Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pendahuluan
Anak merupakan anugerah Allah yang sangat berharga bagi
setiap orangtua. Al-Qur’an menggambarkan anak-anak sebagai ziinatul
hayatiddun-ya, hiasan kehidupan dunia (QS. 18 (al-Kahfi), 46). Wajar
kiranya jika ada pasangan yang merasa kurang sempurna bahkan kurang berarti
hidupnya jika belum dikaruniai anak.
Kebahagiaan orangtua akan semakin lengkap ketika sang
anak berprilaku shalih, hormat kepada orang tua, berakhlak mulia, dan
berprestasi. Bukan hanya kebanggaan dunia yang dirasakan, tetapi lebih dari itu
sang anak akan menjadi investasi yang bernilai tinggi di akhirat nanti. Oleh
karena itu, orangtua yang sadar akan penting dan berharganya anak, pasti selalu
berharap dan berdoa agar Allah menganugerahkan kepada dirinya anak yang shalih.
Hal ini pernah dilakukan Nabi Ibrahim as dengan doanya: Rabbi hablii
minashshaalihiin (Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang shalih). (QS. 37 (al-Shaffaat), 100).
Bagaimana jika anak yang dimilikinya ternyata durhaka
kepada orangtua, menyakitkan hati, dan malah mempermalukannya? Tentu tak seorang
pun yang berharap demikian. Karena itu, Allah Swt memperingatkan kepada semua
orangtua agar berhati-hati dalam mendidik anak. Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”... (QS. 66 (At-Tahrim), 6)
Bagaimana
caranya?
Marilah kita didik anak-anak kita sesuai dengan petunjuk
Allah dan Rasul-Nya, dengan menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai model atau
teladan yang sempurna untuk anak-anak kita, agar mereka kelak memiliki akhlak
(karakter) yang indah dan terpuji seperti yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah saw.
Mempersiapkan kelahiran anak
Ketika seseorang sudah memiliki pasangan
(suami-isteri), biasanya yang diharapkan adalah kapan punya momongan
(anak). Momentum inilah yang sebaiknya dimanfaatkan betul untuk mengkondisikan
diri (suami-isteri) agar kelak mendapatkan keturunan yang baik, sehat, dan
shalih. Caranya? Masing-masing harus bisa mengendalikan diri untuk tidak
melakukan hal-hal yang tidak baik, hal-hal yang tidak diridhai Allah swt. Tidak
suka marah-marah, tidak berbicara kotor, tidak berbuat maksiat, dan tidak
melakukan suatu dosa. Sebaliknya, hendaknya banyak mendekatkan diri kepada
Allah Swt dengan suka beribadah kepadaNya. Shalat lima waktu diusahakan dengan
berjamaah, shalat sunnah rawatib, shalat tahajjud, shalat dhuha, dan lain-lain.
Gemar berpuasa sunnah, seperti Senin-Kamis. Gemar bersedekah, membantu orang
lain, meringankan beban orang lain, terutama yang sangat membutuhkannya. Gemar
berdzikir dan membaca al-Qur’an setiap hari, dan yang tidak kalah pentingnya
adalah selalu berdoa, memohon kepada Allah agar dikarunia anak yang baik, sehat
dan shalih. Di antara doa yang bisa dibaca adalah doa Nabi Zakaria as:
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
Wahai Tuhan, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak
yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar (mengabulkan) doa (QS. 3 (Ali
Imran), 38).
Selain mohon diberikan anak yang baik, setiap hendak
melakukan hubungan suami-isteri, hendaknya berdoa kepada Allah dengan
membaca: Bismillaah, Allaahumma
jannibnasysyaithaan wajannibisysyaithaan maa razaqtanaa, Dengan nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami
(suami-isteri) dari gangguan setan, dan jauhkanlah setan terhadap apa (anak)
yang Engkau berikan kepada kami. (HR. Al-Bukhari dari Ibn ‘Abbas ra)
Jika seorang isteri sudah
hamil, maka suami-isteri (calon bapak-ibu) harus sering mendoakannya, sering
membacakan al-Qur’an, dan sering mengajaknya untuk melakukan berbagai amal
shalih, terutama bila masa kelahirannya sudah dekat. Dalam hadis riwayat Ibn
al-Suni[2]
bahwasanya pada saat Fatimah hendak melahirkan, Rasulullah Saw memerintahkan
kepada Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsy untuk membacakan ayat al-Kursi
(al-Baqarah, ayat 255), surat al-A’raf ayat 54, dan surat-surat al-Mu’awwidzataini
(al-Falaq dan al-Nas) di dekat Fatimah. Riwayat hadis ini memang lemah, namun
pengaruh positif memperdengarkan al-Qur’an terhadap orang yang mendengarkannya
telah terbuktik secara ilmiah[3].
Karena itu, surat yang dibaca boleh surat atau ayat apa saja yang terdapat
dalam al-Qur’an, tidak harus ayat-ayat yang disebutkan dalam hadis tersebut[4].
Menyambut kelahiran anak
Hadirnya seorang anak di
tengah-tengah keluarga merupakan anugerah yang tak terhingga besarnya. Karena
itu, sudah selayaknya bagi keluarga yang mendapatkannya benar-benar
mensyukurinya atas anugerah tersebut.
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah Allah memberikan suatu
nikmat pada seorang hamba, lalu hamba tersebut mengucapkan: “Alhamdulillaah”
(segala puji hanya bagi Allah), melainkan apa yang ia ucapkan tersebut lebih
utama dari nikmat yang ia dapatkan”.(HR. Ibn Majah dari Anas ra).[5]
Dalam menyambut kelahiran
anak, ada beberapa amalan yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw, di
antaranya: (1). Melakukan tahni’ah (mengucapkan selamat dan ikut gembira
serta bersyukur) atas lahirnya seorang anak; (2). Mengumandangkan adzan di
dekat telinga sang bayi yang baru lahir; (3). Melakukan tahnik
(mengolesi bibir bayi dengan kurma yang sudah dilembutkan); (4). Melaksanakan aqiqah
(menyembelih seekor hewan kambing) pada hari ketujuh; (5). Tasmiyah
(memberikan nama si bayi); (6). Tahliq (Mencukur gundul rambut kepala
bayi); dan (7). Khitan.
Pertama, tahni’ah
(ucapan selamat) adalah lambang ikut bersuka-cita dan bersyukur atas nikmat
atau anugerah yang telah diterima seseorang. Sesuai sabda Nabi, bahwa ucapan
syukur itu lebih utama daripada nikmat yang telah diterima (HR. Ibn Majah dari
Anas ra). Allah telah berjanji: “Sungguh apabila kamu bersyukur, maka Allah
akan menambahkan lagi nikmat untukmu”.[6]
Kedua, mengumandangkan adzan
pada telinga bayi. Diriwayatkan dari Abu Rafi’, katanya: “Aku melihat
Rasulullah Saw mengumandangkan adzan pada telinga Hasan bin Ali saat Fatimah
baru saja melahirkannya (HR. Al-Tirmidzi).[7]
Sebagian ulama menilai bahwa hadis tentang adzan pada bayi yang baru lahir
tersebut da’if (lemah)[8].
Menurut Ibn al-Qayyim, hikmah dikumandangkannya adzan pada di bayi yang baru
lahir adalah mengandung harapan agar mula-mula suara yang masuk ke dalam
telinga si bayi ini adalah kalimat-kalimat adzan, yang di dalamnya terdapat
keagungan dan kebesaran Allah, kalimat syahadat tauhid yang menjadi syarat
utama seseorang masuk Islam[9].
Mengingat faidahnya cukup besar, meski sebagaian ulama melemahkannya, maka
hadis tersebut dapat diamalkan secara longgar, dalam artian di dekat telinga si
bayi tidak harus dibacakan kalimat adzan, tetapi bisa dibacakan kalimat-kalimat
tauhid atau ayat-ayat al-Qur’an[10].
Karena, jika tidak, maka ancaman gangguan setan terhadap si bayi akan sulit
dihindari. Nabi Saw bersabda: Tiada seorang manusia yang lahir kecuali setan
akan menyentuhnya saat kelahirannya, hingga ia manangis karena sentuhannya itu,
kecuali Maryam dan puteranya. Abu Hurairah menawarkan: “jika mau bisa dibacakan
surat Ali Imran ayat 36”, innii u’iidzuhaa bika wadzurriyyatahaa minasy
syaithaanirrajim (sesungguhnya aku memohonkan perlindungan kepadaMu
untuknya (bayi) dan keturunannya dari gangguan setan yang terkutuk. (HR.
Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Ketiga, tahnik,
mengunyah sesuatu seperti kurma kemudian memasukkannya ke dalam mulut si bayi
sembari mengurut langit-langitnya dengan lembut. Hal ini dimaksudkan agar si
bayi memiliki kekuatan terutama pada bagian mulutnya yang nantinya akan dipakai
untuk menetek air susu dari ibunya dan memakan lainnya. Sebaiknya yang
melakukan tahnik ini adalah orang-orang yang dituakan, seperti ulama, kyai,
ustad atau yang lainnya. Diriwayatkan bahwa Asma ra pernah datang dengan
membawa bayinya yang baru lahir di hadapan Rasulullah Saw. Saat itu Nabi Saw
men-tahnik-nya dengan buah kurma, kemudian mendoakannya untuk keberkahan
bagi bayinya (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Keempat, aqiqah
yaitu menyembelih hewan sembelihan (kambing) pada hari ketujuh. Idealnya, jika
bayi yang lahir itu laki-laki maka hewan yang disembelih adalah dua ekor
kambing, sedangkan untuk bayi perempuan cukup satu ekor kambing[11].
Namun, jika tidak tersedia dana yang cukup, bayi laki-laki dapat diaqiqahi
dengan seekor kambing saja. Hal ini pernah dilakukan Nabi Saw terhadap dua
cucunya (Hasan-Husen), yang saat itu masing-masing dengan aqiqah seekor kambing[12].
Menurut Ibn al-Qayyim, aqiqah sama halnya dengan berkorban untuk mendekatkan
diri kepada Allah, melatih diri untuk bersikap pemurah. Memberikan jamuan sama
dengan sedekah yakni upaya mendekatkan diri kepada Allah swt, dan aqiqah adalah
membebaskan bayi dari rintangan yang menghambatnya untuk memberi syafaat kepada
orangtuanya, atau dari halangan untuk memperoleh syafaat dari orangtuanya[13].
Nabi Saw bersabda: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, pada hari ketujuh
(dari kelahirannya), disembelihkan hewan aqiqahnya, kemudian dicukur dan diberi
nama” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Samurah bin Jundub)[14].
Kelima, tasmiyah,
memberi nama kepada anak pada hari ketujuh. Dalam Islam, nama termasuk sesuatu
yang sangat penting. Karena itu, tidak boleh memberi nama anak dengan nama yang
jelek, atau sembarang nama. Di antara nama-nama yang baik adalah Abdullah dan
Abdurrahman.[15]
Sebutan nama yang diucapkan kepada pemiliknya bisa berpengaruh positif. Bisa
mengandung doa harapan bagi pemilik nama. Misalnya, ketika seseorang disebut
namanya “Teguh”, maka harapannya bagi sang pemilik nama menjadi orang yang
teguh pendirian, teguh iman.[16]
Keenam, tahliq,
mencukur gundul kepala bayi. Mencukur rambut sampai gundul adalah syariat yang
disunnahkan kepada setiap bayi yang baru lahir, yaitu pada hari ketujuh. Setelah
seluruh rambut bayi dicukur kemudian ditimbang, dan beratnya dikonversikan
dengan harga perak atau emas untuk disedekahkan kepada fakir-miskin. Dalam
hadis riwayat al-Tirmidzi dari Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Rasulullah
Saw mengaqiqahi al-Hasan dengan seekor kambing lalu beliau bersabda: “Wahai
Fatimah, cukurlah rambutnya dan bershadaqahlah dengan perak seberat rambutnya”.[17]
Ketujuh, khitan,
yaitu memotong kulit yang menutupi alat kelamin laki-laki (penis). Adapun
perempuan, memotong sedikit saja dari ujung klitoris (kelentitnya). Dalam
Islam, khitan merupakan salah satu media penyucian diri dan bukti ketundukan
kepada ajaran agama. Rasulullah Saw bersabda: “Kesucian (fitrah) itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Di antara hikmah khitan adalah
meminimalisasi terjadinya kanker pada kemaluan. Kanker banyak terjadi pada
orang-orang yang tidak dikhitan, karena sempitnya lubang yang terdapat pada
kemaluan mereka. Waktu khitan, jika memungkinkan bisa dilakukan pada hari
ketujuh[18].
Jika belum bisa dapat dilaksanakan pada saat sebelum baligh.
Menanamkan kebiasaan baik pada anak
Mengajari anak untuk melakukan sesuatu bisa dilakukan
dengan berbagai cara. Misalnya dengan pemberitahuan, nasihat atau tutur kata
yang baik, keteladanan, dan bisa juga dengan mengajak bersama-sama melakukan
sesuatu dengan bimbingan dan keteladanan orangtua. Yang terakhir inilah
biasanya yang paling ampuh.
Sekurang-kurangnya ada
lima kebiasaan emas (the five golden habits) yang bisa ditanamkan pada
anak, yaitu:
1.
Kebiasaan shalat. Orang tua harus memberi contoh bagaimana cara shalat
yang baik dan benar. Selanjutnya, mengajarinya, dan kemudian mengajaknya shalat
berjamaah. Sesekali anak-anak diajak bepergian dari masjid ke masjid untuk
membiasakan shalat berjamaah. Secara perlahan-lahan, anak diberi pengertian
tentang keutamaan shalat berjamaah, shalat sunnah rawatib, shalat sunnah dhuha,
shalat sunnah tahajjud, dan lain-lain. Kalau sudah mulai remaja (SMP-SMA),
pengertian tentang hikmah shalat perlu disampaikan agar anak semakin dapat
merasakan betapa besar manfaat dan pentingnya shalat bagi kehidupan manusia,
baik dunia maupun akhirat.
Allah Swt
berfirman: “Dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari
perbuatan keji dan munkar, dan dzikr kepada Allah (shalat) itu adalah lebih
besar (lebih penting dari segalanya), dan Allah itu mengetahui apa yang kamu
perbuat ”. QS. 29 (al-Anakabut), 45. Lebih lanjut, anak difahamkan bahwa shalat
itu adalah sarana komunikasi terbaik antara kita dengan Allah. Shalat itu
adalah media komunikasi terbaik antara Nabi Saw dengan Allah. Bilamana Nabi
mengalami kesulitan, maka Nabi Saw selalu menghadap Allah dengan cara shalat[19].
2.
Kebiasaan beradab Islami. Orang tua harus mengajari anak-anaknya bagaimana
berprilaku yang baik dan terpuji. Misalnya keluar rumah, diajari dan diberi
contoh dengan melangkahkan kaki kanan dulu dan membaca doa. Begitu pula saat
masuk rumah. Ketika diberi seseorang, suka mengucapkan kata alhamdulillah dan
terimakasih. Ketika melakukan kesalahan pada orang lain, gemar meminta maaf.
Ketika ada orang kesusahan atau butuh bantuan, berusaha untuk dapat
menolongnya. Mengawali segala perbuatan baik dengan membaca basmalah, mengingat
Allah dan mohon pertolongan-Nya. Hormat kepada orangtua, guru, dan siapa pun
yang lebih tua, hormat kepada sesama, dan sayang kepada adik-adik atau yang
lebih muda. Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa tidak menyayangi yuniornya, dan
tidak menghormati seniornya, maka ia tidak termasuk umatku” (HR. Abu Dawud dari
Ibn al-Sarh). Selanjutnya, menanamkan pengertian dan keyakinan bahwa tuntunan
Islam itu sempurna, dan mengajarkan umatnya untuk berprilaku baik dan terpuji
kepada siapa saja. Nabi Saw bersabda: “Orang yang paling sempurna di antara
kalian adalah orang yang paling bagus akhlaknya”.[20]
3.
Kebiasaan bersedekah. Memberi pengertian kepada anak bahwa hidup yang lebih
baik adalah suka memberi, suka bersedekah, suka membantu orang yang lemah.
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah[21].
Memberi pengertian kepada anak bahwa apa saja yang kita miliki ini sebenaranya
hanyalah titipan Allah, yang harus dijaga dan dipelihara serta didayagunakan
dengan baik dan benar. Salah satu perintah Allah berkenaan dengan harta yang
kita punya adalah menyedekahkan sebagiannya (QS.63 (al-Munafiqun,10). Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah Saw bersabda:
"Tidaklah seorang hamba memasuki waktu pagi pada setiap harinya, kecuali
ada dua malaikat yang turun. Salah satunya memohon: 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi dermawan
yang menyedekahkan hartanya.' Dan satu lagi memohon: 'Ya Allah, musnahkanlah
harta si bakhil”(HR. Al-Bukhari dan Muslim). Untuk
membiasakannya, orangtua dapat memberi contoh dan mengajak anak-anak ke masjid
lalu memasukkan uang ke dalam kotak infak; mengajak anak-anak ke suatu tempat,
panti asuhan atau tempat-tempat mangkalnya anak-anak miskin, lalu memberinya
sedekah, baik berupa uang atau nasi bungkus kepada mereka. Anak ditanamkan
kesadaran untuk sayang dan perhatian kepada sesama. Anak-anak diberikan
kisah-kisah yang menarik para dermawan, hingga menimbulkan simpati. Anak
dikenalkan bahwa Nabi sendiri adalah orang yang ahli sedekah.[22]
4.
Kebiasaan membaca al-Qur’an. Orangtua hendaknya menanamkan keyakinan kepada anak
bahwa al-Qur’an itu bacaan mulia dan suci. Cara membacanya harus baik dan benar
sesuai dengan kaidah tajwid. Pahala besar akan diberikan kepada orang yang suka
membaca al-Qur’an. Setiap hurufnya dapat pahala 10 kebaikan[23].
Selain itu bisa dikenalkan kepada anak mengenai keutamaan-keutamaan yang lain,
seperti besarnya manfaat bagi kesehatan
manusia, fisik maupun rohani bagi yang suka membaca maupun mendengarkannya.
Selanjutnya, orangtua memberikan contoh di hadapan anak atau di dekat anak dengan
membiasakan baca al-Qur’an setiap harinya. Nabi Saw menganjurkan kepada
sahabatnya agar membiasakan baca al-Qur’an itu satu juz perhari, sehingga
setiap bulan dapat mengkhatamkannya (HR. Abu Dawud dari Abdullah bin ‘Amr).
5.
Kebiasaan menghadiri pengajian. Jika dalam Islam ada syariat jum’atan seminggu sekali,
salah satu maknanya adalah minimal seminggu sekali kita hendaknya mendengarkan
pengajian. Hal ini sangat penting, agar kita selalu diingatkan, digairahkan
untuk selalu berbuat yang baik dan benar. Sejak dini anak perlu diperkenalkan
manjelis taklim, dan dimotivasi agar gemar menghadiri pengajian. Nabi Saw
pernah mengatakan bahwa orang yang gemar menghadiri majlelis ilmu itu akan
dimudahkan masuk ke dalam surga.[24]
Untuk membiasakan ini, orangtua bisa mengajak anak-anak untuk bersama-sama
hadir dalam majelis-majelis pengajian yang biasanya digelar pada Ahad pagi, di masjid-masjid
atau tempat-tempat pengajian lainnya.
Lima kebiasaan emas tersebut, bila berhasil ditanamkan
pada anak, maka kelak mereka akan menjadi hamba Allah yang shalih, dekat kepada
Allah, mencintai Nabi Saw, hormat kepada orangtua, dan cinta serta sayang kepada sesama.
[1]
Makalah disampaikan pada acara
Seminar “Prophetic Parenting, Mendidik Anak Berkarakter Rasulullah Saw”, di
Gedung Perpustakaan BI Surabaya pada Sabtu, 27 September 2014.
[2] Riwayat hadis ini sanadnya lemah. Al-Nawawi, al-Adzkar
(Bairut: Dar al-Fikr, t.th), 244.
[3] Dr.Al-Qa>d}i>, dengan penelitiannya di Florida
Amerika Serikat, menemukan adanya pengaruh al-Qur’an terhadap kesehatan
manusia. Ia mengatakan bahwa ada
pengaruh menenangkan hingga mencapai 97 % akibat mendengarkan al-Qur’an.
Pengaruh tersebut bahkan terlihat dalam bentuk perubahan-perubahan fisiologis
yang tampak melalui berkurangnya tingkat ketegangan syaraf. 'Abu>
al-Fida>' Muh}ammad ‘Izzat Muh}ammad ‘A<rif, ‘A<lij Nafsaka Bi
al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Fad}i>lah, 2009), 12. Islah Gusmian, Ruqyah
Terapi N'Abi Saw Menangkal Gangguan Jin, Sihir dan Santet (Jogjakarta:
Galangpress, 2005), 76.
[4] Jika mendengarkan musik
klasik dipercaya dapat mempengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur'an tentu lebih dari itu. Selain
mempengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an dapat mempengaruhi kecerdasan
spiritual (SQ). Salman Rusydie Anwar, Sembuh dengan Al-Qur’an (
Jogjakarta: Sabil, 2010 M), 90.
[5] Al-Albani
menilai hadis tersebut hasan. Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, II
(Bairut: Dar al-Fikr, t.th), 1250.
[6] QS. 14
(Ibrahim), 7.
[7] Imam
al-Tirmidzi menilai hadis ini hasan-shahih. Sedangkan al-Albani
menilainya hasan. Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, IV/97.
[8] Syu’aib
al-Arnout dalam catatan Musnad Ahmad bin Hanbal, VI/ 391.
[9] Ibn Qayyim
al-Jauziyah, Tuhfat al-Maulud, I/31.
[10] Prof.Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling
dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997 mengatakan bahwa Al-Qur’an
dapat memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Menurut
penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat
Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih
tenang. Anwar, Sembuh dengan Al-Qur’an, 90.
[11] Ibn Majah, Sunan
Ibn Majah, II/1056. Al-Albani menshahihkannya.
[12] HR. Abu
Dawud dari Ibn Abbas ra. Al-Albani menshahihkannya. Sunan Abu Dawud,
III/66.
[13] Ibn Qayyim
al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad, II/ 296.
[14] Abu Dawud, Sunan
Abu Dawud, III/66. Ahmad, Musnad Ahmad, XXXIII/271.
[15] Nabi Saw
bersabda: “Nama-nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan
Abdurrahman”. Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, IV/443. Al-Albani
menshahihkannya.
[16] Menurut Masaru Emoto, air dapat berfungsi mendengar,
merespons dan menyimpan serta menyalurkan. Ia telah melakukan percobaan mengenai pengaruh
suara terhadap air. Ia menemukan bahwa medan elektromagnetik dari molekul air
juga terpengaruh oleh suara. Ada gelombang suara tertentu yang memberi pengaruh
pada molekul air lalu membuatnya lebih dinamis dan teratur. Masaru Emoto, The True Power of Water, terj. Azam
Translator (Bandung: MQ Publishing, 2006). Karena sebagian besar tubuh manusia
terdiri dari air, maka setiap suara yang terdengar oleh manusia dapat
berpengaruh kepada dirinya. Ketika nama yang baik disebut, dengan suara yang
indah, maka ia bisa menjadi doa bagi yang memiliki nama itu.
[17] Al-Tirmidzi,
Sunan al-Tirmidzi, IV/99. Al-Albani meng-hasan-kannya
[18]Nabi
Saw bersabda: “Seorang anak (bayi) tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan
hewan aqiqah pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan ditumpahkan darah
(dikhitan). (HR. Abu Dawud dari Samurah) al-Albani men-shahih-kannya. Abu
Dawud, Sunan Abi Dawud, III/65.
[19] HR. Abu
Dawud dari Hudzaifah ra. Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, I/507. Al-Albani
men-shahih-kannya.
[20] HR.
Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,
XV/222.
[21] Nabi Saw
bersabda: “Tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan di
atas adalah orang yang ahli sedekah, sedangkan tangan di bawah adalah orang
yang suka minta-minta. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar ra.)
[22]
Dari Ibnu Abbas ra berkata, “Rasulullah Saw adalah manusia yang paling dermawan,
dan kondisi beliau paling dermawan adalah di bulan Ramadhan di saat bertemu
Jibril ‘Alaihis salam, di mana Jibril ‘alaihis salam sering bertemu beliau pada
setiap malam dari bulan Ramadhan, lalu Jibril mengajarkannya al-Qur`an, dan
sungguh Rasulullah Saw adalah manusia paling (cepat) dermawan dengan kebaikan
daripada angin yang berhembus.” (HR.
al-Bukhari
dan Muslim)
[23] Nabi Saw
bersaabda: “Barangsiapa membaca satu huruf al-Qur’an maka ia akan mendapatkan
pahala 10 kebaikan. Setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya menjadi 10
kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif-laam-miim itu satu huruf, tetapi
alif itu satu huruf, laam itu satu huruf dan miim itu satu huruf. Al-Tirmidzi, Sunan
al-Tirmidzi, V/175.
[24] Barang siapa
menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga
baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah)
untuk membaca Al Qur'an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan
dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada
malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang ketinggalan
amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.' (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
DAFTAR PUSTAKA
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, III/65.
__________, Sunan Abi Dawud, I/507.
__________, Sunan Abu Dawud, III/66.
__________, Sunan Abi Dawud, IV/443.
Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal, XXXIII/271.
______, Musnad Ahmad bin Hanbal, VI/ 391.
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, XV/222.
Al-Nawawi. al-Adzkar . Bairut: Dar al-Fikr, t.th.
Anwar, Salman Rusydie. Sembuh dengan Al-Qur’an. Jogjakarta: Sabil, 2010.
‘A<rif, 'Abu> al-Fida>' Muh}ammad ‘Izzat Muh}ammad.‘A<lij Nafsaka Bi al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Fad}i>lah, 2009.
Emoto, Masaru. The True Power of Water, terj. Azam Translator (Bandung: MQ Publishing, 2006).
Gusmian, Islah. Ruqyah Terapi Nabi Saw Menangkal Gangguan Jin, Sihir dan Santet. Jogjakarta: Galangpress, 2005.
Ibn Majah. Sunan Ibn Majah, II. Bairut: Dar al-Fikr, t.th.
________. Sunan Ibn Majah, II/1056.
al-Jauziyah, Ibn Qayyim. Tuhfat al-Maulud, I/31.
_________, Zad al-Ma’ad, II/ 296.
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, IV/99. Al-Albani meng-hasan-kannya
_________, Sunan al-Tirmidzi, V/175.
_________, Sunan al-Tirmidzi, IV/97.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar