HUKUM SHALAT
MEMAKAI MASKER
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi
Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Assalamu’laikum wr wb !
Ustadz Zuhdi
rihimakumullah! Belakangan ini, saya biasa melakukan shalat dengan menggunakan
masker, karena kondisi alam dan lingkungan yang dihantui oleh mewabahnya
covid-19. Sementara ada Ustadz di Youtube yang membawakan sebuah hadis tentang
larangan shalat dengan menutup mulut. Bagaimana dengan shalat yang saya lakukan
dengan pakai masker ini, apakah dibolehkan? Mohon penjelasannya, Ustadz! Atas jawabannya,
kami sampaikan terima kasih. Semoga bisa memberikan pencerahan kepada kami (Luluk
Humaidah, Waru).
Wassalamu’alaikum wr wb!
Jawaban:
Benar, ada sebuah hadis yang
melarang orang shalat dengan menutup mulut. Berikut ini hadis dari Abu
Hurairah ra, ia mengatakan:
نَهَى رَسُو لُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ
يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah saw.
melarang seseorang yang menutup mulutnya ketika sedang shalat.
(HR. Abu Daud No. 643).
Status
Hadis
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam Sunan Abi Dawud, I/245 hadis No. 643. Selain oleh Abu Dawud,
hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam Sunan Ibn Majah,
I/ 310 hadis No. 966, Ibn Hibban dalam Sahih Ibn Hibban, VI/117 hadis
No. 2353, al-Hakim dalam al-Mustadrak, I/384 hadis No. 931, Ibn
Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah, II/60 hadis No. 918, dan al-Bayhaqi
dalam al-Sunan al-Kubra, II/242 hadis No. 3435. Syekh al-Albani
menyatakan hadis tersebut sahih (Shahih al-Jami al-Shaghir, II/1160).
Pembahasan
Hadis tersebut menjelaskan tentang
larangan menutup mulut ketika sedang melaksanakan shalat. Di sekitar kita, ada
sebagian orang yang suka menutupi mulut dan hidungnya dengan masker saat dalam
perjalanan yang banyak berdebu atau saat sedang terserang flu. Pemakaian masker
ini bahkan dituntut atau diharuskan tatkala suatu wabah pandemic (seperti
covid-19) ini terjadi. Di kalangan ahli Fiqh ada istilah yang disebut dengan al-talatstsum
(التلثم), yaitu mengikatkan kain cadar pada mulut
dan hidung (al-Qal’aji, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, I/144).
Menurut
al-Khattabi (w. 288 H), menutup mulut dengan serban merupakan tradisi orang
Arab. Tradisi ini (al-talatstsum) kemudian dilarang oleh Nabi saw. saat
sedang melakukan shalat ((HR. Abu Daud No. 643). Namun larangan ini tidak berlaku saat orang yang sedang shalat menguap,
karena ada perintah dari Nabi saw. untuk menutupi mulutnya saat menguap (al-Khattabi,
Ma’alim al-Sunan, I/179). Dari
Sa’id al-Khudri, Nabi saw. bersabda:
إِذَا
تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يَدْخُل
“Apabila salah seorang
di antara kalian menguap, maka hendaklah menutupi mulutnya dengan tangan,
karena setan akan masuk”(HR. Muslim No. 7683).
Hikmah larangan
menutup mulut saat sedang shalat itu adalah dikarenakan perbuatan seperti itu menyerupai
orang majusi saat melakukan ritual menyembah api (أنه
يُشبه فعل المجوس حال عبادة النيران), tulis Badruddin al-‘Aini dalam kitabnya
(Syarah Sunan Abi Dawud, III/181). Lebih lanjut al-‘Iraqi (w. 806 H) menjelaskan
bahwa larangan menutup mulut dalam shalat itu dikarenakan menyerupai
orang-orang jahiliyah yang suka menutup mulutnya dengan serbannya. Selain itu,
menutup mulut saat sedang shalat dikhawatirkan bisa mengganggu bacaan shalatnya
dan bisa juga mengganggu kesempurnaan sujudnya (al-Albani, Mashabih
al-Tanwir Ala Shahih al-Jami’ al-Shaghir, I/448). Ibn Taymiyah (w. 728 H) juga
menjelaskan bahwa dilarangnya menutup mulut saat shalat itu karena bisa
mengganggu bacaan tajwidnya, bacaan doa dan dzikirnya terutama saat sujud(Ibn
Taymiyah, Syarh al-‘Umdah, II/332).
Berdasarkan
hadis larangan menutup mulut saat shalat tersebut, ulama pada umumnya menghukumi
makruh bagi orang yang menutup mulut
saat melaksanakan shalat. Ibn al-Mundzir (w.319 H) mengatakan:
كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ
الْعِلْمِ يَكْرَهُ تَغْطِيَةَ الْفَمِ فِي الصَّلَاةِ، وَمِمَّنْ رُوِيَ عَنْهُ أَنَّهُ
كَرِهَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ، وَبِهِ قَالَ عَطَاءٌ، وَابْنُ الْمُسَيِّبِ
وَالنَّخَعِيُّ، وَسَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، وَالشَّعْبِيُّ، وَحَمَّادُ بْنُ أَبِي
سُلَيْمَانَ، وَالْأَوْزَاعِيُّ، وَمَالِكٌ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ وَاخْتَلَفَ فِيهِ
عَنِ الْحَسَنِ فَرُوِيَ عَنْهُ أَنَّهُ كَرِهَ ذَلِكَ، وَذَكَرَ الْأَشْعَثُ أَنَّهُ كَانَ لَا يَرَى بِهِ
بَأْسًا
“Banyak ulama yang berpendapat
bahwa menutup mulut ketika shalat itu dihukumi makruh. Di antara mereka yang menilai perbuatan itu makruh adalah Ibnu Umar, Abu Hurairah,
Atha’, Ibnu al-Musayyib, al-Nakha-i, Salim bin Abdillah, al-Sya’bi, Hammad bin
Abi Sulaiman, al-Auza’i, Malik, Ahmad, dan Ishaq. Ada perbedaan pendapat
tentang ini dari al-Hasan, menurutnya perbuatan itu makruh, sedangkan al-Asy’ats berpendapat hal itu tidak apa-apa”(Ibn
al-Mundzir, al-Ausath Fi al-Sunan Wa al-Ijma Wa al-Ikhtilaf,
III/264-265).
Imam al-Nawawi (w. 676 H) mengatakan:
ويكره أن يصلي
الرجل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غيرها ويكره أن يضع يده على فمه في الصلاة إلا
إذا تثاءب فإن السنة وضع اليد على فيه ففي صحيح مسلم عن أبي سعيد إن النبي صلى
الله عليه وسلم … والمرأة والخنثى كالرجل في هذا وهذه كراهة تنزيه لا تمنع صحة
الصلاة
“Menutup mulut dan hidung (at-talatstsum) atau
menutup mulut saja dengan tangan atau yang lain ketika shalat hukumnya makruh. Dihukumi makruh juga menutup mulut dengan tangan, kecuali apabila seseorang
menguap dalam shalat, maka disunnahkan menutup mulutnya dengan tangannya. Hal
ini sesuai dengan hadis shahih riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri di atas (HR.
Muslim No. 7683)…. Dalam hal ini wanita dan banci memiliki ketentuan yang sama dengan
laki-laki. Perbuatan ini hukumnya makruh
tanzih (mendekati boleh), sehingga tidak menghalangi keabsahan shalat”(al-Nawawi,
Al-Majmu’, III/179).
Istilah al-talatstsum (menutup mulut dan hidung)
ditemukan dalam beberap atsar. Dalam Kitab Mushannaf Ibn Abi Syaibah hadis
No. 7306,
7307, 7308, 7309, dan 7310 disebutkan bahwa beberapa ulama kalangan sahabat dan tabiin
seperti Ibn Umar, Nafi, Said bin al-Musayyib, Ikrimah, Thawus, dan al-Hasan,
semuanya menganggap makruh (tidak
disukai) orang yang melakukan al-talatstsum (menutup mulut dan hidung) dalam
shalat(Ibn
Abi Syaibah, al-Mushannaf, II/130).
Memakai masker
dalam shalat saat ada wabah
Dalam keadaan normal, umumnya ulama berpendapat bahwa
shalat dengan memakai masker atau yang disebut al-talatstsum (menutup
mulut dan hidung dengan kain) itu hukumnya makruh (tidak disukai).
Bagaimana jika memakai masker itu terpaksa harus dilakukan untuk menghindari
bahaya seperti saat terjadinya musim pandemic virus (covid-19) saat ini?
Dalam kaidah
fiqhiyah disebutkan bahwa al-karahatu tazulu ‘inda al-hajah (الكراهة تزول عند
الحاجة), sesuatu yang tadinya dihukumi makruh bisa hilang (tidak lagi makruh
atau menjadi boleh) apabila ada kebutuhan atau tuntutan(Walid Bin Rasyid, Tadzkir al-Fuhul Bitarjihat
Masail al-Ushul, I/6),
dan kaidah al-hajat tazul al-karahah (الحاجة تزول الكراهة), adanya tuntutan atau kebutuhan bisa
menghilangkan hukum yang tadinya makruh,
menjadi boleh (Ibn Taymiyah, al-Fatawa al-Kubra, I/324).
Atas dasar kaidah-kaidah fiqhiyah tersebut maka dapat
difahami bahwa memakai masker dalam shalat yang tadinya oleh ulama dihukumi makruh, karena adanya tuntutan atau
kebutuhan tertentu, maka memakai masker tidak lagi dihukumi makruh, tetapi mubah atau boleh.
Ibnu Abdil Barr (w. 1071 M)
mengatakan:
أجمعوا
على أن على المرأة أن تكشف وجهها في الصلاة والإحرام، ولأن ستر الوجه يخل بمباشرة
المصلي بالجبهة والأنف ويغطي الفم، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم الرجل عنه.
فإن كان لحاجة كحضور أجانب فلا كراهة
“Para ulama sepakat bahwa
wanita harus membuka wajahnya ketika shalat dan ihram, karena menutup wajah dapat
menghalangi orang yang shalat menempelkan dahi dan hidungnya, dan menutupi
mulut. Padahal Nabi saw. telah melarang lelaki melakukan hal ini. Namun jika
ada kebutuhan, misalnya ada banyak lelaki yang bukan mahram, maka (menutupi
wajah) hukumnya tidak lagi makruh”(Ibn Qudamah. Kasyf
al-Qina’An Matn al-Iqna’, I/268).
Berdasarkan uraian
di atas, maka memakai masker saat shalat di tengah kekhawatiran merebaknya bahaya
pandemi (seperti saat mewabahnya Covid-19), hukumnya diperbolehkan. Memakai
masker ini, dalam kondisi tertentu bukan hanya boleh dipakai dalam shalat,
tetapi diharuskan terutama bagi orang yang menunjukkan gejala-gejala seperti
batuk, flu, pilek, dan demam. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
meluasnya penyebaran wabah yang sangat membahayakan. والله
اعلم
Lihat juga di Youtube:
https://youtu.be/Pj1DwUeSZNc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar