MATIKAN HP SAAT SALAT
Oleh
Permasalahan
Suatu saat saya mengikuti salat berjamaah di sebuah
masjid. Saya lupa tidak sempat mematikan Handphone (HP) saya. Di Tengah-tengah
salat berjamaah, tiba-tiba HP saya berdering. Saya bingung, apakah saya harus
mematikan HP saya, ataukah saya biarkan HP tetap berdering tetapi pasti
mengganggu kekhusyukan orang yang sedang salat? Tanpa pikir Panjang, HP pun
saya matikan agar tidak mengganggu orang banyak yang sedang mengukuti salat
berjamaah. Atas kasus ini, mohon penjelasan dari Pengasuh Konsultasi Agama
untuk membahasnya, apakah mematikan HP saat salat tersebut dibolehkan atau
dapat membatalkan salat? Atas perkenannya, saya sampaikan terima kasih dengan
iringan doa jazakumullah khairal jaza’ (Muhsin, Surabaya).
Pembahasan
Salat
adalah ibadah khusus dengan gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam (HR. Abu Dawud No. 618, al-Tirmidzi
No. 238, Ibn Majah No. 275). Sejak dimulai dengan takbiratul ihram di awal
salat itu maka berlaku larangan (haram) melakukan apa saja yang bukan amalan
salat. Tidak boleh berbicara atau membaca selain bacaan dalam salat, tidak
boleh bergerak seperti memalingkan muka ke kanan dan ke kiri, dan tidak boleh
melakukan apapun selain amalan yang disyariatkan dalam salat. Saat salat harus
fokus menghadap Allah dengan khusyuk.
Nabi
saw bersabda: (إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا), “sesungguhnya
di dalam salat itu ada kesibukan” (HR. al-Bukhari No. 1216). Maksudnya, orang
yang sedang salat itu harus disibukkan dengan amalan-amalan salatnya, yakni
sibuk atau fokus dengan bacaan al-Qur’an, bacaan dzikir dan doa serta
amalan-amalan yang disyariatkan dalam salat. Tidak boleh ada bacaan, dzikir dan
doa serta amalan yang di luar salat (Abadi Abu al-Thib, Aun al-Ma’bud, III/135).
Saat sedang salat harus fokus menghadap Allah dengan menghayati apa saja yang
dibacanya, dan tidak boleh disibukkan dengan yang lain, juga tidak boleh
menjawab salam (Badruddin al-Aini, Syarah Sunan Abi Dawud, IV/157).
Fokus dalam salat memang sangat ditekankan, karena
dengan bisa fokus akan lebih memudahkan untuk menjaga koneksi spiritual antara
seorang manusia dengan Allah sebagai Tuhan yang disembah. Salah satu cara untuk
mendukung terciptanya salat yang khusyuk dan khidmat diperlukan tempat yang
nyaman, suasana yang hening, jauh dari hingar bingar suara di sekelilingnya.
Dalam hal ini termasuk membaca al-Qur’an pun tidak boleh dikeraskan saat sedang
ada orang salat di dekatnya.
Suatu ketika Nabi ﷺ beriktikaf di masjid. Saat itu beliau mendengar
sejumlah sahabat membaca al-Qur’an dengan keras, lalu Nabi saw membuka tabir
dan bersabda:
أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ
يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِى
الْقِرَاءَةِ ». أَوْ قَالَ: فِى الصَّلاَةِ
“Ketahuilah bahwasanya masing-masing kalian itu sedang bermunajah dengan
Tuhan, maka janganlah kalian saling mengganggu satu dengan yang lain, dan
jangan saling mengeraskan bacaannya, atau di dalam salat” (HR. Abu Dawud No.
1334).
Bila bacaan al-Qur’an
saja tidak boleh dikeraskan saat sedang berada dekat orang yang sedang salat,
apalagi suara-suara yang lain. Tentu lebih tidak boleh lagi. Nah, sekarang
bagaimana bila sedang salat tiba-tiba terdengar suara dering HP yang ada dalam saku
orang yang sedang salat atau ada di depan orang yang sedang salat, apakah boleh
orang yang salat tadi mematikan HP-nya?
Sudah maklum, di era modern yang serba canggih ini,
teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia
sehari-hari. Salah satu perangkat teknologi yang paling umum dimiliki adalah
telepon pintar atau smartphone. Namun, ada situasi-situasi tertentu di mana
kita diharapkan untuk fokus sepenuhnya pada ibadah, salah satunya adalah saat
melakukan salat. Karena itu, agar HP tidak mengganggu dalam salat maka HP harus
dimatikan terlebih dahulu sebelum salat atau di-silent-kan agar saat ada
panggilan masuk tidak sampai berbunyi.
Bila lupa tidak sempat mematikan HP atau tidak men-silent-kan
HP kemudian di tengah-tengah salat HP berdering maka agar tidak mengganggu
kekhusyukan salat, apalagi saat salat berjamaah, harus diusahakan untuk
bisa mematikan bunyi dering HP-nya. Usaha untuk mematikan HP ini memang
diperlukan gerakan-gerakan tertentu di luar gerakan salat. Namun, demi
mendapatkan kekhusyukan dalam salat maka gerakan untuk mematikan bunyi HP
tersebut dibutuhkan. Al-Hafidz Ibnu Hajar (w. 852 H/1449 M) menjelaskan:
إِزَالَة التَّشْوِيش عَنِ الْمُصَلِّي بِكُلِّ طَرِيق
مُحَافَظَة عَلَى الْخُشُوع
“Menghilangkan segala
yang mengganggu orang yang salat dengan cara apapun, dapat menjaga untuk terus
khusyuk.” (al-Asqalani, Fath al-Bari, II/389).
Ulama ahli Fiqh menyebutkan dalam qaidah
fiqhiyahnya sebagai berikut:
الْحَاجَةُ
تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً
“Kondisi hajat itu bisa menempati posisi darurat, baik
bersifat umum maupun khusus (al-Suyuti, al-Asybah Wa
al-Nadzair, I/162). Dalam kondisi darurat, berlaku kaidah:
اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ
“Kondisi darurat itu membolehkan
yang (tadinya) dilarang” (al-Zarkasyi, al-Mantsur Fi al-Qawa’id,
II/317). Maksudnya, dalam salat, gerakan-gerakan yang mestinya tidak boleh
dilakukan, karena kondisi darurat (sangat diperlukan), maka gerakan tertentu (seperti
mematikan Hp) menjadi dibolehkan.
Beberapa dalil yang bisa dijadikan hujjah untuk
membolehkan gerakan tertentu (gerakan di luar salat) saat sedang salat, seperti
mematikan HP yang sedang berdering saat sedang salat dapat dipaparkan beberapa
hadis sebagai berikut:
1.
Nabi ﷺ tidak keluar dari salatnya (tidak membatalkannya) ketika membuka pintu untuk Aisyah ra. bahkan beliau membukanya sementara
beliau dalam kondisi salat kemudian beliau kembali ke tempatnya (melanjutkan
salatnya). Diriwayatkan Imam Ahmad:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: " كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي الْبَيْتِ وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ،
فَجِئْتُ، فَمَشَى حَتَّى فَتَحَ لِي، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مَقَامِهِ، وَوَصَفَتْ
أَنَّ الْبَابَ فِي الْقِبْلَةِ
“Dahulu Nabiﷺ salat
di rumah sementara pintunya terkunci, maka saya datang dan beliau berjalan
membuka pintu untukku kemudian kembali ke tempatnya. Ia menjelaskan bahwasanya
pintunya di arah qiblat (HR. Ahmad No. 24027, Abu
Dawud No. 923, al-Nasa’i, No. 3537,
al-Tirmidzi No. 601). Al-Albani menilai hadis ini hasan (al-Albani, Sahih
al-Tirmidzi No. 601).
Ibn
Rajab al-Hanbali (w. 795 H) mengatakan, hadis tersebut menunjukkan bahwa berjalan
sekedarnya (karena tuntutan) tidak membatalkan salatnya. Ini adalah pendapat
jumhur ulama salaf (Ibn Rajab, Fath al-Bari, VI/382). Lebih lanjut Ibn Ruslan (w. 844 H) menjelaskan bahwa berjalan
yang dibolehkan adalah selangkah atau dua langkah, atau lebih dari itu tetapi
dilakukan secara terpisah (al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, III/176).
2. Nabiﷺ pernah memerintahkan untuk membunuh ular dan kalajengking saat sedang
salat. Diriwayatkan Abu Hurairah ra., Rasulullah ﷺ bersabda:
اقْتُلُوا
الأَسْوَدَيْنِ فِى الصَّلاَةِ الْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ
“Bunuhlah dua binatang hitam
dalam salat, ular dan kalajengking” (HR. Abu Dawud No.921). Hadis ini sahih
(al-Albani, Sahih Wa Dhaif Sunan Abi Dawud No. 921).
Syekh al-Utsaimin rahimahullah (w. 2001 M) mengatakan, “Orang salat
diperbolehkan membunuh ular bahkan disunahkan hal itu. Karena Nabi ﷺ memerintahkan hal itu seraya
bersabda: “Bunuhlah dua binatang hitam dalam salat, ular dan kalajengking. Dari
sini, maka disunahkan membunuh ular. Kalau menyerangnya, maka wajib dibunuhnya
untuk mempertahankan diri. Diperbolehkan membunuh kalajengking juga. Dan ini
lebih sering sengatannya dibandingkan dengan sengatan ular” (al-Utsaimin, al-Syarh
al-Mumti’, III/253).
3.
Nabiﷺ pernah menggendong cucunya saat menjadi imam salat.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ
الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ
فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا
Dari Abu Qatadah: “Sesungguhnya Rasulullahﷺ melaksanakan salat sembari
menggendong ‘Umamah binti Zainab binti Rasulullah ﷺ, ‘Umamah merupakan
putri Abi al-Ash bin Abd al-Syams, ketika sujud, Rasulullahﷺ meletakkannya (di lantai) dan ketika
berdiri (dari sujud), Rasulullahﷺ menggendongnya kembali.” (HR.
Bukhari No. 516, Muslim No. 1240).
Menurut ‘Amr bin
Salim yang diriwayatkan oleh Zubair bin Bakr, Salat yang dilaksanakan oleh
Rasulullahﷺ adalah salat
Subuh (Badruddin al- ‘Ainy, Umdat al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari,
VII/285).
Para ulama
menjadikan hadis ini sebagai dalil bolehnya melaksanakan salat sambil
menggendong anak. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal (w. 241 H/855 M) ketika ditanya perihal salat sambil menggendong anak.
Beliau menjawab: 'Iya, boleh,' dengan menjadikan hadis riwayat Abi Qatadah
sebagai dalil." (Badruddin al- ‘Ainy, Syarh Sunan Abi Dawud,
IV/146).
Berdasarkan tiga hadis tersebut dapat difahami
bahwa dalam keadaan salat, selain harus memperhatikan gerakan-gerakan yang
disyariatkan dalam salat, dan bacaan-bacaan dzikir dan doanya, juga boleh
melakukan gerakan-gerakan tertentu (di luar salat) yang dibutuhkan demi
kekhusyukan salat. Di antara gerakan-gerakan di luar salat yang diperbolehkan
(dalam tiga hadis tersebut) adalah membukakan pintu, membunuh ular dan
kalajengking, serta menggendong anak kecil saat sedang salat. Bila
gerakan-gerakan tersebut (gerakan kaki dan tangan di luar salat) dibolehkan
maka gerakan untuk mematikan HP yang berdering saat salat tentu dibolehkan.
Bahkan demi kekhidmatan dan kekhusyuan salat, mematikan HP menjadi keharusan. Wallahu
A’lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar