MENYIKAPI BERITA HOAX DI
SOSIAL MODIA
Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Akhir-akhir ini
marak di media sosial berita hoax (berita bohong), sehingga meresahkan
banyak kalangan. Yang kami tanyakan bagaimana hukumnya menggunakan medsos dan
bagaimana seharusnya kaum muslimin menyikapi berita-berita hoax
tersebut? Atas penjelasannya kami sampaikan banyak terima kasih. Jazakumullah
khairan katsiran!
(Abdul Aziz, Sidoarjo)
Jawab:
Makna Medsos dan kegunaannya
Sebelum menjawab
pertanyaan tersebut perlu dikenali dulu apa itu media social (medsos). Media Sosial (Social Media) terdiri dari dua kata: media dan
sosial. Pengertian menurut bahasa, media sosial adalah alat atau sarana
komunikasi masyarakat untuk bergaul. Menurut Kamus
Bahasa Indonesia, media adalah alat, sarana komunikasi, perantara, atau
penghubung. Sosial artinya "berkenaan dengan masyarakat" atau suka
memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb).
Dari
sisi bahasa tadi, media sosial bisa dimaknai sebagai sarana berkomunikasi dan
berbagi. Makanya, dalam dunia internet seperti blogging atau Facebook
dikenal istilah SHARE (berbagi). Bahkan, setiap blog atau situs
selalu menyediakan fasilitas social share, terutama Facebook,
Twitter, dan Google Plus.
Media
sosial saat ini tak ubahnya seperti pesawat (alat) serba guna. Ia dapat
digunakan untuk apa saja. Ia dapat digunakan untuk agenda kebaikan, seperti
menyambung silaturahim, taaruf, berbagi ilmu pengetahuan, dan sarana kebaikan
lainnya. Di sisi lain media sosial dapat pula digunakan untuk kejahatan,
seperti menfitnah, menipu, menciptakan issu negatif, dan agenda kejahatan
lainnya.
Pada masa Nabi Saw masih hidup, sarana komunikasi tidak
seperti sekarang ini. Alat komunikasi yang paling penting saat itu hanyalah lisan
dengan cara berbicara. Saat itu Nabi Saw sudah mengingatkan kepada sahabatnya
untuk menjaga lisannya, agar dapat digunakan untuk kebaikan, tidak untuk
pertikaian atau kejahatan. Andaikan dulu sudah ada medsos, kemungkinan besar
Nabi juga meminta umatnya agar pandai-pandai menggunakan medsos, agar jangan
sampai mengganggu orang lain.
Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah
Saw: “Siapakah orang muslim yang paling baik (paling utama)? Beliau menjawab,
“Seseorang yang (bisa menjaga dirinya hingga) orang-orang muslim lainnya
selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.(HR. al-Bukhari No.11 dan Muslim No.
64).
Hukum Menggunakan Medsos
Menggunakan medsos termasuk persoalan muamalah dunyawiyah
(yaitu masalah hukum-hukum
syarak yang berhubungan dengan urusan duniawi seperti jual-beli, perdagangan,
dan lain-lain). Oleh karena itu
berlaku kaidah fikih sebagai berikut:
1.
Hukum asal dalam permasalahan
muamalah adalah mubah (boleh), tidak dilarang kecuali hal-hal yang telah
diharamkan oleh Allah.” Ibn Taymiyah menyatakan:
والعادات
الأصل فيها العفو فلا يحظر منها إلا ما حرمه الله
Artinya: “Adat kebiasaan itu asalnya tidak
mengapa (dimaklumi, dimaafkan, dibolehkan), maka ia pun tidak dilarang kecuali jika Allah melarangnya”.
2. Imam al-Suyuthi mengatakan:
الْأَصْلُ
فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيم
Artinya: “Hukum
asal segala sesuatu adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang menunjukkan
keharamannya”.
3.
Ibn al-Sa’di berkata:
الوسائل لها أحكام المقاصد فما لا يتم
الواجب إلا به فهو واجب، وما لا يتم المسنون إلا به فهو مسنون، وطرق الحرام
والمكروهات تابعة لها، ووسيلة المباح مباح.
Artinya: “Hukum
alat tergantung dengan hukum niat, sesuatu yang menjadi wasilah untuk
melakukan perbuatan wajib, hukumnya juga wajib, sesuatu yang menjadi wasilah
untuk melakukan perbuatan sunnah, hukumnya juga sunnah, jalan menuju ke haram
dan makruh mengikuti hukum asal perbuatannya, jalan menuju hal yang mubah
hukumnya juga mubah”.
4.
Segala sesuatu itu tergantung
niatnya: (الامور بمقاصدها)
Kaidah ini mengacu kepada sabda Nabi
Saw:
إنما
الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
Artinya: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya
mendapatkan sesuai niatnya” (HR. al-Bukhari No.1)
Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut di
atas, maka hukum penggunaan media social tergantung kepada niat dan prilakunya.
Jika digunakan untuk kepentingan menjalin silaturahim, menebarkan kebaikan,
berdakwah melalui internet, maka media social menjadi wasilah yang
diperbolehkan (mubah) atau bahkan dianjurkan (mustahab) karena
baiknya perbuatan-perbuatan itu. Sebaliknya, jika digunakan untuk kejahatan,
misalnya untuk penipuan, menfitnah, menebar issu sara sehingga meresahkan umat,
maka penggunaannya menjadi haram atau terlarang.
Menyikapi berita hoax
Akhir-akhir ini masalah hoax
(berita bohong) sangat marak bermunculan di media social. Sebenarnya berita hoax
telah ada sejak zaman khulafaur rasyidin. Peristiwa yang paling
menggemparkan terjadi berkenaan dengan berita hoax adalah peristiwa fitnah qubro (fitnah
besar) yang melibatkan Khalifah Utsman bin Affan dan berakibat terbunuhnya beliau.
Saat itu Khalifah Utsman dibunuh oleh seorang muslim bernama al-Ghafiqi Ibn
al-Harb, yang tidak sembarang muslim. Konon, ia seorang hafidz al-Qur’an. Dia
tergerak sendiri, ingin membunuh sendiri sang Khalifah, karena berita hoax.
Mengingat sudah sedemikian hebatnya berita hoax
di sekitar kita, maka perlu disikapi dengan kritis dan selektif setiap ada
pemberitaan. Ada beberapa kiat bagaimana cara mengetahui sebuah berita itu hoax
atau asli dan bagaimana menindak lanjutinya. Sedikitnya ada tiga langkah yang
bisa ditempuh:
Pertama, periksa dulu asal-usul tulisan atau gambar
tersebut dari mana. Jika asal-usulnya dari situs-situs yang tidak jelas, atau
situs-situs yang selama ini dikenal sebagai situs yang sering menyebarkan
berita hoax, maka waspadalah! Berita-berita hoax di Indonesia tidak selamanya asli
buatan dalam negeri; jamak terjadi berasal dari terjemahan, khusunya jika
menyangkut temuan-temuan ilmiah.
Kedua, periksa juga siapa yang menulisnya. Berita hoax
umumnya anonim atau bisa juga seakan-akan benar dengan menggunakan nama
orang-orang yang sudah dikenal. Jika ada namanya, coba telusuri asal-usul
tulisan tersebut dengan cara masuk ke blog atau web atau alamat-alamat penulis
yang bisa diakses.
Ketiga, jika informasi yang hendak kita cari ada
gambarnya, maka yang mesti kita lakukan adalah minta bantuan pada google
image, upload gambarnya, lalu cari dari mana asal-usul gambar
tersebut plus apa berita yang berkait dengan gambar tersebut. Jika sudah muncul
gambarnya, periksa tanggalnya, lihat judul beritanya, dan apa isi informasinya.
Dari sini akan diketahui keshahihan informasi tersebut.
Bagi kita sebagai pengguna, mulai
hari ini tahan dirilah, tidak asal kirim apa yang kita dapatkan. Tabayyun
dulu, jika sudah jelas shahih, boleh dikirim sebagai amal shalih. Tapi, jika
kita sendiri tidak yakin keshahihannya, hendaklah melakukan tabayyun
dulu. Jika tidak bisa, maka tahanlah, jangan disebar, karena dalam hadis
riwayat Muslim, Rasulullah Saw memberi peringatan kepada umatnya:
عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ
بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Artinyas: “Dari Hafsh bin
Ashim, Rasulullah Saw bersabda: “Cukuplah seseorang dianggap pendusta ketika
dia menceritakan (menyebarkan) apa saja yang dia dengar.” (HR. Muslim No.7).
Wallahu A’lam Bi al-Shawab !
Daftar Pustaka:
Shahih Bukhari
dan Muslim
Ibn Taymiyah, al-Fatawa
al-Kubra, IV/5.
Ibn Katsir, Al-Bidayah
Wa al-Nihayah, VII/ 188-190.
al-Suyuthi, al-Asybah
wa al-Nadzair, I/107.
Muhammad bin
al-Husain al-Jaizani, Ma’alimUshul al-Fiqh Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah,
I/279.
Zakariyya bin Ghulam Qadir al-Bakistani, Ushul
al-Fiqh ‘Ala Manhaj Ahl al-Hadis, I/129.
Herry Muhammad dalam http://www.arrahmah.com.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar