HADIS-HADIS TENTANG
SHALAT SESUDAH ASHAR
Oleh
Dr.H. Achmad
Zuhdi Dh, M.Fil I
A.
Hadis-hadis yang melarang:
Hadis pertama:
عن أبي هريرة قال نَهَى رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلاتَيْنِ بَعْدَ اْلفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ
اْلعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ
Dari Abu
Hurairah ra ia berkata : “Rasulullah Saw melarang dua macam
shalat: shalat ba’da
shubuh hingga
terbit matahari dan shalat ba’da ‘ashar hingga terbenamnya matahari”(HR. Al-Bukhari no. 563 dan Muslim no. 825).
Hadis kedua:
عن عمرو بن عبسة السلمي : ..... فَإِذَا
أَقْبَلَ اْلفَيْءُ فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلاةَ مَشْهُوْدَة مَحْضُوْرَة حَتَّى تُصَلِّيَ
اْلعَصْرَ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَإِنَّهَا تَغرُبُ
بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانِ وَحِيْنَئِذ يَسْجُدُ لَهَا اْلكُفَّارُ
Dari ‘Amr bin ‘Abasah ra, bahwasannya Rasulullah Saw telah
bersabda: “…..Jika bayangan telah condong (waktu zawal), maka kerjakanlah
shalat, karena shalat pada waktu itu disaksikan dan dihadiri (oleh para
malaikat), hingga engkau mengerjakan shalat ‘ashar.
Setelah itu, janganlah engkau shalat hingga matahari terbenam, karena matahari
terbenam di antara dua tanduk syaithan, dan pada saat itu, orang-orang kafir sujud padanya”(HR. Muslim no. 1967).
Keterangan:
Dua hadis tersebut menunjukkan bahwa shalat sesudah ashar
hingga terbenamnya matahari itu dilarang, karena matahari terbenam di antara dua tanduk setan, dan pada saat itu,
orang-orang kafir sujud padanya.
B.
Hadis-hadis yang membolehkan shalat
sesudah ashar:
Hadis ketiga:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ صَلَّى النَّبِيُّ
صلى الله عليه وسلم بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ شَغَلَنِيْ نَاسٌ مِنْ عَبْدِ
الْقَيْسِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ
Dari Ummu Salamah ra ia
berkata : “Nabi Saw pernah shalat dua raka’at setelah ‘ashar, lalu beliau bersabda: Orang-orang dari suku
‘Abdul-Qais telah menyibukkanku dari shalat dua raka’at setelah dhuhur”(HR. Al-Bukhari)[1]
Hadis keempat:
عن أم سلمة قالت شُغِلَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اْلعَصْرِ فَصَلاهُمَا
بَعْدَ اْلعَصْرِ
Dari Ummu Salamah ra ia
berkata : “Rasulullah Saw dibuat sibuk atas satu urusan sehingga
tidak sempat mengerjakan shalat dua raka’at sebelum ‘ashar. Maka beliau mengerjakannya setelah ‘ashar” (HR. An-Nasa’i)[2].
Hadis kelima:
عن عائشة قالت وَالَّذِيْ ذَهَبَ بِهِ مَا
تَرَكَهُمَا حَتَّى لَقِيَ اللهَ وَمَا لَقِيَ اللهَ تَعَالَى حَتَّى ثَقُلَ عَنِ الصَّلاةِ
وَكَانَ يُصَلِّيَ كَثِيْرًا مِنْ صَلاتِهِ قَاعِدًا تَعْنِيْ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ
اْلعَصْرِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْهِمَا وَلا
يُصَلِّيْهِمَا فِيْ اْلمَسْجِدِ مُخَافَةَ أَنْ يُثَقِّلَ عَلَى أُمَّتِهِ وَكَانَ
يُحِّبُ مَا يُخَفِّفُ عَنْهُمْ
Dari ‘Aisyah ra ia
berkata : “Demi Allah, beliau tidak pernah meninggalkan shalat dua raka’at
sehingga beliau Saw bertemu dengan Allah, dan beliau tidak bertemu dengan Allah Swt hingga
beliau merasa berat melakukan shalat. Dan beliau sering melakukan shalatnya
dengan duduk, yaitu shalat (sunnah) dua raka’at setelah ‘ashar, dan Nabi Saw biasa mengerjakan shalat (sunnah) dua raka’at setelah
‘Ashar itu tidak di dalam masjid karena takut akan memberatkan umatnya dan
beliau senang terhadap sesuatu yang membuat ringan bagi umatnya” [HR.
Al-Bukhari nomor 565].
Hadis keenam:
عَنْ أَبِى سَلَمَة أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ عَنِ السَّجْدَتَيْنِ اللَّتَيْنِ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّيهِمَا بَعْدَ الْعَصْرِ فَقَالَتْ
كَانَ يُصَلِّيهِمَا قَبْلَ الْعَصْرِ ثُمَّ إِنَّهُ شُغِلَ عَنْهُمَا أَوْ نَسِيَهُمَا
فَصَلاَّهُمَا بَعْدَ الْعَصْرِ ثُمَّ أَثْبَتَهُمَا وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً
أَثْبَتَهَا. قَالَ يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ قَالَ إِسْمَاعِيلُ تَعْنِى دَاوَمَ عَلَيْهَا.
Dari Abu Salamah
bahwasannya ia bertanya kepada ‘Aisyah ra tentang dua sujud (maksudnya :
dua raka’at) yang dilakukan Rasulullah Saw ba’da ashar. Maka ‘Aisyah menjawab : “Beliau biasa shalat dua raka’at
sebelum ‘ashar, namun kemudian beliau dibuat sibuk atau beliau lupa
mengerjakannya. Maka beliau Saw mengerjakannya
(yaitu menggantinya) ba’da ‘asar dan kemudian menetapkannya. Beliau apabila
biasa mengerjakan suatu shalat maka beliau menetapkannya”. Telah berkata Yahya
bin Ayyub (perawi hadis) : Telah berkata Isma’il : “Yaitu mendawamkannya (=
selalu mengerjakannya)” (HR. Muslim no. 1971).
Hadis ketujuh:
عن عائشة قالت مَا تَرَكَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ اْلعَصْرِ عِنْدِيْ قَطّ
Dari ‘Aisyah ra ia berkata
: “Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan
dua raka’at ba’da ‘ashar di sisiku (rumahku)” (HR. al-Bukhari no.
566 dan Muslim no. 1972).
Hadis kedelapan:
عن عائشة قالت صَلاتَانِ مَا تَرَكَهمَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِيْ قَطّ سِرًا وَلا عَلانِيَةً
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اْلفَجْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ اْلعَصْرِ
Dari ‘Aisyah ra ia berkata : “Dua shalat
yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah Saw di rumahku dalam keadaan apapun yaitu : Dua raka’at sebelum fajar/shubuh dan dua raka’at setelah ‘ashar”
(HR. Al-Bukhari no.567 dan Muslim nomor 1973).
Hadis kesembilan:
عن
عائشة قالت مَا كَانَ النّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْنِيْ فِيْ
يَوْم بَعْدَ اْلعَصْرِ إِلا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
Dari ‘Aisyah ra ia
berkata : “Tidaklah Nabi Saw mendatangiku
di suatu hari setelah ‘Ashar melainkan beliau mengerjakan shalat dua raka’at” (HR. Al-Bukhari no.568).
Hadis kesepuluh:
عن علي قال قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم لا يُصَلِّى بَعْدَ اْلعَصْرِ إِلا أَنْ تَكُوْنَ الشَمْسُ بَيْضَاءَ مُرْتَفِعَة
Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Saw: “Janganlah
seseorang shalat setelah ‘ashar kecuali bila matahari
masih putih dan tinggi’ ([HR. Ibnu Khuzaimah no. 1284)[3].
Keterangan:
Dari beberapa hadis di atas dapat dipahami sebagai berikut :
1.
Nabi Saw pernah mengerjakan shalat sunnah ba’da
‘ashar sebagai ganti
shalat sunnah dua raka’at ba’da (sesudah) dhuhur atau dua
raka’at qabla (sebelum) ‘ashar karena kesibukan beliau dalam melayani sebagian
shahabatnya.
2.
Nabi Saw (kemudian) sering atau biasa mengerjakan
shalat (sunnah) dua raka’at setelah ‘ashar tidak di dalam masjid, tetapi di
rumah, karena takut akan memberatkan umatnya dan beliau senang terhadap sesuatu
yang membuat ringan bagi umatnya;
3.
Kebolehan melaksanakan shalat sunnah
setelah ‘ashar ini diberikan dengan taqyid (pembatasan), yakni
jika matahari masih tinggi/panas dan bercahaya putih (belum meredup)
sebagaimana dikhabarkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib ra. Adapun jika matahari telah redup cahayanya, maka tidak boleh
mengerjakan shalat sunnah ba’da ashar sebagaimana keumuman larangan dalam
hadis pertama.
C.
Pandangan ulama mengenai shalat sunnah
setelah ‘ashar.
1.
Pada umumnya ulama melarang shalat
sunnah setelah shalat ashar. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu Hurairah. Pendapat
ini didukung oleh Umar bin Khattab, Ibn Umar, Ibn ‘Abbas, Khalid bin Walid, Mu’awiyah,
dan sejumlah shahabat yang lain. Di kalangan Tabi’in dan Tabi Tabi’in
antara lain Malik, al-Awza’i, al-Tsauri, Abu Tsaur, Hanafi, Syafi’i, Ishaq, dan
Ahmad.[4]
2.
Mengingat adanya hadis yang melarang
shalat sesudah ashar, dan adanya hadis tentang shalatnya Rasulullah Saw setelah
ashar, sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah ra, maka larangan shalat sunnah setelah
ashar hukumnya makruh. Kecuali jika
shalat sesudah ashar itu merupakan shalat qada (pengganti) dari shalat
sunnah ba’da dhuhur yang tidak sempat dilakukan, atau karena ada sebab
lain maka hal itu dibolehkan. Pendapat ini termasuk pendapat dari Imam Syafi’i;[5]
3.
Shalat sunnah setelah ashar, merupakan “kekhususan”
bagi Nabi Saw, tidak berlaku bagi umatnya. Alasannya, karena sungguhpun ada
hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Saw pernah melakukan shalat sunnah setelah
ashar, tetapi juga terdapat hadis yang melarang shalat setelah ashar hingga
terbenamnya matahari. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah
al-Thahawi;[6]
4.
Larangan shalat sunnah setelah ashar,
adalah bila waktunya mendekati matahari terbenam. Namun, jika waktu ashar masih
panjang, maka shalat sunnah setelah ashar boleh saja. Hal ini berdasarkan pada
hadis ‘Aisyah yang menerangkan bahwa Nabi Saw telah membiasakan shalat sunnah
setelah ashar, hingga beliau wafat. Selain itu juga berdasarkan hadis riwayat
Ali yang membolehkan shalat setelah ashar bila
matahari masih putih dan tinggi. Yang berpendapat seperti ini antara lain Muhammad
Nashiruddin al-Albani. [7]
Wallahu a’lam
bishshawab!
[2] Menurut
al-Albani, hadis tersebut hasan shahih. Al-Albani, Shahih Wa Da’if
Sunan al-Nasa-i, Vol.II/ 224.
[3] Muhammad
Mushthafa Al-A’dhami menilai hadis tersebut shahih. Ibn Khuzaymah, Shahih
Ibn Khuzaymah, tahqiq Mushthafa al-A’dhami, Vol.II (Bayrut: al-Maktab
al-Islami, 1970), 265.
[4]
Ibn Rajab, Fath al-Bari, Vol.III (al-Su’udiyah: Dar Ibn al-Jawzi, 1422
H), 280.
[5] Muhammad Syams al-Haq al-‘Adzim al-Abadi, ‘Awn al-Ma’bud Syarh Sunan
Abi Dawud, Vol.IV (Bayrut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415 H), 107.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar