PINDAH TEMPAT UNTUK SHALAT SUNNAH
BAKDIYAH
Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh,M.Fil I
Teks
Hadis
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ قَالَ
عَن عَبْدِ الْوَارِثِ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ أَوْ عَن يَمِينِهِ أَوْ
عَن شِمَالِهِ زَادَ فِي حَدِيثِ حَمَّادٍ فِي الصَّلَاةِ يَعْنِي فِي السُّبْحَةِ[1]
Abu Hurairah ra berkata,
Rasulullah Saw bersabda: “Apakah kalian kesulitan - Musaddad berkata dari Abdul Warits- untuk maju atau mundur, geser ke kanan
atau ke kiri ketika shalat”. Dalam hadis riwayat Hammad di tambahkan- dalam
shalat yaitu shalat sunnah"(HR. Abu Dawud No. 1006)
Status Hadis
Hadis
tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya hadis nomor 1006.
Selain Abu Dawud, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnadnya hadis No. 9819; Ibn Majah
dalam Sunannya hadis No. 1427; Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya hadis No. 9492;
dan Ibn Abi Syaibah dalam Mushannafnya hadis No. 16; Menurut al-Albani, hadis
tersebut shahih.[2]
Kandungan Hadis
Hadis
tersebut menjelaskan bahwa setelah shalat wajib yang lima waktu, khususnya pada
shalat-shalat yang dianjurkan shalat sunnah setelahnya (sunnah bakdiyah),
seperti pada shalat dhuhur atau jumat, shalat maghrib dan shalat isya, maka jika
hendak melakukan shalat sunnah bakdiyah dianjurkan untuk pindah tempat dari
tempat shalat wajib yang dilakukan sebelumnya. Dalam hal ini, boleh bergeser
tempat ke sebelah kanan atau sebelah kiri, ke depan atau ke belakang.
Tentang
pindah tempat untuk shalat sunnah bakdiyah setelah shalat wajib ini ada tiga tingkatan. Pertama, setelah
shalat wajib selesai (dzikir dan doa) langsung pergi pulang dan shalat sunnah
bakdiyah di rumah. Kedua, setelah shalat wajib selesai (dzikir dan doa)lalu
bergeser tempat ke sebelah kanan atau ke kiri, ke depan atau belakang kemudian
di situ shalat sunnah bakdiyah. Ketiga, setelah shalat wajib selesai (dzikir
dan doa) maka ia shalat sunnah bakdiyah di tempat yang sama saat ia shalat wajib.
Melakukan
shalat Sunnah di rumah adalah lebih utama dan sangat dianjurkan oleh Nabi Saw.
Dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari, Zaid bin Tsabit menceritakan bahwasanya
Nabi Saw bersabda:
فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ
فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَة[3]
“Maka shalatlah wahai manusia di rumah-rumah
kalian, karena sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang yang
dilakukan di rumahnya sendiri, kecuali shalat wajib” (HR. al-Bukhari No. 731).
Menurut
Imam al-Nawawi, dianjurkannya shalat sunnah di rumah itu karena lebih dapat
merahasiakan dan lebih dapat terjaga dari sikap riya serta hal-hal yang merusak
ibadah. Selain itu dengan shalat sunnah di rumah diharapkan menjadi sebab
turunnya barakah dan rahmat, serta bisa mengundang datangnya Malaikat ke dalam
rumah dan mengusir setan.[4]
Bila tidak langsung pulang, maka
shalat sunnah bakdiyah dapat dilakukan tetap di dalam masjid dengan cara pindah
tempat dari tempat ia shalat wajib sebelumnya. Caranya bisa dengan bergeser ke kanan
atau ke kiri, ke depan atau ke belakang. Anjuran pindah tempat ketika shalat
sunnah bakdiyah ini, selain berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud No.1006 di atas
juga dikuatkan dengan keterangan sahabat, dari Atha’ bahwa Ibnu Abbas, Ibnu
Zubair, Abu said, dan Ibnu Umar ra. mengatakan:
“Hendaknya tidak melakukan shalat sunnah, sampai berpindah dari
tempat yang digunakan untuk shalat wajib”.
Al-Nawawi, dalam kitabnya al-Majmu’ mengatakan:
فإن لم يرجع إلى بيته وأراد التنفل في
المسجد يستحب أن ينتقل عن موضعه قليلاً لتكثير مواضع سجوده ، هكذا علله البغوي
وغيره[6]
“Jika
seseorang tidak langsung pulang ke rumahnya setelah shalat wajib,
dan ingin shalat sunnah di masjid maka dianjurkan untuk bergeser sedikit dari
tempat shalatnya, agar dapat memperbanyak tempat sujudnya. Demikian alasan yang
disampaikan Al-Baghawi dan yang lainnya” (al-Majmu’, III/455).
Al-Baghawi dan ulama lain
memahami bahwa di antara hikmah berpindah tempat (untuk shalat Sunnah) dari
tempat shalat wajib sebelumnya itu adalah dimaksudkan agar dapat memperbanyak
tempat sujud dan memperbanyak tempat ibadah. Karena tempat yang digunakan untuk
sujud itu kelak akan menjadi saksi bagi orang yang bersujud di tempat tersebut.
Dalam QS. al-Zalzalah (99) ayat 4 Allah Swt berfirman yang artinya: “bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat kepadanya”.
Ayat ini menunjukkan bahwa bumi akan menjadi saksi untuk setiap
perbuatan yang dilakukan manusia, perbuatan yang baik maupun yang buruk. Makna
ini diisyaratkan oleh al-Syaukani dalam Nailul Authar. Berikut ini pernyataan Imam Al-Syaukani:
وَالْعِلَّةُ فِي
ذَلِكَ تَكْثِيرُ مَوَاضِعِ الْعِبَادَةِ كَمَا قَالَ الْبُخَارِيُّ
وَالْبَغَوِيُّ لِأَنَّ مَوَاضِعَ السُّجُودِ تَشْهَدُ لَهُ كَمَا فِي قَوْلِهِ
تَعَالَى { يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا } أَيْ تُخْبِرُ بِمَا عُمِلَ
عَلَيْهَا[7]
“Illat di balik
(anjuran untuk bergeser sedikit, pen) adalah memperbanyak tempat ibadah
sebagaimana dikemukakan Al-Bukhari dan Al-Baghawi. Sebab tempat sujud kelak
akan menjadi saksi baginya sebagaimana firman Allah: ‘Pada hari itu bumi
menceritakan beritanya,’ (QS. Al-Zalzalah [99]: 4). Maksudnya adalah bumi akan
mengabarkan apa yang diperbuat di atasnya” (Al-Syaukani, Nailul Authar,
III/241).
Anjuran
pindah tempat ketika shalat sunnah bakdiyah ini sejalan dengan peristiwa yang
dialami oleh Nafi
bin Jubair, saat beliau shalat jumat bersama Muawiyah bin Abi Sufyan ra.
Saat itu setelah salam, Nafi bin Jubair langsung melaksanakan shalat sunnah.
Begitu selesai shalat, Muawiyah mengingatkan:
لاَ تَعُدْ لِمَا صَنَعْتَ إِذَا
صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلاَ تَصِلْهَا بِصَلاَةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ
فَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِذَلِكَ أَنْ لاَ تُوصَلَ
صَلاَةٌ بِصَلاَةٍ حَتَّى يَتَكَلَّمَ أَوْ يَخْرُجَ.[8]
“Jangan kau ulangi perbuatan tadi. Apabila kamu selesai shalat
Jumat, jangan disambung dengan shalat yang lainnya, hingga engkau berbicara
atau keluar masjid. Karena Nabi Saw memerintahkan hal itu. (Nabi Saw
bersabda):“Janganlah engkau sambung shalat wajib dengan shalat sunnah, sampai engkau
berbicara atau keluar.” (HR. Abu Daud No.1129).
Apabila tidak pulang ke rumah, dan tidak bisa
(enggan) bergeser dari tempat shalat wajib yang telah dilakukan, maka ia boleh
shalat sunnah bakdiyah di tempat yang sama saat ia shalat wajib dengan cara
diselingi pembicaraan setelah salam dari shalat wajib sebelum shalat sunnah.
Imam al-Nawawi mengatakan:
فَإِنْ
لم يَنْتَقِلْ إِلَى مَوْضِعٍ آخَرَ فَيَنْبَغِي أَنْ يَفْصِلَ بَيْنَ الْفَرِيضَة
وَالنَّافِلَة بِكَلَامِ إِنْسَانٍ[9]
“Namun jika ia enggan berpindah atau bergeser ke tempat lain, maka
sebaiknya ia memisah antara shalat wajib dan shalat sunnah dengan cara
berbicara dengan orang lain,” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Vol. III/455).
Termasuk
cakupan makna “berbicara” dalam hadis riwayat Abu Dawud No. 1129 tersebut
adalah berdzikir setelah salam, seperti
membaca istighfar tiga kali, kemudian membaca Allaahumma antassalaam wa
minkassalaam tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam, dan dzikir-dzkir
lainnya yang biasa dibaca setelah selesai shalat. Dengan adanya ucapan atau bacaaan tadi bisa
menjadi pemisah yang jelas antara shalat wajib dengan shalat sunnah, sehingga
tidak dikira shalat sunnahnya menjadi bagian dari shalat wajib.[10]
Wallahu
A’lam!
[2]
M.
Nashiruddin al-Albani, al-Jami’ al-Shahih, Vol.I (Bayrut: al-Maktab
al-Islami, 1988), 519.
وَإِنَّمَا حَثَّ عَلَى النَّافِلَة فِي
الْبَيْت لِكَوْنِهِ أَخْفَى وَأَبْعَدَ مِنْ الرِّيَاء، وَأَصْوَنُ مِنْ الْمُحْبِطَات، وَلِيَتَبَرَّك الْبَيْت
بِذَلِكَ وَتَنْزِل فِيهِ الرَّحْمَة وَالْمَلَائِكَة وَيَنْفِر مِنْهُ
الشَّيْطَان
[5] Ibn Abi Syaibah, al-Mushannaf Fi al-Ahadits Wa al-Atsar,
II(Riyad: Maktabah al-Rusyd, 1409 H), 23.
[8]Imam
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Vol. I (Bayrut: Dar al-Kitab al-‘Arabi,
t.th), 438.
والتكلم يكون بما شرع الله من
الأذكار كقوله : أستغفر الله. أستغفر الله. أستغفر الله. اللهم أنت السلام ومنك
السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام، حين يسلم، وما شرع الله بعد ذلك من
أنواع الذكر، وبهذا يتضح انفصاله عن
الصلاة بالكلية حتى لا يظن أن هذه الصلاة جزء من هذه الصلاة .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar