Hukum
Merayakan Valentine’s Day
Oleh
Achmad
Zuhdi Dh
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum wr. wb!
Ustadz Zuhdi yang dirahmati Allah !
Saya ingin mengajukan beberapa
pertanyaan: (1) bagaimana seharusnya seorang muslim menghadapi acara pesta Valentine’s Day? (2) bagaimana
hukumnya bila ikut merayakannya? (3) dan adakah ajaran kasih sayang dalam
Islam? Terima kasih. (Muslim, Candi-Sidoarjo).
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu
diketahui dulu apa itu sebenarnya Valentine’s
Day? Valentine’s
Day adalah hari kasih sayang yang biasanya dirayakan pada setiap
tanggal 14 Pebruari. Dalam bahasa Arab hari kasih sayang disebut dengan (الاحتفال
بعيد الحب).
Istilah atau nama Valentine dinisbahkan kepada tokoh Katolik yang
bernama Valentino atau Valentinus. Menurut data dari Ensiklopedi Katolik, nama
Valentinus diduga merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang
berbeda, yaitu Pastur di Roma, Uskup Interamna (modern Terni), dan Martir di
provinsi Romawi Afrika.
Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari
raya kasih sayang (Valentine,s Day) tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I,
pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai
martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya
peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja
menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada
tanggal 15 Februari.
Pada hari ini (Lupercalia), para pemuda
berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap
pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar
harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan
menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya.
Jelas sudah, Hari Valentine atau Valentine’s Day sesungguhnya berasal
dari mitos dan legenda zaman Romawi Kuno di mana masih berlaku kepercayaan
paganisme (penyembahan berhala). Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati
siapa sesungguhnya Santo Valentinus yang dianggap menjadi martir pada tanggal 14
Februari. Walau demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi Gereja
Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara
resmi pada tahun 1969. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki
tertentu.
Karena itu, umat Islam tidak perlu
menyambutnya dan ikut-ikutan berpesta ria. Bagi umat Islam, ikut merayakan Valentine’s Day dipandang melakukan hal-hal yang bisa
membahayakan aqidahnya. Selain tidak bersumber dari Islam, budaya Valentine’s
Day lebih dekat dengan budaya kaum Katolik. Rasulullah Saw telah
melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam. Sabda beliau:
« مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ »
Artinya: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka
ia termasuk dari kaum tersebut ” (HR. Abu Dawud No. 4033) . al-Albani: Hadis
ini hasan shahih.
Dalam sabda beliau yang lain dikatakan:
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا ، لاَ تَشَبَّهُوا بِاليَهُودِ وَلاَ
بِالنَّصَارَى
Artinya: “Tidak termasuk kita (umat Islam)
orang yang menyerupai (meniru-niru) selain kita; karena itu janganlah
menyerupai orang Yahudi dan jangan pula menyerupai orang Nasrani” (HR.
al-Tirmidzi No.2695). al-Albani: hadis ini hasan.
Syaikh Muhammad al-Utsaimin ketika ditanya
tentang Valentine’s Day, ia mengatakan: “Merayakan Hari Valentine
itu tidak boleh ”, karena tiga alasan: Pertama, ia merupakan hari raya bid’ah
yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari’at Islam; Kedua, ia dapat
mendorong kepada cinta yang membabi buta; Ketiga, ia dapat menyebabkan hati
sibuk dengan perkara-perkara yang tiada artinya dan bertentangan dengan
petunjuk para ulama salaf al-shalih (al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa Wa
Rasa-il, XVI/199).
Terkait dengan prilaku ikut-ikutan pada
pemeluk agama lain, Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata:“Memberikan ucapan selamat
terhadap acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati
bahwa perbuatan tersebut haram”. Karena
dengan ikut-ikutan perbuatan seperti itu berarti ia telah memberi selamat atas
perbuatan mereka yang menyekutukan Allah Swt. Bahkan perbuatan tersebut lebih
besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas
perbuatan minum khamar atau melakukan pembunuhan (Ibn Qayyim al-Jauziyah, Ahkam
Ahl al-Dzimmah, I/441).
Karena itu, seorang muslim dilarang untuk
meniru-niru kebiasan orang-orang di luar Islam, apalagi jika yang ditiru adalah
sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan, pemikiran dan adat kebiasaan mereka,
seperti ikut-ikutan merayatkan Valentine’s Day.
Tentang ajaran Islam yang menyangkit kasih sayang,
dapat kita baca pada hadis-hadis berikut ini, di antaranya sabda Nabi Saw:
(مَنْ
لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَم),
artinya:
“Barangsiapa tidak menyayangi atau tidak memberikan kasih sayang, maka ia tidak
akan dikasih sayangi” (HR. al-Bukhari No.5997
dan Muslim No. 6170).
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabada:
(إِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ
مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ),
artinya: Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang
penyayang (HR. al-Bukhari No. 7448).
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabada:
(الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي
الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ),
artinya: “Orang-orang
yang suka memberikan kasih sayang, maka akan dikasihi dan di sayang oleh Al-Rahmaan (Allah
yang maha pengasih lagi maha penyayang), karena itu maka rahmatilah (sayangilah)
apa saja yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yang ada di
langit” (HR. Abu Dawud No.4941 dan Al-Tirmidzi No.1924). Hadis ini
dishahihkan oleh al-Albani (al-Silsilah al-Shahihah, II/594).
Kata man (مَنْ)
dalam sabda Nabi Saw tersebut adalah isim
maushuul, yang dalam kaidah ilmu ushuul fiqh memberikan faedah
keumuman, artinya bisa mencakup apa saja. Oleh karena itu Nabi Saw tidak hanya memerintahkan kita untuk merahmati
(menyayangi) orang yang shaleh saja, lebih dari itu beliau juga memerintahkan
kita untuk merahmati seluruh manusia dan bahkan seluruh alam, termasuk hewan-hewan
dan tumbuh-tumbuhan.
Ibn Bathal mengatakan bahwa hadis-hadis tentang kasih sayang
tersebut menganjurkan kita agar memberikan kasih sayang kepada semua makhluk,
baik kepada orang mukmin maupun kafir, hewan piaraan maupun hewan liar, dan
lain-lain.(Ibn Hajar, Fath al-Bari, X/440).
Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa Islam sangat menekankan
ajaran kasih sayang. Dalam memberikan kasih sayang, tidak dibatasi oleh waktu,
sehingga kapan saja, setiap saat, kita bisa melakukan atau memberikan kasih
sayang, baik kepada keluarga, orang tua, suami-isteri, anak-anak atau kepada
yang lainnya, termasuk kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Wallahu
A’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar