AMALAN-AMALAN UTAMA
DI BULAN RAMADHAN
Oleh:
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Di bulan Ramadhan, amalan
yang terpenting adalah al-shaum (berpuasa). Sungguhpun demikian, ada
amalan-amalan utama yang harus dilakukan selama Ramadhan agar kita mendapatkan
fadhilah dan manfaat yang besar di dalamnya. Selain berpuasa (al-shaum), amalan
utama yang lain adalah qiyam Ramadhan (shalat tarawih), membaca al-Qur’an,
bershadaqah, umrah, I’tikaf, memburu lailatul qadar, dan memperbanyak dzikir,
doa dan istighfar.
1.
Al-Shaum/al-Shiyam
(berpuasa).
Amaliah terpenting pada bulan Ramadhan adalah shiyam (puasa),
sebagaimana termaktub dalam firman Allah yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Hai
orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
(QS al-Baqarah: 183)
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ
الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ
وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ
وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ
مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
"Setiap
amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat
menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah 'Azza wa
Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku
sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah
meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa
mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika
berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya
lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR.
Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Siapa berpuasa Ramadhan imanan
wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu."
(HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Tidak
diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas
meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ
وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barang
siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah
tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR.
Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu) ini merupakan
kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Jabir bin Abdillah berkata:
إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ
سَمْعُكَ، وبَصَرُكَ، وَلِسَانُكَ، عَنِ الْكَذِبِ، وَالْمَحَارِمِ، وَدَعْ أَذَى
الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلَا
تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَصَوْمِكَ سَوَاء
Jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran,
penglihatan, dan lisanmu dari dusta dan hal-hal lain yang dilarang. Tinggalkan
perbuatan yang dapat menyakiti pelayan, dan bersikaplah yang lembut dan tenang
pada hari puasamu. Jangan samakan antara hari saat berpuasa dan saat tidak
berpuasa (HR. al-Baihaqi No. 3374; dan Ibn Aby Syaibah No.8880).
2. Qiyam Ramadhan (Shalat al-Lail, Shalat
tarawih)
Para ulama sepakat bahwa Qiyamu Ramadalan (Shalat
Tarwih) itu disyariatkan. Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar kita menghidupkan
malam ramadhan dengan memperbanyak shalat tersebut di sepanjang malam Ramadhan.
Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari
Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah SAW menganjurkan (shalat) qiyami
Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda:
Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR.
Muslim No.1816).
Dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Ramadhan, hendaklah
dicontoh tata cara shalat Nabi Muhammad SAW, baik mengenai jumlah rakaatnya
maupun kualitasnya. Nabi melaksanakan shalat Qiyamu Ramadhan sebanyak 11 rakaat
dengan cara-cara yang bervariasi: dengan cara jumlah rakaat 4+4+3. Dasarnya
adalah hadis berikut ini:
Begitu juga terdapat riwayat dari Aisyah radhiallahu
’anha, beliau berkata:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ
يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى
ثَلاَثًا
“Dari
Abu Salamah bahwasanya Aisyah ra. ketika ditanya tentang shalat Nabi di bulan
Ramadhan, Aisyah berkata: pada bulan Ramadhan maupun yang lainnya, Nabi tidak
pernah melakukan shalat lebih dari sebelas rakaat. Nabi SAW kerjakan empat
rakaat, jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya, kemudian Nabi kerjakan
lagi empat rakaat dan jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya. Lalu
Nabi kerjakan shalat tiga rakaat”. (HR. Bukhari No. 2013;
dan Muslim No1757).
Boleh juga dengan cara 2+2+2+2+2+1. Dasarnya adalah hadis
berikut ini:
عَنْ
عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ
الْعِشَاءِ - وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ - إِلَى الْفَجْرِ
إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ
بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ
الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ
لِلإِقَامَةِ.
Dari
‘Aisyah isteri Nabi SAW, dia berkata; Rasulullah SAW pernah shalat antara habis
shalat isya’ yang biasa disebut ‘atamah hingga waktu fajar. Beliau melakukan
sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir
satu rakaat. Jika muadzin shalat fajar telah diam, dan fajar telah jelas,
sementara muadzin telah menemui beliau, maka beliau melakukan dua kali raka’at
ringan, kemudian beliau berbaring diatas lambung sebelah kanan hingga datang
muadzin untuk iqamat.” (HR, Muslim No. 1752).
Sebagian ulama ada yang melaksanakan shalat tarawih sebanyak 23 rakaat lengkap dengan witirnya. Hal ini mengacu kepada sumber yang mengatakan bahwa pada zamannya, Umar bin Khaththab memerintahkan shalat tarawih sebanyak 23 rakaat. Sumber ini masih diperselisihkan ulama. Wallahu A'lam!
Sebagian ulama ada yang melaksanakan shalat tarawih sebanyak 23 rakaat lengkap dengan witirnya. Hal ini mengacu kepada sumber yang mengatakan bahwa pada zamannya, Umar bin Khaththab memerintahkan shalat tarawih sebanyak 23 rakaat. Sumber ini masih diperselisihkan ulama. Wallahu A'lam!
3. Tadarus
al-Qur’an
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ
فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى
مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Bulan
Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur” (QS. Al Baqarah: 185)
Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa setiap bulan
Ramadhan Rasulullah SAW melakukan tadarus al-Qur’an bersama Malaikat Jibril:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ
يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata:
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan,
ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan
mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Ketika ditemui Jibril,
Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.”
(HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Oleh karenanya pada bulan ini
umat Islam harus benar-benar berinteraksi dengan Al-Qur’an untuk meraih
keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk
Al-Qur’an. Berinteraksi dalam arti hidup dalam naungan Al-Qur’an dengan cara
tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifdz (menghafalkan), tanfidz
(mengamalkan), dan ta’lim (mengajarkan).
4. Shadaqah
Dalam hadis shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari
Ibnu Abbas ra diberitakan bahwa:
كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ
أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
Rasulullah
SAW adalah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan beliau
semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan (HR.
al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Karenanya kita mesti mencontoh beliau di bulan yang penuh
barakah ini dengan perbanyak sadaqah, baik untuk kepentingan fi sabilillah
maupun kaum dhu’afa dan fakir miskin.
Rasulullah
SAW bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ
الْخَيْرِ ؟: الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلَاةُ
الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Maukah
kamu aku tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai dan sedekah
akan memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seorang
laki-laki pada pertengahan malam.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi,
dll) Al-Albani: hadis ini sanadnya hasan (Irwa al-Ghalil, II/139).
Dan salah satu bentuk shadaqah yang dianjurkan selama
Ramadhan adalah memberikan ifthar (santapan berbuka puasa)
kepada orang-orang yang berpuasa. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, bahwasanya
Nabi Saw bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ أَوْ
كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الصَّائِمِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ
الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa
yang memberi ifthar kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala
senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa tersebut” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu
Majah). Al-Albani: hadis ini shahih (Shahih al-Jami’al-Shaghir,
II/1095).
5.
I’tikaf.
Salah satu amaliah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad
SAW di bulan Ramadhan adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf
di masjid, Dalam sebuah hadist disebutkan:
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَان.
“Dari
Ibnu Umar RA (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW selalu beri‘tikaf
pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” (HR.
al-Bukhari No. 2025 dan Muslim No.2838).
‘Aisyah
ra juga meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ
اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari
Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah
kepergian beliau.” (HR. al-Bukhari No.2016 dan Muslim No.1172).
6.
Umrah
Keutamaan umrah di bulan Ramadhan ini besar sekali.
Rasulullah Saw pernah menganjurkan kepada seorang wanita Anshar (Ummu Sinan)
yang tidak sempat berhaji bersama beliau sebagaimana diterangkan dalam hadis
berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا ، قَالَ : : لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ
حَجَّتِهِ قَالَ لأُمِّ سِنَانٍ الأَنْصَارِيَّةِ مَا مَنَعَكِ مِنَ الْحَجِّ
قَالَتْ أَبُو فُلاَنٍ - تَعْنِي زَوْجَهَا - كَانَ لَهُ نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى
أَحَدِهِمَا وَالآخَرُ يَسْقِي أَرْضًا لَنَا قَالَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي
رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِي.
Dari Ibnu Abbas RA, dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW
pulang dari hajinya, beliau bersabda kepada seorang wanita Anshar (Ummi Sinan):
“Apa yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia menjawab, “Kami
tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor unta yang dipakai untuk mengairi
tanaman. Bapak dan anaknya berangkat haji dengan satu ekor unta dan
meninggalkan satu ekor lagi untuk kami yang digunakan untuk mengairi tanaman.”
Nabi bersabda,”Maka apabila datang Ramadhan, berumrahlah. Karena sesungguhnya
umrah di dalamnya menyamai ibadah haji
bersamaku.” (HR. al-Bukhari No. 1863).
Apa maksud sabda Nabi tersebut? Apakah itu hanya berlaku
untuk perempuan yang rela mengalah kepada suami dan anaknya untuk pergi haji
itu?
Ada
tiga pendapat tentang ini.
Pertama,
hadits ini khusus untuk wanita yang diajak bicara oleh Nabi Saw, yakni Ummu Sinan.
Ini pendapat Said bin Jubair (Ibn Hajar al-Asqalani, lll/605 dan al-Adzim
al-Abadi, Aun al-Ma’bud, V/323).
Kedua,
keutamaan umrah ini bagi orang yang berniat haji, lalu ia tidak mampu
mengerjakannya, dan kemudian ia menggantinya dengan umrah di Ramadhan. Sehingga
ia mendapat pahala haji secara sempurna bersama Rasulullah Saw karena terkumpul
dalam dirinya niat haji dalam pelaksanaan umrah. (Tafsir Ibn Katsir, I/286; Ibn Rajab, Latha’if
al-Ma’arif, I/249).
Pendapat ketiga,
yang dipegang oleh Empat Imam Mazhab, meyakini bahwa keutamaan dalam hadits ini
bersifat umum bagi setiap orang yang berumrah di bulan Ramadhan. Ini berlaku
bagi semua orang (Muhammad Shalih al-Munjid, Mauqi’ al-Islam Sual Wa Jawab,
VII/632).
7.
Menyambut
(memburu) Lailatul Qadar
Allah swt
berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ
الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ
خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 1-3)
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah saw
bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dan siapa shalat
pada Lailatul Qadar atas dasar iman dan mengharap pahala, maka ia akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Nabi Saw menyuruh
sahabatnya agar memburu Lailatul qadar dengan sabdanya:
إِنِّى
أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّى نَسِيتُهَا - أَوْ أُنْسِيتُهَا -
فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ
Sesungguhnya aku
telah melihat lailatul qadar, saya lupa (kapan kajadiannya) atau aku sengaja
dibuat lupa (oleh Allah). Karena itu maka carilah (burulah) lailatul qadar pada
sepiluh hari terakhir pada tanggal yang ganjil (HR. Muslim
No.2829).
أَنَّ
عَائِشَةَ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ،
فَبِمَ أَدْعُو ؟ قَالَ: " قُولِي: اللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ
الْعَفْوَ، فَاعْفُ عَنِّي "
Dari ‘Aisyah, ia
berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus
aku baca? Beliau menjawab, “Ucapkan:“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf,
menyukai pemberian maaf maka ampunilah aku.”(HR. Ahmad No.25384, dan al-Tirmidzi No.3513,
dishahihkan Al-Albani)
8.
Memperbanyak
dzikir, doa dan istighfar
Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah
waktu-waktu yang mulia dan utama, maka sebaiknya digunakan untuk memperbanyak
dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu istijabah, di antaranya:
Pertama, Saat berpuasa hingga berbuka; Nabi Saw
bersabda:
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ
ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ
Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil, (2)
doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.”[HR.Tirmidzi, Ibn Hibban mensahihkannya]
Kedua, Saat malam terutama pada sepertiga malam terakhir:
إِنَّ فِى اللَّيْلِ
لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan
do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut
melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.”
(HR. Muslim no. 757)
Ketiga, Saat waktu sahur, untuk banyak istighfar seperti yang Allah
firmankan:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
"Dan di waktu sahur
(akhir-akhir malam) mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS.
Al-Dzaariyat: 18).
Demikian, semoga bermanfaat.
Demikian, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar