ISYARATKAN JARI TELUNJUK
SAAT DUDUK DI ANTARA DUA SUJUD
Oleh:
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Teks Hadis:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ يَدْعُو وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى
فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى، وَأَشَارَ
بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ وَوَضَعَ إِبْهَامَهُ عَلَى إِصْبَعِهِ الْوُسْطَى
وَيُلْقِمُ كَفَّهُ الْيُسْرَى رُكْبَتَهُ (رواه مسلم)
Abdullah bin al-Zubair ra. bertutur, “Tatkala
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam duduk berdoa, beliau meletakkan
tangan kanannya di atas paha kanannya dan tangan kirinya di atas paha kirinya,
serta mengacungkan jari telunjuknya dan menggandengkan antara jempol dengan
jari tengahnya, dan mencengkeramkan telapak tangan kirinya ke lututnya”. (HR. Muslim No.1336)
Status
Hadis:
Hadis
tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya al-Jami’ al-shahih atau
yang popular dengan sebutan kitab Shahih Muslim. Menurut Imam al-Nawawi,
ulama ahli hadis telah sepakat bahwa hadis-hadis yang termaktub dalam kitab al-Jami
al-Shahih, baik karya Imam al-Bukhari maupun Imam Muslim telah disepakati
keshaihannya(Sharh al-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, I/14).
Pemahaman
Terhadap Teks Hadis
Hadis
tersebut menjelaskan tentang mengangkat jari telunjuk saat duduk dalam shalat.
Namun, tidak dijelaskan duduk dalam shalat yang mana, apakah saat duduk
tasyahud awal, duduk tasyahud akhir, duduk antara dua sujud, atau duduk
istirahat? Berikut ini dibahas tentang perbedaan ulama dalam memahami teks
hadis tersebut.
Pemahaman
pertama, pada teks hadis tersebut terdapat kalimat yang sifatnya umum
atau mutlak, yakni: “Tatkala
Rasulullah Saw duduk berdoa” (إِذَا قَعَدَ
يَدْعُو), yang menunjukkan duduk secara umum saat
duduk dan berdoa dalam shalat, karena itu bisa juga termasuk di dalamnya duduk
di antara dua sujud yang juga ada doanya. Dalam hadis lain yang juga
diriwayatkan Muslim disebutkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا
جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ، وَرَفَعَ إِصْبَعَهُ
الْيُمْنَى الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ، فَدَعَا بِهَا
وَيَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ بَاسِطَهَا
عَلَيْهَا (رواه مسلم)
Bahwasanya Nabi saw apabila duduk dalam shalat, beliau
meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, kemudian beliau mengangkat
jari kanannya stelah ibu jari (jari telunjuk) dan berdoa padanya,
sedangkan tangannya yang kiri di atas lututnya terhampar di atasnya.
(HR. Muslim No.1337)
Hadis ini mendukung pendapat bahwa
berisyarat dengan jari telunjuk itu juga disyariatkan saat duduk, termasuk
duduk di antara dua sujud. Pendapat ini dikemukakan
oleh Imam Ibn al-Qayyim dalam kitabnya Zad al-Ma’ad, I/130. Untuk memperkuat
pendapatnya, Ibn al-Qayyim mengutip hadis riwayat Ahmad (No. 18858) berikut
ini:
Dari
‘Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wail bin Hujr berkata: “Saya melihat Nabi Saw
bertakbir, maka beliau mengangkat kedua tangannya ketika takbir, yakni memulai
shalat, dan beliau mengangkat kedua tangannya ketika takbir, lalu beliau ruku’ dan mengangkat tangannya lagi
ketika beliau mengucap: “Sami’allahu liman hamidah” lalu beliau sujud
dan meletakkan kedua telapak tangannya sejajar dengan kedua telinganya.
Kemudian beliau duduk iftirasy (membaringkan telapak kaki kirinya untuk
diduduki), …
ثُمَّ
وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ ذِرَاعَهُ
الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ أَشَارَ بِسَبَّابَتِهِ وَوَضَعَ
الْإِبْهَامَ عَلَى الْوُسْطَى وَقَبَضَ سَائِرَ أَصَابِعِهِ ثُمَّ سَجَدَ
فَكَانَتْ يَدَاهُ حِذَاءَ أُذُنَيْهِ
…kemudian beliau meletakkan
kedua tangannya, yang kiri di atas lututnya yang kiri dan meletakkan tangan
kanannya di atas paha kanannya kemudian beliau berisyarat dengan jari
telunjuknya dan meletakkan ibu jari di atas jari tengah kemudian beliau
menggenggam seluruh jari-jarinya kemudian beliau sujud di
mana kedua tangan beliau sejajar dengan kedua telinga beliau”(HR.
Ahmad No. 18858).
Berdasarkan
hadis riwayat Ahmad tersebut, dapat difahami bahwa saat duduk di antara dua
sujud juga disyariatkan mengacungkan jari telunjuk saat berdoa, baru sujud lagi.
Pemahaman
kedua, hadis riwayat
Muslim (No.1337) yang menjelaskan bahwa saat duduk dalam shalat (إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ), Nabi mengisyaratkan dengan jari
telunjuknya yang kanan, sifatnya masih umum/mutlak, belum jelas duduk yang mana
di antara empat macam duduk dalam shalat. Demikian juga pada hadis riwayat
Muslim (No.1336), yang menjelaskan bahwa
Nabi duduk dalam shalat dan berdoa(إِذَا قَعَدَ يَدْعُو), juga masih umum/mutlak, apakah duduk
tasyahud ataukah duduk di antara dua sujud.
Oleh
kelompok ulama yang kedua ini, keumuman/kemutlakan kata duduk dalam shalat (إِذَا جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ dan إِذَا قَعَدَ يَدْعُو) tersebut dibatasi (ditaqyid) dengan duduk tasyahud.
Pemahaman ini didukung oleh hadis berikut ini:
قاَلَ أَبُوْ حُمَيْدٍ, أَناَأَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ يَعْنِي لِلتَّشَهُّدِ فاَفْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى وَ أَقْبَلَ بِصَدْرِ الْيُمْنٰى عَلٰى قِبْلَتِهِ وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنٰى عَلٰى رُكْبَتِهِ الْيُمْنٰى وَ كَفَّهُ الْيُسْرٰى عَلٰى رُكْبَتِهِ الْيُسْرٰى وَ أَشَارً بِأَصْبُعِهِ يَعْنِى السَّبَابَةَ (رواه الترمذى) وَ قَالَ أَبُو عِيْسٰى, هٰذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Abu Humaid berkata: saya lebih mengetahui
tentang shalatnya Rasulallah saw. bahwasanya Rasulallah saw duduk untuk
bertasyahhud, beliau menduduki kaki kirirnya dan menghadapkan ujung jari
kaki kanannya ke arah kiblat, meletakkan telapak tangan kanannya di atas lutut
kanannya, telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya serta mengacungka
jarinya yakni jari telunjuk. (HR. at-Tirmidzi) Menurut Abu ‘Isa, hadis ini
adalah hadis Hasan Shahih.
Juga didukung oleh hadis riwayat al-Nasa-i yang dinilai sahih oleh al-Albany dalam Silsilah
al-Ahdits ash-Shahihah (V/313) berikut ini:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي الثِّنْتَيْنِ أَوْ فِي الْأَرْبَعِ
يَضَعُ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ أَشَارَ بِأُصْبُعِهِ“.
Abdullah
bin Zubair radhiyallahu’anhuma menceritakan, “Rasulullah
shallallahu ’alaihiwasallam manakala duduk di raka’at kedua, atau di raka’at
keempat, beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya lalu
mengacungkan jarinya”.(HR. al-Nasa-i No.745).
Menurut al-Syaukani, hadis tersebut
menunjukkan tentang dianjurkannnya meletakkan kedua tangan di atas kedua
lututnya saat duduk tasyahud (Nail al-Authar, II/317). Al-Baghawi juga mengatakan
bahwa yang dipilih oleh sebagian ahli ilmu adalah menggenggang jari-jari tangan
kanan kecuali jari telunjuk saat duduk tasyahud (Syarh al-Sunnah,
III/176).
Berdasarkan muatan dari hadis-hadis di atas jika dilihat dari segi hukum
dan sebabnya itu ternyata sama, maka menurut kaidah ushul fiqh:
يَحْمِلُ الْمُطْلَقُ عَلَى الْمُقَيَّدِ
“makna yang muthlaq
dibawa kepada makna yang muqayyad”.
(Ibn Qudamah, Raudhat
al-Nadhir Wa Jannat al-Manadhir, III/448)
Dengan demikian, duduk yang
dimaksudkan dalam hadis itu adalah duduk untuk tasyahhud. Karena itu,
berisyarat dengan telunjuk tidak disyariatkan pada duduk di antara dua sujud, melainkan
hanya untuk duduk tasyahhud, baik
tasyahud awal maupun tasyahud akhir.
Tentang dukungan hadis riwayat Ahmad
No. 18858 (yang bisa difahami mengisyaratkan jari telunjuk saat duduk antara
dua sujud), dapat dijelaskan bahwa hadits tersebut bermasalah dari sisi
keabsahannya. Para pakar hadits menjelaskan bahwa tambahan kalimat “kemudian
beliau sujud” setelah kalimat “mengacungkan jarinya” hanya ada dalam riwayat
Sufyan al-Tsaury. Dan ini menyelisihi riwayat para perawi lainnya yang tsiqah
(terpercaya) dan jumlah mereka lebih banyak, di mana mereka tidak menyebutkan
tambahan kalimat “kemudian beliau sujud” setelah kalimat “mengacungkan
telunjuknya”. Bahkan banyak hadits yang menjelaskan bahwa acungan jari tersebut
dilakukan setelah sujud kedua. Di antara para perawi tersebut: Za’idah bin
Qudamah, Bisyr bin al-Mufaddhal, Sufyan bin ‘Uyainah, Syu’bah, Abu al-Ahwash,
Khalid, Zuhair bin Mu’awiyah, Musa bin Abi Katsir dan Abu ‘Awanah(al-Albani, al-Silsilah al-Shahihah, V/246).
Dalam
ilmu Musthalah Hadits, jenis riwayat bermasalah seperti dicontohkan di atas,
diistilahkan dengan hadits Syadz, yakni riwayat yang dibawakan perawi tsiqah,
namun riwayat tersebut menyelisihi riwayat yang disampaikan para perawi lain
yang lebih kuat. Dan hadits jenis ini dikategorikan dha’if (lemah).
Muhammad Nashiruddin al-Abani
mengatakan bahwa mengisyaratkan jari telunjuk saat duduk antara dua sujud itu
tidak ada dalilnya sama sekali(لا اصل لها), kecuali riwayat
Abd al-Razzaq dari hadis Wail bin Hujr. Hadis tersebut syadz (aneh) karena
menyalahi dari periwayatan lainnya. (al-Silsilah al-Shahihah, V/247).
Ahmad bin Abd al-Razzaq al-Duways
dalam Fatawa al-Lajnah al-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah Wa al-Ifta,
XXI/367, mengemukakan bahwasanya hadis-hadis yang membahas tentang
mengisyaratkan jari telunjuk pada saat duduk dalam shalat itu yang dimaksudkan
adalah khusus pada saat duduk tasyahud, baik saat duduk tasyahud awal maupun
tasyahud akhir/kedua.
Wallahu A’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar