BERSIH-BERSIH
DIRI DENGAN SHALAT
Oleh
Dr.H. Achmad
Zuhdi Dh, M.Fil I
Teks Hadis
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا
بِبَابِ أَحَدِكُمْ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا، مَا تَقُولُ ذَلِكَ
يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ. قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ
«فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا»
“Tahukah kalian, seandainya
ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi
dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau
sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.”
Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah
menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Status Hadis
Menurut Imam al-Nawawi, hadis yang telah dishahihkan oleh
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim telah disepakati keshahihannya oleh para ulama
ahli hadis (Syarah al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, I/14). M. Nashiruddin
al-Albani juga menyatakan bahwa hadis tersebut shahih. Selain diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Uwanah,
al-Nasai, al-Tirmidzi, al-Darimi, dan Ahmad. (Irwa al-Ghalil, I/47).
Kandungan Hadis
Hadis tersebut menerangkan bahwa shalat lima waktu yang
ditegakkan dalam sehari semalam itu dapat menghapus segala dosa. Bahkan
ditegaskan dalam hadis tersebut, sedikit pun tidak tersisa dosa (kotorannya)
dengan amalan shalat yang lima waktu itu.
Memang, jika diperhatikan dari aspek bacaan dzikr atau
doa pada gerakan-gerakan shalat, dapat ditemukan bahwa setiap pada posisi
shalat, baik saat berdiri setelah takbiratul ihram, saat ruku’, saat sujud,
saat duduk di antara dua sujud, dan saat menjelang salam, akhir shalat,
terdapat bacaan yang isinya permohonan ampun atau minta dihapuskan dari segalah
dosa dan kesalahan.
Pada saat berdiri, setelah takbiratul ihram, di antara
redaksi bacaan iftitah adalah berisi pemohonan agar Allah berkenan membersihkan
dari segala dosa. Lihat redaksi bacaannya:
اللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ
وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ
وَالبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan
kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya
Allah, bersihkan aku dari segala
kesalahan(dosa) sebagaimana pakaian yang putih dibersihkan dari kotoran.
Ya Allah, bersihkanlah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin”
(HR.Bukhari No. 744, Muslim No.1382)
Pada
saat rukuk dan sujud, salah satu bacaan dzikir dan doa yang sering dibaca oleh
Nabi Saw adalah dzikir yang berisi
tasbih, tahmid, dan istighfar (permohonan ampun). Lihat redaksi bacaannya saat
rukuk dan sujud:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِي
“Mahasuci Engkau, Ya Allah,
Rabb kami, dengan memuji-Mu, Ya Allah, ampunilah aku”.
‘Aisyah ra mengatakan bahwa Nabi Saw paling sering membaca
dzikir atau doa tersebut dalam rukuk dan sujudnya (HR.
Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484).
Pada saat duduk di antara dua sujud, bacaan dzikir dan doanya juga berisi permohonan ampun kepada Allah Swt. Lihat redaksi bacaan doanya:
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي
“Ya Allah, ampunilah
aku, sayangilah aku, tutupilah kekurangan(cacat)ku, berikanlah petunjuk untukku,
dan berikan rizki kepadaku” (HR. al-Tirmidzi No. 284). Al-Albani: hadis ini
shahih (Shahih Wa Dha’if Sunan al-Tirmidzi, I/284).
Pada
saat menjelang salam, akhir shalat. Nabi menganjurkan banyak berdoa, di
antaranya dengan bacaan sebagai berikut:
اللَّهُمَّ
إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا
أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّك أَنْتَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Ya Allah, sesungguhnya
aku telah banyak melakukan kedzaliman terhadap diriku sendiri, dan tidak ada
yang sanggup mengampuni dosa kecuali Engkau. Karena itu ya Allah, ampunilah
diriku berupa ampunan dariMu, dan sayangilah aku, karena sesungguhnya
Engaku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (HR. al-Bukhari No. 834 dan Muslim
No. 7044).
Begitulah, pada setiap
posisi shalat (berdiri, rukuk, sujud, dan duduk) terdapat peluang untuk meminta
ampun kepada Allah dari segala kesalahan dan dosa. Dengan demikian sangat tepat
bila manusia benar-benar memanfaatkannya (shalat lima waktu) untuk bersih-bersih diri dari segala kesalahan dan
dosa. Allah Swt (dalam hadis qudsi riwayat Muslim No.6737) mengingtkan bahwa
setiap malam maupun siang, manusia biasa melakukan dosa, dan Allah Maha Pengampun,
karena itu agar dosa-dosa manusia diampuni oleh Allah, ia diperintahkan meminta
ampun kepadaNya. Di antara peluang yang paling strategis untuk mendapatkan
ampunan dari segala kesalahan dan dosa adalah melalui shalat.
Apakah dengan shalat
yang lima waktu itu dapat menghapus segala dosa, baik dosa besar maupun dosa
kecil? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah (Fath
al-Bari Libn Rajab, III/51) mengatakan bahwa berdasarkan hadis tersebut di
atas, sebagian ulama memahami bahwa shalat lima waktu yang diamalkan dalam
sehari semalam itu dapat menghapus segala dosa, baik dosa besar maupun dosa
kecil. Namun mayoritas ulama berpendapat bahwa dosa besar tidak bisa terhapus
hanya dengan sekedar shalat kalau tidak disertai dengan taubat. Jumhur ulama mengatakan:
“Penghapusan dosa dengan shalat ini bersifat umum (untuk dosa-dosa kecil),
bukan untuk dosa-dosa besar sebagaimana diterangkan dalam hadis lain riwiyat Imam
Muslim dari Abu Hurairah ra, Nabi Saw. bersabda:
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ
مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِر
“Shalat lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at, dari Ramadhan ke
Ramadhan adalah penghapus dosa-dosa di antaranya, selama dosa-dosa besar itu
dijauhi” (HR. Muslim No. 233).
Selain itu, Imam Muslim juga meriwayatkan hadis sebagai berikut:
مَا
مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا
وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ
الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Setiap
muslim yang tatkala tiba waktu shalat wajib, segera wudlu dengan sesempurna
mungkin, kemudian shalat dengan khusyu, lalu menyempurnakan rakaatnya, niscaya
terhapus sebagian dosanya, selama tidak melakukan dosa besar. Begitulah
keadaannya sepanjang tahun”(HR. Muslim No. 565).
Dua
hadis tersebut menjelaskan bahwa dosa-dosa yang terhapus dengan shalat lima
waktu adalah dosa-dosa kecil, belum termasuk dosa besar. Untuk mendapatkan
pengampunan dari segala dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, selain
melaksanakan shalat dengan baik, juga harus melakukan taubat dengan sebenar-benarnya.
Ahmad Farid (dalam kitabnya Tazkiyatun Nufus, I/117), menerangkan bahwa
taubat yang benar itu harus memenuhi beberapa syarat. Bila dosa yang dilakukan
itu berhubungan dengan hak Allah, maka ada tiga syarat yang harus dilakukan,
yaitu (1)benar-benar menyesali atas
pebuatan dosa yang pernah dilakukan; kemudian (2)berusaha maksimal meninggalkan
dan menjauhi perbuatan dosa tersebut; dan (3)dengan ikhlas berjanji tidak akan
mengualangi lagi perbuatan dosanya. Adapun dosa yang berhubungan dengan hak manusia,
maka cara taubatnya selain dengan tiga syarat tersebut, ditambah satu lagi
yakni mengembalikan hak-haknya dan meminta penghalalan(maaf) dari manusia yang
didzaliminya.
Salah
satu keuntungan yang diperoleh manusia dengan shalat yang khusyuk, selain dapat
ampunan dari segala dosa adalah kemudahan terkabulnya suatu doa, termasuk doa
untuk kesembuhan dari penyakit yang tak kunjung sembuh.
Alkisah,
pada tahun 1980-an, seorang Ustadz melakukan perjalanan ke Singapura. Di dalam
pesawat beliau bertemu dengan seorang konglomerat yang bermaksud hendak berobat
karena sakit yang tak juga sembuh. Dalam dialog antara keduanya, Ustazd dengan
hati-hati bertanya: “Maaf, Bapak apa sudah biasa shalat?”. Sang konglomerat agak kaget dengan pertanyaan
yang tak terduga tersebut. Dengan jujur sang konglomerat megakui bahwa selama
ini memang dirinya tidak rajin shalat. Ustadz mencoba memberikan solusi kepada
sang konglomerat: “Kalau ingin segera sembuh, Bapak bisa meminta kepada Tuhan
yang Maha Menyembuhkan, yaitu Allah Swt. Dan salah satu caranya adalah dengan
melakukan shalat dengan baik. Sang konglomerat tertarik dengan saran sang
Ustadz.
Pada
kesempatan lain Ustadz diundang ke rumah sang konglomerat dengan maksud untuk
membimbingnya agar bisa shalat dengan baik dan benar. Ketika memasuki rumah
sang konglomerat, Ustadz terkagum-kagum dengan kondisi yang serba mewah.
Ustdadz lalu bertanya, Bapak! Apakah harta Bapak yang melimpah ini sudah
dizakati? Sang konglomerat geleg-geleng kepala, dan mengatakan bahwa selama ini
tidak terpikir untuk menzakatinya.
Ustadz menasihatinya agar harta yang melimpah tersebut dikeluarkan
zakat, infak, dan sedekahnya. Karena sang konglomerat sudah begitu percaya dan
hormat kepada Ustadz, maka apa saja yang disarankan oleh Ustadz, semuanya dilakukannya
dengan baik.
Singkat
cerita, setelah 6 bulan berlalu, sang konglomerat sudah biasa melakukan shalat
dengan baik, banyak minta ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan dosanya
selama ini, kemudian hartanya juga sudah dikeluarkan zakat, infak dan
sedekahnya, maka doa sang konglomerat ini dikabulkan oleh Allah. Keinginan
untuk sembuh dari penyakit sang selama ini dideritanya, telah disembuhkan oleh
Allah Swt. Alhamdulillah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar