanganku,
kemudian Rasulullah Saw
mengalunginya dengan
tangannya dan mengirimnya bersama dengan ayahku, lalu
Rasulullah Saw tidak
meninggalkan sesuatupun yang telah Allah ‘azza wajalla halalkan hingga beliau
menyembelih hewan kurban (HR. al-Nasa’I No. 2793).
Al-Albani
menilai bahwa hadis
ini sahih
(al-Albani, Shahih Wa Dha’if Sunan al-Nasai, VI/635).
Hadits
ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak meninggalkan
kebiasaannya seperti memotong kuku dan rambut. Tetapi bukan berarti kemudian
memotong rambut tidak apa-apa, adanya anjuran pada hadis Ummu Salamah (hadis-hadis
sebelumnya) berarti
bahwa meninggalkan pemotongan rambut dan kuku itu adalah sunnah, dan
memotongnya adalah makruh.
Hikmah menahan
rambut dan kuku milik shahibul kurban adalah membiarkan bagian tubuh manusia
utuh sebelum hari penyembelihan, sehingga bagian tubuh manusia akan dibebaskan
secara utuh pula dari api neraka kelak di hari akhir (al-Nawawi,
Syarah Shahih Muslim, VI/472).
Sebagian ulama
yang lain lagi ada yang membolehkannya (al. Imam Hanafi). Ulama ini beralasan,
kalau orang yang akan berkurban dibolehkan memakai baju dan boleh berhubungan
suami isteri, tentu mencukur rambut dan memotong kuku juga boleh (al-Thahawi,
Ma’ani al-Atsar, VIII/353-354).
Lain lagi
pendapatnya di kalangan
ulama kontemporer yang memaknai larangan
untuk memotong rambut dan kuku adalah kuku dan kulit hewan kurban, bukan
sahibul kurban (orang yang berkurban). Pemahaman ini berdasarkan hadis dari
Aisyah bahwa beliau menganyamkan kalung untuk kurban Rasulullah Saw. dan
setelah itu tidak menjauhi apa yang dihalalkan oleh Allah selama 10 hari awal
bulan Dzulhijjah (HR.
al-Nasa’i No. 2793).
Kalangan sebagian
ulama kontemporer ini berpendapat bahwa larangan memotong rambut dan kuku hewan
kurban adalah dalam rangka memulyakan hewan yang akan dijadikan kurban, dan
secara psikolosis untuk menghindarkan stress yang bisa menimpa hewan kurban. Di
sisi lain Islam menganjurkan menjaga kebersihan. Jika kuku dan rambut manusia
sudah saatnya dibersihkan, maka tidak harus ditunda sampai 10 hari.
Bagi yang memaknai larangan memotong kuku dan
rambut milik sahibul kurban, juga tidak sampai membawanya kepada tahap haram.
Paling jauh hanyalah makruh. Sehingga, insya Allah, tidak akan mengurangi
keutamaan dan pahala dari kurban yang ia lakukan. Insya Allah tidak berdosa
(apalagi karena alasan kebersihan atau ketidaktahuan) tetap memotong kuku dan
rambutnya sendiri (tarjih.muhammadiyah.or.id).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar