POSISI KEPALA MAYIT SAAT
DISHALATI
Oleh:
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I
Teks Hadis
Abu
Ghalib al-Khayyath berkata:
شَهِدْتُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ صَلَّى عَلَى جِنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ عِنْدَ رَأْسِهِ
فَلَمَّا رُفِعَ أُتِيَ بِجِنَازَةِ امْرَأَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ أَوْ مِنْ
الْأَنْصَارِ فَقِيلَ لَهُ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَذِهِ جِنَازَةُ فُلَانَةَ ابْنَةِ
فُلَانٍ فَصَلِّ عَلَيْهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا فَقَامَ وَسَطَهَا وَفِينَا
الْعَلَاءُ بْنُ زِيَادٍ الْعَدَوِيُّ فَلَمَّا رَأَى اخْتِلَافَ قِيَامِهِ عَلَى
الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ قَالَ يَا أَبَا حَمْزَةَ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ مِنْ الرَّجُلِ حَيْثُ قُمْتَ وَمِنْ
الْمَرْأَةِ حَيْثُ قُمْتَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا الْعَلَاءُ
فَقَالَ احْفَظُوا (رواه احمد)
“Aku menyaksikan Anas bin Malik menshalati
jenazah seorang laki-laki, maka beliau berdiri di sisi kepalanya.
Ketika jenazah tersebut diangkat, maka didatangkan lagi kepada beliau jenazah
seorang wanita Quraisy atau Anshar. Maka dikatakan kepada beliau: “Wahai Abu
Hamzah! Ini adalah jenazah Fulanah bintu Fulan, mohon engkau menshalatinya!”
Maka beliau pun menshalatinya dan berdiri di sisi tengahnya.
Di sisi kami ada Ala’ bin Ziyad al-Adawi. Ketika ia (Ala’) melihat perbedaan
posisi berdirinya Anas bin Malik atas jenazah laki-laki dan wanita, maka ia
bertanya: “Wahai Abu Hamzah! Apakah seperti ini posisi berdiri Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam terhadap jenazah laki-laki seperti posisi berdirimu
dan juga posisi berdiri beliau terhadap jenazah wanita seperti posisi
berdirimu?” Anas menjawab: “Benar.” Maka Ala’ menoleh kepada
kita dan berkata: “Hafalkanlah (perhatikan ini, pen)!” (HR. Ahmad No.
13114).
Status Hadis
Menurut Muhammad
Nashiruddin al-Albani, hadis ini shahih (Ahkam al-Janaiz, I/109). Al-Albani menjelaskan bahwa hadis ini, selain diriwayatkan
oleh Ahmad, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, II/66; al-Tirmidzi, II/146; al-Thahawi, I/283, dan
lain-lain). Keshahihan hadis tersebut
diperkuat oleh hadis riwayat al-Bukhari dari Samurah bin
Jundub radliyallahu anhu, ia berkata:
صَلَّيْتُ
وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ
فِي نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا
“Aku melakukan shalat di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam atas
mayit wanita yang mati karena nifasnya. Maka beliau berdiri padanya di sisi
tengahnya.” (HR. al-Bukhari: 1245, Muslim: 1602, an-Nasa’i: 390,
at-Tirmidzi: 956, Abu Dawud: 2780 dan Ibnu Majah: 2780).
Pemahaman Terhadap Isi Hadis
Hadis
tersebut dapat dipahami bahwa posisi Imam ketika menshalati jenazah laki-laki berada
di sisi kepala atau lurus dengan kepala jenazah; dan jika jenazahnya perempuan,
maka posisi imam berada di tengah atau lurus pantat/perut jenazah. Pemahaman seperti
ini umumnya sudah diterima oleh ulama.
Yang
menjadi persoalan adalah letak kepala jenazah saat dishalati, apakah ia berada
di sebelah utara (sebelah kanan imam) atau berada di sebelah selatan (kiri imam)?
Untuk jenazah perempuan, ulama umumnya sepakat meletakkan kepalanya berada di
sebelah utara (kanan imam). Adapun untuk jenazah laki-laki, ulama berbeda
pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang benar posisi kepala jenazah
laki-laki itu berada di sebelah kiri (selatan imam), sedangkan ulama yang lain berpendapat
bahwa yang benar posisi kepala jenazah berada di sebelah kanan (utara imam)
sama dengan perempuan. Munculnya perbedaan pendapat ini disebabkan karena tidak
ditemukannya hadis yang menjelaskan secara rinci bagaimana posisi kepala
jenazah saat dishalati.
Berikut
ini beberapa pandangan ulama tentang posisi kepala jenazah saat dishalati:
Pertama, Ibn ‘Abidin (w. 1252 H/1836 M),
ulama madzhab Hanafi berpendapat:
...فَأَفَادَ أَنَّ السُّنَّةَ وَضْعُ رَأْسِهِ
مِمَّا يَلِي يَمِينَ الْإِمَامِ كَمَا هُوَ الْمَعْرُوفُ الْآنَ ، وَلِهَذَا عَلَّلَ
فِي الْبَدَائِعِ لِلْإِسَاءَةِ بِقَوْلِهِ لِتَغْيِيرِهِمْ السُّنَّةَ الْمُتَوَارَثَةَ
… keterangan ini memberikan faedah bahwa yang sunnah di dalam
meletakkan kepala mayit adalah di sisi kanan imam sebagaimana yang dikenal
sekarang. Oleh karena itu penulis al-Bada’i (al-Kasani) memberi
alasan jeleknya (meletakkan kepala mayit di sisi kiri imam, pen) dengan ungkapannya
“karena mereka telah mengubah sunnah(tradisi) yang sudah turun temurun” (Radd
al-Mukhtar ala al-Durr al-Mukhtar, VI/282).
Kedua, Muhammad bin Yusuf al-Abdari (w.897 M/1492 M),
ulama madzhab Maliki mengatakan:
(رَأْسُ
الْمَيِّتِ عَنْ يَمِينِهِ) ابْنُ عَرَفَةَ : يَجْعَلُ رَأْسَ الْمَيِّتِ عَنْ
يَمِينِ الْإِمَامِ فَلَوْ عَكَسَ فَقَالَ سَحْنُونَ وَابْنُ الْقَاسِمِ:
صَلَاتُهُمْ مُجْزِئَةٌ عَنْهُمْ . ابْنُ رُشْدٍ : فَالْأَمْرُ فِي ذَلِكَ وَاسِعٌ.
“(Kepala mayit di sebelah kanan imam). Ibnu Arafah menyatakan bahwa
kepala mayit diletakkan di sisi kanan imam, seandainya terbalik (kepala di
posisi kiri, pen), maka menurut Sahnun dan Ibnul Qasim, maka shalat mereka dianggap
sudah cukup (tidak perlu diulang, pen). Ibnu Rusyd berkata: “Perkara ini luas
(boleh di kanan atau di kiri imam, pen).” (Al-Taj wal Iklil Li Mukhtashar
Khalil, II/352).
Ketiga, Ibnu Hajar al-Haitami (w.974 H/1566 M),
ulama bermadzab Syafii mengatakan:
وَالْأَوْلَى كَمَا قَالَ السَّمْهُودِيُّ
فِي حَوَاشِي الرَّوْضَةِ جَعْلُ رَأْسِ الذَّكَرِ عَنْ يَسَارِ الْإِمَامِ
لِيَكُونَ مُعْظَمُهُ عَلَى يَمِينِ الْإِمَامِ
“…yang lebih utama sebagaimana pendapat al-Samhudi dalam Hasyiyah Al-Raudlah
(Raudlatut Thalibin karya an-Nawawi, pen) adalah menjadikan kepala mayit
laki-laki di sebelah kiri imam (kepala di sebelah selatan, pen) agar sebagian
besar tubuhnya berada di sisi kanan imam” (Tuhfat al-Muhtaj Fi Syarh al-Minhaj,
XI/186).
Keempat, Ulama Najd, madzhab Hanbali, mengatakan:
وأما
صفة موضعهم بين يدي الإمام للصلاة عليهم، فتجعل رؤوسهم كلهم عن يمين الإمام، وتجعل
وسط المرأة حذا صدر الرجل، ليقف الإمام من كل نوع موقفه، لأن السنة أن يقف عند صدر
الرجل ووسط المرأة.
“Adapun sifat letak kumpulan jenazah di depan imam untuk dishalati atas
mereka, maka kepala mereka semua diletakkan di sisi kanan imam. Dan sisi tengah
mayit wanita diluruskan dengan sisi dada mayit laki-laki agar imam dapat
berdiri pada posisi yang tepat sesuai dengan macam mayit. Karena yang sesuai sunnah
adalah berdiri di sisi dada mayit laki-laki dan sisi tengah mayit wanita.” (Al-Durar
al-Sunniyah Fi al-Ajwibah al-Najdiyah, V/83).
Kelima, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (w.2001 M)
pernah ditanya apakah disyariatkan meletakkan kepala jenazah di sebelah kanan
saat dishalati? Beliau menjawab:
لا أعلم بهذا سنة، ولذلك ينبغي للإمام
الذي يصلي على الجنازة أن يجعل رأس الجنازة عن يساره أحياناً حتى يتبين للناس أنه
ليس واجباً أن يكون الرأس عن اليمين، لأن الناس يعتقدون أنه لابد أن يكون رأس
الجنازة عن يمين الإمام، وهذا لا أصل له
“Aku tidak mengetahui sunnahnya
dalam perkara ini (meletakkan kepala di sisi sebelah kanan, pen). Oleh karena
itu hendaknya imam yang akan menshalati jenazah meletakkan kepala jenazah di
sebelah kirinya sekali tempo, agar manusia menjadi jelas bahwa meletakkan
kepala di sisi kanan tidaklah wajib, karena manusia berkeyakinan bahwa kepala
jenazah harus diletakkan di sisi kanan imam. Dan ini tidak ada asalnya”(Majmu’
Fatawa wa Rasa’il al-Utsaimin, XVII/101).
Kesimpulan:
Berdasarkan kajian
terhadap hadis yang menjelaskan posisi jenazah saat dishalati dan berbagai
pendapat ulama tentang posisi kepala jenazah saat dishalati, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Posisi imam saat
shalat jenazah, jika jenazahnya laki-laki, maka posisi imam berada di dekat
atau lurus dengan kepala jenazah, sedangkan jika jenazahnya perempuan, maka
posisi imam lurus dengan perut atau pantat jenazah;
2.
Tentang posisi
kepala jenazah, apakah di sebelah kiri imam (di sebelah selatan) ataukah di
sebelah kanan imam (di sebelah utara), ulama berbeda pendapat. Untuk jenazah
perempuan, jumhur ulama sepakat meletakkan kepalanya di sebelah kanan imam
(sebelah utara). Adapun jika jenazahnya itu laki-laki, ulama berbeda pendapat,
sebagian berpendapat sebaiknya letak kepalanya di sebelah kiri imam (sebelah
selatan), sedangkan ulama yang lainnya (kebanyakannya) berpendapat agar kepala
jenazah laki-laki diletakkan di sebelah kanan imam (sebelah utara), sama dengan
jenazah perempuan;
3.
Pendapat tentang
posisi kepala jenazah laki-laki saat dishalati, apakah di sebelah kiri atau
kanan imam adalah masalah ijtihadiyah semata, tidak didukung oleh dalil
dari hadis Nabi Saw. Karena itu tidak perlu dipertentangkan lagi mengenai
posisi kepala jenazah laki-laki saat dishalati. Kedunya boleh!
4.
Wallahu A’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar