TAHSINUL QUR’AN (2)
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
عَنِ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: زَيِّنُوا
الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ، فَإِنَّ الصَّوْتَ الْحَسَنَ يَزِيدُ الْقُرْآنَ
حُسْنًا.
Dari al-Barra bin
‘Azib, Rasulullah Saw bersabda: “Hiasilah Al-Qur’an dengan
suaramu (yang merdu), karena sesungguhnya suara yang indah(merdu) itu dapat
menambah al-Qur’an semakin indah.”
(HR. Abu Dawud No. 1648, al-Nasa-i No. 1015,
dan al-Darimi No. 3501).
Status Hadis
Syaikh
al-Albani menilai hadis tersebut shahih. Sanadnya jayyid (bagus),
sesuai syarat Muslim (al-Albani, Silsilat al-Ahadis al-Shahihah,
II/270). Husain Sulaim Asad juga menilai hadis tersebut shahih
(al-Darimi, Sunan al-Darimi, ed. Fawaz
Ahmad Zamrali, II/565).
Kandungan
Hadis
Hadis tersebut mengandung
perintah agar kita membaca al-Qur’an dengan cara yang baik dan indah. Dalam hal
ini selain memperhatikan kaidah membacanya berdasarkan ilmu tajwid, juga dibaca
dengan suara yang bagus, indah, dan merdu. Membaca al-Qur’an dengan suara yang
merdu itu dapat memberikan kesan kepada pendengarnya semakin indah, enak
didengar, dan menakjubkan, terutama bagi
para penikmatnya.
Memperindah bacaan al-Qur’an disebut
dengan istilah tahsinul qur’an, yaitu membaca al-Qur’an dengan cara yang
baik dan benar serta dengan suara yang indah, yaitu memperindah dan memperbaiki
bacaan al-Qur’an secara benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Tajwid
merupakan salah satu cabang ilmu al-Qur’an, yaitu ilmu tentang tatacara membaca
al-Qur’an yang baik dan benar, baik cara melafalkan huruf, membunyikan hukum
nun dan tanwin, bacaan mad, hukum waqaf wal ibtida’ dan lain-lain yang terkait
dengan cara membaca al-Qur’an yang baik dan benar.
Urgensinya
Menjaga atau memperhatikan tahsinul
Qur’an merupakan tanda bagusnya keimanan seseorang. Seorang muslim yang
tidak berusaha memperbaiki bacaan al-Qur'an, maka keimanannya terhadap
al-Qur'an sebagai kitab Allah patut diragukan. Karena bacaan yang bagus adalah
cerminan rasa keyakinannya kepada kitab suci ini.
Dalam QS. al-Baqarah, 121, Allah berfirman:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُون
"Orang-orang
yang diberikan al-Kitab (Taurat dan Injil) membacanya dengan benar. Mereka
itulah orang-orang yang mengimaninya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada
al-Kitab, maka merekalah orang-orang yang merugi”.
Dalam
hadis riwayat al-Bukhari disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ
بِالْقُرْآنِ وَزَادَ غَيْرُهُ يَجْهَرُ بِهِ
Dari Abu Hurayrah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak
termasuk umatku orang yang tidak melagukan (memperindah bacaan) Al-Qur’an.”
Dalam riwayat yang lain ada tambahan: “membaca dengan suara yang jelas atau
keras” (HR. al-Bukhari No.7089).
Sesuai
dengan ayat al-Qur’an dan hadis tersebut, wajar jika ulama mengatakan bahwa
membaca al-Qur’an dengan tajwid itu wajib. Barangsiapa tidak berusaha
membacanya dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid, maka ia
berdosa. Ibn
al-Jazari, seorang ulama dan pakar Tajwid al-Qur'an mengatakan dalam Matan
al-Jazariyah:
وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ
لاَزِمٌ مَنْ لَمْ يُجَوّدِ الْقُرَآنَ آثِمٌ لأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلاَ وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَا
وَصَلاَ
Membaca
al-Qur'an dengan tajwid adalah sebuah keharusan. Siapa yang tidak mentajwidkan
al-Qur'an maka ia berdosa, karena dengan Tajwid Allah menurunkannya. Demikian
juga al-Qur’an sampai kepada kita juga dengan tajwid (Ibn al-Jazari, al-Jazariyah,
I/4).
Fadhilahnya
Membaca
al-Qur’an memang harus dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan kaidah tajwid,
kemudian dengan suara yang jelas atau keras agar dapat didengar, dan juga dengan
suara yang indah dan berirama sehingga dapat dinikmati oleh siapa pun yang
mendengarkannya. Adapun faidah dan manfaat bagi orang yang membaca al-Qur’an
dengan baik dan benar, antara lain, sebagaimana disabdakan Nabi Saw:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُقَالُ لِصَاحِبِ
الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا
فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا
"Akan dikatakan kepada Ahli
Qur'an (pada hari kiamat): "Bacalah, naiklah (ke atas surga) dan
bacalah dengan tartil sebagaimana kamu dulu pernah membacanya di dunia. Karena
sesungguhnya kedudukanmu di surga terdapat pada akhir ayat yang kamu
baca." (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi). Al-Albani menshaihkannya.
Hadis tersebut menjelaskan
bahwa orang yang ahli al-Qur’an (gemar membaca al-Qur’an) akan mendapatkan
kehormatan dan kedudukan yang tinggi di akhirat dan di surga. Kata-kata
“naiklah”, adalah naik ke surga. Sedangkan maksud “kedudukan yang sesuai dengan
akhir ayat al-Qur’an yang dibacanya” adalah seberapa banyak dan seringnya
membaca al-Qur’an, maka semakin tinggi kedudukannya di surga (al-Mubarakfuri, Tuhfat
al-Ahwadzi Bisyarh Jami’ al-Tirmidzi, VIII/187) .
Hal ini berarti bahwa orang
yang gemar membaca al-Qur’an dengan sabar, telaten, tartil, hati-hati agar
sesuai dengan kaidah tajwid, serta dengan suara yang jelas dan berlagu indah (tahsinul
Qur’an), maka di surga ia akan mendapatkan perlakuan yang sangat baik,
sambutan yang hangat, pelayanan yang nyaman, dan kenikmatan yang tiada
bandingnya.
“Perumpamaan
orang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah al-utrujjah (limau);
aromanya wangi dan rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an
adalah seperti al-tamrah (buah kurma); tidak ada wanginya, tetapi
rasanya manis. Orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti tumbuhan al-raihaanah
(kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan orang munafik yang
tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti tumbuhan hanzhalah (labu); tidak
ada wanginya dan rasanya pahit.” (HR. Bukhari No. 5427; Muslim No.1896).
Membiasakan
diri dengan tahsin al-Qur’an
Setiap muslim seharusnya
mengejar posisi yang terhormat itu, dengan gemar membaca al-Qur’an, dan
membiasakannya setiap hari satu juz (one day one juz) atau sebulan
sekali khatam al-Qur’an. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi mengenai seorang
sahabat yang bertanya kepada beliau tentang berapa kali sebaiknya mengkhatamkan
al-Qur’an.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فِى كَمْ أَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ « فِى
شَهْرٍ ».
Dari
Abdullah bin Amru bahwasanya dia berkata; "Wahai Rasulullah, berapa
lamakah aku harus mengkhatamkan Al Qur'an?" beliau bersabda: "Dalam
sebulan (sekali khatam)." (HR. Abu Dawud, dan Al-Albani men-shahih-kannya)
Lebih lanjut Abdullah bin
'Amru berkata; "Sesungguhnya aku bisa lebih dari itu (sebulan bisa khatam
lebih dari satu kali)." -Abu Musa (Ibnu Mutsanna) mengulang-ulang
perkataan ini- dan Abdullah selalu meminta dipensasi (agar diizinkan
mengkhatamkan al-Qur’an lebih dari satu kali) hingga beliau bersabda:
"Jika demikian, bacalah al Qur'an (hingga khatam) dalam tujuh hari."
Abdullah berkata; "Aku masih dapat menyelesaikannya lebih dari itu."
Beliau bersabda: "Tidak akan dapat memahaminya orang yang mengkhatamkan Al
Qur'an kurang dari tiga hari." (HR. Abu Dawud, dan Al-Albani
men-shahih-kannya).
Hadis tersebut
menggambarkan betapa tingginya keinginan sahabat untuk dapat sering membaca
al-Qur’an dan mengkhatamkannya berulang-ulang. Nabi memberikan fatwa, idealnya
mengkhatamkan al-Qur’an itu sebulan sekali. Tetapi, karena sahabat ini masih
ingin lebih banyak lagi mengkhatamkan al-Qur’an, akhirnya Nabi Saw membolehkan
khatam al-Qur’an seminggu sekali. Selanjutnya, Nabi memperingatkan agar
mengkhatamkan al-Qur’an itu paling cepat tiga hari sekali. Karena, jika kurang
dari tiga hari, selain tidak akan sanggup memahami isi al-Qur’an dengan baik,
membacanya pun akan tidak bisa baik, tartil, dan indah ( tidak bisa melakukan tahsin
al-Qur’an).
Bagaimana dengan kita,
sudahkah membiasakan qiratul Qur’an setiap harinya?
Ust. Dr. H. Achmad Zuhdi DH, MFil. ~ Kajian berbakti kepada orang tua, ba'da Maghrib, Masjid Al Falah Surabaya (22.03.2019): https://www.youtube.com/watch?v=AgDuuGkQdbQ
BalasHapusKajian Umum bersama Ust. Dr. H. Achmad Zuhdi DH, MFil. biasanya dilaksanakan setiap bulan pada hari Jum'at pekan ke-4/ba'da Maghrib s/d menjelang 'Isya' di Masjid Al Falah Jl. Raya Darmo 137A Surabaya (sebuah masjid besar di dekat Kebun Binatang Surabaya).
Ust. Dr. H. Achmad Zuhdi DH, MFil. ~ Kajian jumlah raka'at sholat tarawih, ba'da Maghrib, Masjid Al Falah Surabaya (22.02.2019): https://www.youtube.com/watch?v=4WfEWG_4foo
BalasHapusKajian Umum bersama Ust. Dr. H. Achmad Zuhdi DH, MFil. biasanya dilaksanakan setiap bulan pada hari Jum'at pekan ke-4/ba'da Maghrib s/d menjelang 'Isya' di Masjid Al Falah Jl. Raya Darmo 137A Surabaya (sebuah masjid besar di dekat Kebun Binatang Surabaya).