ADAB DAN CARA BERDOA
Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
ADAB DALAM BERDOA:
1. Memulai
berdoa dengan memuji Allah dan bershalawat atas Nabi Muhammad saw. Hal ini
didasarkan pada riwayat Fudhalah bin Ubaid. Rasulullah saw bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ
عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ. )رواه الترمذى(
“Apabila
salah seorang di antaramu berdoa, hendaklah ia memulai dengan mengagungkan dan
memuji Allah, kemudian
bershalawat untuk Nabi saw, setelah itu berdoa dengan doa yang dikehendaki.” (HR. at-Tirmidzi).
Al-Albani berkata hadits ini shahih (al-Jami’
al-Shaghir Waziyadatuh,I/65)
2. Dalam
berdoa hendaklah dengan merendahkan diri dan dengan suara perlahan. Hal
ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surat al-A'raf (7): 55
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَ خُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri
dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas".( QS. al-A'raf (7): 55)
3. Ketika
akan mengakhiri doa hendaklah menutup dengan hamdalah. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surat Yunus (10): 10:
... وَءَاخِرُ دَعْوَاهُمْ
أَنِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“... dan penutup doa mereka adalah
“al-hamdulillahi Rabbil-‘aalamiin”.( Yunus
(10): 10)
4. Ketika
berdoa dianjurkan dengan mengangkat tangan. Anjuran ini didasarkan pada hadits
berikut ini:
عَنْ سَلْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ
يَدَيْهِ فَيَرُدَّهُمَا صِفْرًا أَوْ قَالَ خَائِبَتَيْنِ (رواه ابن ماجه)
“Dari Salman dari Nabi saw beliau
bersabda: Sesungguhnya Tuhanmu adalah "sangat malu" lagi Maha
Pemurah, Dia merasa malu kepada hamba-Nya yang menengadahkan kedua tangannya
kepada-Nya, kemudian ditolak-Nya sama sekali atau sia-sia." (HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)
Al-Albani berkata hadis ini shahih
(Shahih Ibn Majah, II/331)
Tentang
mengangkat tangan dalam berdoa, ulama berbeda pendapat. Pertama,
sebagian ulama mengatakan hanya boleh dalam shalat istisqa’. Kedua, sebagian
yang lain tidak membolehkan dalam semua doa. Ketiga, boleh mengangkat tangan
dalam semua doa. (Abd al-Razaq bin Abd al-Muhsin al-Badar, Fiqh al-Ad’iyah
wa al-Adzkar,II/178)
Masalah perbedaan pendapat ini bersumber
pada hadits Anas berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِي اْلاِسْتِسْقَاءِ
حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ [رواه مسلم، كتاب صلاة الاستسقاء، نمرة: 5/895]
Dari
Anas, bahwa Nabi saw tidak mengangkat kedua tangannya sedikitpun ketika berdoa, kecuali dalam istisqa’
(mohon air hujan) hingga terlihat putih kedua ketiaknya.” [Diriwayatkan
oleh Muslim, Kitab Shalat
al-Istisqa,No 5/895]
Berdasarkan kedua
dalil tersebut tampak adanya ta’arud (pertentangan). Satu hadis menganjurkan angkat tangan dalam
berdoa, sementara hadis yang lain menunjukkan tidak adanya perintah mengangkat
tangan kecuali pada shalat istisqa. Karena pada dalil-dalil tersebut tampak
adanya ta’arud, maka untuk mengambil keputusan perlu menggunakan metode al-jam’u
wa at-taufiq (mengumpulkan dan mengkompromikan) antara kedua dalil yang
tampak bertentangan tersebut.
As-Shan’aniy,
dalam kitabnya (Subulus-Salam, IV/218)
menjelaskan; bahwa hadis-hadis tentang mengangkat tangan, menunjukkan
bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa adalah mustahabb (dianjurkan),
dan hadis-hadis yang memerintahkan agar mengangkat kedua tangan ketika berdoa
jumlahnya cukup banyak. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Anas, yang
menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya ketika
berdoa, kecuali hanya ketika dalam istisqa’, dia menjelaskan bahwa yang
dimaksudkannya ialah al-mubalaghah fi ar-raf’i (melebihkan dalam
mengangkat kedua tangan), yaitu mengangkat kedua tangannya dengan amat tinggi,
dan yang demikian itu tidaklah terjadi kecuali ketika berdoa dalam istisqa’.
Dengan demikian,
maka jelaslah bahwa dua hadits tersebut tidaklah bertentangan (ta’arud),
sebab kedua hadits tersebut masih dapat di-taufiq-kan (dikompromikan).
Kesimpulan :
Mengangkat kedua
tangan ketika berdoa adalah sunnah atau mustahab, dan tidak perlu mengangkat
tinggi-tinggi, kecuali pada waktu istisqa’. Adapun maksud dari hadits
Anas yang menunjukkan bahwa Nabi saw ketika berdoa tidak mengangkat kedua
tanganya kecuali dalam shalat istisqa’ adalah tidak berlebih-lebihan
dalam mengangkat tangan. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam berdoa kita
dianjurkan untuk mengangkat tangan, tetapi tidak berlebih-lebihan tingginya.
CARA MENGANGKAT TANGAN DALAM BERDOA
Setelah
kita memahami bahwa mengangkat tangan saat berdo’a itu sunnah Rasulullah, maka
sekarang bagaimana cara mengangkat tangan tersebut ?
Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dengan sanad yang shahih baik
secara marfu’ maupun mauquf berkata :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ الْمَسْأَلَةُ أَنْ تَرْفَعَ يَدَيْكَ حَذْوَ
مَنْكِبَيْكَ أَوْ نَحْوَهُمَا وَالاِسْتِغْفَارُ أَنْ تُشِيرَ بِأُصْبُعٍ وَاحِدَةٍ
وَالاِبْتِهَالُ أَنْ تَمُدَّ يَدَيْكَ جَمِيعًا
“Berdo’a
untuk meminta sesuatu adalah dengan cara engkau mengangkat kedua tanganmu
sejajar dengan pundak, adapun kalau saat beristighfar maka engkau
mengisyaratkan dengan satu jari, adapun kalau meminta sesuatu dalam keadaan
sangat kepepet maka engkau angkat semua tanganmu keatas.”HR. Abu Dawud: 1491,
dan dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Sunan Abu Dawud, I/553).
Berkata
Syaikh Bakr Abu Zaid mengomentari hadis Ibnu Abbas tersebut :
“Telah
datang beberapa hadits dari perbuatan Rasulullah yang menerangkan keadaan
setiap doa’, yaitu :
Keadaan berdo’a
untuk meminta sesuatu maka caranya mengangkat kedua tangan sejajar dengan
kedua pundak dengan mengumpulkan kedua telapak tangannya, membentangkan bagian
depan telapak tangannya ke arah langit dan punggungnya ke arah bumi, dan kalau
dikehendaki bisa dihadapkan ke arah wajahnya sedangkan punggungnya menghadap
kiblat. Ini adalah cara mengangkat tangan yang biasa dilakukan dalam do’a,
witir, dan saat-saat do’a pada waktu menjalankan ibadah haji yaitu di Arafah,
Masy’aril Haram, setelah melempar jumroh shughro dan wushtho serta saat berada
di atas bukit shofa dan marwa juga do’a-do’a lainnya.
Tatkala
istighfar, caranya dengan
mengangkat jari telunjuk tangan kanan. Cara ini khusus dilakukan saat dzikir
dan berdo’a dalam khutbah, juga saat tasyahud serta saat
berdzikir, memuji dan mengagungkan Alloh Ta’ala di luar shalat.
Saat
benar-benar merendahkan diri pada Allah Ta’ala untuk
meminta sesuatu dengan sangat atau dalam keadaan sangat kepepet, caranya adalah dengan mengangkat seluruh tangan ke langit sehingga terlihat putih ketiaknya karena saking tingginya saat
mengangkat tangan. Cara ini lebih khusus dari pada dua cara
sebelumnya, dan hanya digunakan untuk saat-saat genting dan rumit, seperti masa
paceklik, diserang musuh, ada musibah atau lainnya. (Abd al-Razaq bin Abd al-Muhsin al-Badar, Fiqh al-Ad’iyah wa al-Adzkar,II/176-177
dengan beberapa penyesuaian)
Ketiga
cara ini harus digunakan pada saatnya yang tepat.”
TENTANG MENGUSAP MUKA SETELAH BERDOA
Tidak ada satu pun hadis yang sahih
tentang mengusap muka dengan kedua telapak tangan setelah berdoa. Semua
hadisnya sangat lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai hujjah(dalil). Di
antara hadis tentang mengusap muka adalah sbb:
Hadits pertama:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِى الدُّعَاءِ
لَمْ يَحُطُّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ
بِهَمَا وَجْهَهُ
Artinya:
Dari Umar bin al-Khattab radiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa-sallam mengangkat tangannya dalam berdoa. Beliau tidak mengembalikan
kedua tangannya sehingga mengusap wajahnya (HR.al-Tirmidzi)
Hadis
di atas ini adalah hadis lemah karena sanad hadis ini berasal dari Hammad bin
Isa al-Juhani. Nama lengkap beliau ialah: Hammad bin Isa bin Ubaid bin
at-Thufail al-Juhani al-Wasiti al-Basri. Dia seorang perawi yang sangat lemah.
Sheikh
Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata: Perawi seperti dia adalah
lemah sekali. Maka hadisnya tidak boleh dihasankan, dengan demikian sama sekali
tidak boleh dishahihkan. (Lihat: Irwa al-Ghalil fii Takhrij Ahadis
Manaris Sabil. II/433)
Hadits kedua:
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : اِذَا دَعَوْتَ اللهَ فَادْعُ بِبَاطِنِ
كَفَّيْكَ ، وَلاَ تَدْعُ بِظُهُوْرِهَا ، فَاِذَا فَرَغْتَ فَامْسَحْ بِهِمَا وَجَهَكَ
Artinya:
Dari Ibn Abbas, beliau berkata: Bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wa-sallam: Jika engkau berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan telapak
tanganmu, janganlah berdoa dengan kedua-dua belakangnya. Maka setelah selesai,
sapulah wajahmu dengan kedua tanganmu”. (Hadis Riwayat Ibnu Majah dalam Sunan. 1/373.
Hadis No. 1181)
Dalam
az-Zawaid dinyatakan: Isnad hadis ini lemah. Ia dilemahkan karena terdapat perawi bernama Shaleh bin Hassan. (Lihat: Sunan Ibn Majah. 1/373). Menurut Imam al-Bukhari rahimahullah: Hadis yang berasal dari Shaleh
bin Hassan al-Ansari dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurdzi adalah hadis mungkar. Dan
beliau berkata lagi: Setiap seseorang yang telah aku katakan hadisnya mungkar,
maka tidak boleh untuk meriwayatkan hadis darinya. (Lihat Al-Zahabi, Mizan
al-I’tidal, I/6)
Syaikh
Islam Ibnu Taimiyah berkata: Adapun tentang Nabi mengangkat kedua tangannya
sewaktu berdoa, maka sesunggunya telah diriwayatkan hadis-hadis yang sahih lagi
banyak(jumlahnya). Sedangkan tentang mengusap muka, tidak ada satu pun hadis
yang sahih. Ada satu atau dua hadis, tetapi tidak dapat dijadikan hujjah.(Majmuu'
Fataawa Ibnu Taimiyah,XXII/519). Baca juga AL-Albani, Al-Silsilah al-Sahihah, II/142)
Imam
al-Nawawi dalam kitabnya al-Mjmu’ juga berpendapat bahwa tidak ada sunnahnya mengusap muka. Baca juga
Ibnu ‘Alan di dalam kitab Syarh al-Adzkar (2/311).
Wallahu
A’lam bi al-Shawab !
kumpulan do'a dalam qur'an dan sunnah pdf
BalasHapushttp://adf.ly/1arS5A
http://adf.ly/1arSA3
http://adf.ly/1arSDs