PERINTAH HEMAT AIR
Oleh
Permasalahan
Islam diyakini sebagai agama yang mencakup segala hal minimal dalam
sekala global. Bagaimana dengan masalah konsumsi air sehari-hari. Apakah Islam
juga mengaturnya? Adakah perintah dalam menghemat air, dan adakah larangan
pemborosan dalam mengonsumsi air? Bila ada larangan, apakah juga berlaku dalam
penggunaan air untuk bersuci saat hendak beribadah, misalnya saat berwudu
maupun mandi besar? Demikian permasalahan
yang kami sampaikan. Mohon pengasuh Konsultasi Agama berkenan memberikan
ulasan-ulasannya dengan menyertakan dalil-dalil dari al-Qur’an maupun al-Hadis.
Jazakumullah khairan katsiran (Antin, Sidokare Sidoarjo).
Pembahasan
Islam sebagai agama
yang sempurna di sisi Allah, kaya dengan nilai-nilai dasar (al-qiyam
al-asasiyah) yang bisa dijadikan pedoman dan tuntunan dalam berbagai hal, termasuk
dalam mengonsumsi air. Sebagai negara yang memiliki potensi air yang sangat
besar, sudah sepantasnya warga negara Indonesia yang mayoritas muslim ini
memberikan perhatian lebih terhadap anugerah air yang ada di negeri ini sebagai
rasa syukur kepada Allah.
Di antara tanda syukurnya adalah dengan menggunakan air sebaik mungkin,
dan mengelolanya untuk kepentingan kemanusiaan dan lingkungannya dengan
seadil-adilnya. Allah swt. mengingatkan agar pendistribuan asset milik publik,
di antaranya seperti air, harus disebarkan secara merata dan berkeadilan.
مَآ اَفَاۤءَ
اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِه مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى
الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ
دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ
“Apa saja
(harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada
Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat
(Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian)
agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu…” (QS. Al-Hasyr, 7).
Untuk kepentingan
pemerataan, maka diperlukan adanya kepedulian kepada orang lain. Air sebagai
kebutuhan manusia yang pokok, harus disadari bahwa bukan hanya dirinya yang
memerlukan air, tetapi banyak orang lain yang juga memerlukannya. Kesadaran ini
sangat penting untuk menumbuhkan kepedulian kepada orang lain.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا
يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلَأُ (رواه البخارى ومسلم)
“Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh menahan kelebihan air untuk
menghalangi tumbuhnya rumput" (HR. Al-Bukhari No. 2353, Muslim No.4089).
Hadis
ini menjelaskan tentang peringatan Rasulullah saw. kepada umatnya agar dalam pengairan
sawah atau kebun supaya tidak melebihi batas penampungan air ladangnya atau
sengaja di tampung dengan ditahan rerumputan agar tidak mengalir ke ladang atau
sawah saudaranya. Hal ini sangat
dilarang oleh Rasulullah saw, karena merugikan orang lain yang juga membutuhkan.
Dalam
hadis lain disebutkan:
وَقَالَ عُثْمَانُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَكُونُ دَلْوُهُ فِيهَا كَدِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ
فَاشْتَرَاهَا عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Ustman
berkata: “Nabi Saw bersabda: “Siapakah yang mau membeli sumur Ruma lalu
menjadikan timbanya (bagiannya) pada sumur itu sama seperti timba (bagian) kaum
muslimin (mewakafkannya?). Kemudian Usman bin Affan ra. membelinya (HR. al-Bukhari
No.2350).
Hadis tersebut disampaikan
pada peristiwa setelah hijrah Nabi saw. dari Makkah ke Madinah. Saat itu umat
Islam tidak bisa mendapatkan air untuk dikonsumsi karena sumber daya air
(sumur) dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Ketika umat Islam mendatangi sumur
bernama Ruma, mereka menutupnya, tidak mengizinkan kaum muslimin menggunakannya
selain orang-orang Yahudi. Ketika para sahabat mengadukan hal tersebut kepada
Nabi saw., maka keluarlah pernyataan Nabi saw tersebut. Dalam redaksi lain
Riwayat al-Bukhari No. 3694, Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa menggali sumur Ruma, maka
ia akan mendapatkan surga” (Ibn Bathal, Syarh Sahih al-Bukhari,
VI/491-492).
Selain pemerataan, juga perlu efisiensi dalam penggunaan air secara
tepat dan berdaya guna. Dalam hal ini penggunaan air hanya dilakukan sesuai
dengan keperluan dan tidak berlebihan. Islam menekankan agar melakukan sesuatu
atau menggunakan sesuatu yang mendatangkan manfaat dan menghindari hal-hal yang
tidak berguna. Nabi saw. bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:«مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ
يَعْنِيْهِ». حَدِيْثٌ حَسَنٌ, رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَغَيْرُهُ هَكَذَا.
Abu
Hurairah ra.berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang adalah dia
meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. al-Tirmidzi No. 2318. Hadis ini hasan).
Pemanfaatan air secara efisien, sesuai
kebutuhan sangat dianjurkan dalam segala hal, termasuk bersuci dengan air, seperti
mandi besar dan berwudu juga diperintahkan menggunakannya dengan secukupnya.
Al-Nawawi dalam kitabnya (Khulashat al-Ahkam, I/118), mengutip hadis
Nabi saw tentang larangan boros dalam berwudu. Kepada orang yang sedang
berwudu, Nabi saw bersabda: “jangan boros” (لا تُسْرِفْ). Hadis ini lengkapnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sbb:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ
فَقَالَ مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ قَالَ أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ قَالَ
نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ
Dari Abdullah Ibn ‘Amr bin al-‘Ash, bahwasanya
Nabi saw. melewati Sa'd yang sedang berwudu, lalu beliau bersabda: "Kenapa
berlebih-lebihan?” Sa'd berkata:
"Apakah dalam wudu juga ada berlebih-lebihan?". Beliau menjawab:
"Ya, meskipun engkau berada di sungai yang mengalir" (HR. Ahmad No.7065).
Al-Syanqithi
mengatakan bahwa status hadis ini diperbincangkan ulama. Banyak ulama yang
menilai sanadnya lemah. Namun, maknanya sahih, karena didukung oleh al-Qur’an
yang melarang bersikap boros. “…. Janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu
adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra, 26-27). Dengan demikian, hadis
ini dapat dinilai sahih matannya meskipun sanadnya daif. Wallahu A’lam
(al-Syanqithi, Syarh al-Tirmidzi, XXVI/21).
Mengenai berapa ukuran
air yang dipakai dalam berwudu dan mandi, disebutkan dalam beberapa hadis
sebagai berikut:
كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى
خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
“Nabi saw. mandi menggunakan air sebanyak satu sha‘ hingga
lima mud. Sedangkan untuk mengambil air wudu, beliau saw. menghabiskan air
sebanyak satu mud” (HR. al-Bukhari No.201).
Menurut Naser Faruqi, satu mud setara dengan 2/3
liter air. Sedangkan satu sha’ sampai 5 mud untuk mandi setara dengan
2 liter sampai 2 2/3 liter (Faruqi, Water Management in Islam, 1998). Ukuran
ini hampir sama dengan perhitungan Syamsul Anwar yang menyatakan satu mud
setara dengan 4/6 atau 2/3 liter dan satu sha’ setara dengan 2,752 liter
(suaramuhammadiyah.id/2022/06/17).
Dalam hadis lain disebutkan bahwa
Nabi saw. pernah wudu dengan menggunakan bejana berisi air sekitar 2/3 mud.
عَنْ أُمّ
عِمَارَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ فَأُتِىَ بِإِنَاءٍ
فِيهِ مَاءٌ قَدْرُ ثُلُثَىِ الْمُدِّ.
Dari Ummi ‘Imarah, “Nabi saw. berwudu dengan
sebuah wadah berisi air sekitar dua per tiga mud” (HR. Abu Dawud No. 94). Al-Albani
mensahihkannya.
Sebagian ulama berpendapat
bahwa satu mud atau satu sha’ air bukanlah batas minimal yang diharuskan.
Hadits di atas hanyalah menceritakan kadar air yang telah mencukupi bagi wudhu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan batas minimal
yang diharuskan sehingga tidak boleh berwudhu atau mandi kurang dari kadar
tersebut. Tujuannya adalah sebagai peringatan adanya keutamaan untuk bersikap
sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Oleh karena itu, dianjurkan bagi yang
mampu menyempurnakan wudhunya dengan kadar air yang sedikit untuk berhemat
dalam menggunakan air dan tidak melebihi kadar tersebut. Karena sikap boros dan
berlebih-lebihan dilarang dalam syariat (Ibn Bathal, Syarh Sahih al-Bukhari, I/303).
Berdasarkan hadis-hadis tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah saw.
sangat hemat air dalam wudu. Karena itu, pemborosan air wudu perlu dihindari
untuk menghindari perilaku mubazir. Di antara cara yang bisa diupayakan adalah saat membuka keran agar diatur sekadar
keluar air yang cukup dipakai untuk meratakan anggota yang dibasuh saat wudu.
Jangan sampai membuka keran terlalu lebar karena dapat membuang air dengan sia-sia.
Selanjutnya, hendaknya dipastikan, pada saat meninggalkan
keran sudah dalam keadaan tertutup rapat. Bila keran rusak, agar segera diganti
demi menghindari terbuangnya air secara sia-sia. Kalau perlu, gunakan cerat
demi penghematan air. Kita berdoa semoga Allah SWT melindungi kita dari
pekerjaan setan yang terkutuk, salah satunya boros memakai air. Kita meminta
agar Allah menyelamatkan kita semua dari tindakan yang dibenci-Nya.
Selain itu, kalau kita melihat
ajaran Nabi terkait air, bukan hanya melarang berlebihan dalam penggunaannya, tetapi
juga perintah untuk menjaganya dari pencemaran. Berikut ini contoh hadis yang
menjelaskan larangan kencing dalam air yang menggenang, tidak mengalir:
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ
الرَّاكِدِ.رواه مسلم
Dari Jabir,
Rasulullah saw. melarang kencing di air yang menggenang, tidak mengalir (HR. Muslim
No.681).
Ulama
sepakat bahwa apabila ada air yang terkena najis kemudian air itu berubah salah
satu dari tiga sifat, yaitu warna, rasa, dan baunya, maka air itu dihukumi
najis. Adapun bila air yang terkena Najis itu tidak berubah sifat-sifatnya,
maka ulama berbeda pendapat. Pendapat yang kuat adalah bahwa air tidak
duhukumi najis kecuali air itu berubah, baik karena sedikit atau banyak.
Pendapat ini didukung oleh madzhab Maliki dan dipilih oleh Syekh Ibn Taymiyah,
Ibn al-Qayyim, al-Syaukani, dan Ibn al-‘Utsaimin (Sulaiman bin Muhammad
al-Luhaimid, Iqadz al-Afham Syarh Umdat al-Ahkam, I/10).
Dari
paparan di atas, teranglah bahwa Islam mengajarkan bagaimana menggunakan air
dan mengelolanya. Air harus dikelola dengan baik dan didistribusikan secara merata
dan berkeadilan. Penggunaannya harus efisien, hemat dan sesuai dengan keperluan
saja. Air juga harus dijaga kebersihan dan kesehatannya. Sebaliknya, Islam
melarang adanya pemborosan air dalam penggunaannya termasuk untuk kepentingan
bersuci dalam beribadah.
(Artikel ini telah dimuat di Majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi Agusutus 2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar