DOA-DOA
MENJELANG KEBERANGKATAN HAJI &
UMRAH
Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
1. Doa untuk
keluarga/teman dan handai taulan yang ditinggalkan
اسْتَوْدَعْتُكَ
اللَّهَ الَّذِى لاَ يُضَيِّعُ وَدَائِعَهُ
(رواه احمد وبن ماجة)
Istawda’tuka Alla>h al-ladhi> la> yud}ayyi’u
wa da>- i’ahu
Artinya: Aku titipkan engkau kepada Allah yang tidak akan
menyia-nyiakan
titipan yang dititipkan kepadaNya.
(HR Ibnu Ma>jah dan Ah}mad).[1]
2. Doa keluarga/
teman dan handai taulan untuk orang yang hendak berangkat
haji
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ
ذَنْبَكَ
وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ
(رواه الترمذى وبن
خزيمة والدارمى والحاكم والطبرانى)
Zawwadaka Alla>hu al-taqwa> wa ghafara dhanbaka
wa yassara laka al-khaira
h}aithuma> kunta
Artinya:
Semoga Allah memberi bekal takwa dan memberikan ampunan dosamu serta memudahkan
keberuntungan kepadamu di mana saja engkau berada. (HR.al-Tirmidzi>, Ibn
Khuzaymah, al-Da>rimi>, al-H{a>kim dan al-T{abrani> ).[2]
3. Doa
keluar rumah
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ
، لاَ حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
(رواه الترمذي)
Bismilla>h tawakkaltu ‘alalla>h la> h}awla
wala>
quwwata
illa> billa>h
Artinya: Dengan nama Allah, aku pasrah (tawakal) kepada
Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan seizin Allah (HR. al-Tirmi>dhi>).[3]
4. Doa
naik kendaraan
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ , سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا
هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى
اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ
أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ
بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ
وَالأَهْلِ
Alla>hu Akbar, Alla>hu Akbar, Alla>hu Akbar,
Subh}a>na al-ladhi> sakhkhara lana>
ha>dha> wa ma> kunna> lahu> muqrini>n wa inna> ila> rabbina> lamunqalibu>n.
Alla>humma inna> nas-aluka fi> safarina> ha>dha> al-birra wa
al-taqw>a wamin al ‘amali ma> tard}a>. Alla>humma hawwin
‘alyina> safarana> ha>dha>
wat}wi ‘anna> bu’dahu. Alla>humma anta al-s}a>hibu fi al-safari
wa al-khali>fatu fi al-ahli. Alla>humma inni> a’u>dhu bika min
wa’tha>’i al-safar wa ka-a>bati al-mandzar wasu>’i al-munqalabi fi al-
ma>l
wa al-ahl.
Artinya:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya dan sungguh kepada Tuhan kami kembali. Ya
Allah, kami mohon kepadaMu dalam perjalanan kami kebaikan dan takwa
serta amal perbuatan yang Engkau ridai. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami
ini dan dekatkan jauhnya. Ya Allah, Engkau adalah yang menyertai dalam
bepergian dan pelindung terhadap keluarga yang ditinggalkan. Ya Allah aku
berlindung kepadaMu dari kesukaran dalam bepergian, penampilan yang buruk,
kepulangan yang menyusahkan dalam hubungan dengan harta benda dan keluarga (HR. Muslim).
5. Shalat safar,
sunnahkah ?
Shalat safar
adalah shalat dua rakaat yang dilaksanakan ketika hendak melakukan perjalanan
atau bepergian, baik perjalanan biasa maupun perjalanan untuk melaksanakan
ibadah haji.
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat safar yang
dua rakaat itu hukumnya sunnah. Sementara ulama lain berpendapat bahwa shalat safar
itu tidak sunnah atau tidak disyariatkan.
Alasan ulama yang mengatakan bahwa shalat safar
itu sunnah, merujuk kepada sebuah hadis
riwayat al-T{abra>ni> dari
al-Mut}’im bin al-Miqda>m:
عَنْ الْمُطْعِمِ بْنِ الْمِقْدَامِ قَالَ
: قَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا خَلَّفَ أَحَدٌ عِنْدَ
أَهْلِهِ أَفْضَلَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يَرْكَعُهُمَا عِنْدَهُمْ حِينَ يُرِيدُ سَفَرًا (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَابْنُ عَسَاكِر)
Al-Mut}’im bin al-Miqda>m berkata, Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih utama yang ditinggalkan oleh seseorang
terhadap keluarganya selain shalat dua rakaat di
tempat mereka ketika ia hendak bepergian” (HR. Al-T{abra>ni> dan Ibn
‘Asa>kir).
‘Abd al-Rahma>n al-Jazi>ri>, dalam kitabnya al-Fiqh
‘ala> al-Madha>hib al-Arba’ah menulis bahwa berdasarkan hadis tersebut, shalat safar yang dua rakaat itu
hukumnya sunnah[4].
Adapun ulama yang berpendapat bahwa shalat safar itu tidak disyariatkan (tidak disunnahkan), mereka menilai
bahwa hadis tentang shalat
safar tersebut tidak sahih. Shaykh Muh}ammad Na>s}iruddi>n
al-Alba>ni> mengatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibn Abi> Shaibah dalam al-Mus}annaf
(I/105/1), al-Khat}ib dalam al-Muwad}d}ah} (2/220-221), dan Ibn
‘Asa>kir dalam al-Ta>ri>kh (16/297/2). Dalam
hadis-hadis tersebut
terdapat perawi yang bernama al-Mut}’im bin al-Miqda>m (ta>bi’i>,
tidak pernah bertemu dengan Rasulullah SAW). Perawi ini mengatakan bahwa hadis
yang ia riwayatkan itu berasal dari
Rasulullah SAW (marfu>’).
Bila ada seorang ta>bi’i> mengatakan bahwa
ia menerima hadis dari Rasulullah
SAW tanpa menyebut s}ah}a>bat, hadis ini namanya hadis mursal. Dalam ilmu hadis, hadis mursal termasuk hadis da’if, tidak boleh dijadikan h}ujjah
atau dalil.
Selain dinilai sebagai hadis mursal, hadis tersebut juga
dinilai mu’d}al, karena al-Mut}’im bin al-Miqda>m ini ada yang
menilai sebagai pengikut ta>bi’i>n (atba’ al-ta>bi’i>n),
dengan demikian hadis yang
diriwayatkan tersebut terdapat dua perawi yang tidak disebutkan yaitu dari
kalangan ta>bi’i>n dan s}aha>bat. Hadis ini dipandang d}a’i>f,
bahkan lebih d}a’i>f daripada yang mursal.
Karena hadis tersebut d}a’i>f,
maka tidak dapat dijadikan sebagai dalil untuk menetapkan suatu hukum. Hal ini
berarti bahwa shalat safar, kata al-Alba>ni>, tidak berdasarkan
riwayat dari Rasulullah SAW, dan ini juga berarti bahwa shalat safar
itu tidak disyariatkan[5].
[1] Shaykh Shu’ayb al-Arnout menilai hadis ini s}ah}i>h}
lighairih (Musnad Ah}mad bin H{anbal, II/403).
[2] Al-Alba>ni> menilai hadis ini sahih (H{asan
S{ah}i>h} al-Kalim al-Tayyib, 123/170, tah}qi>q ke-2).
[4] ‘Abd al-Rahma>n
al-Jazi>ri>, al-Fiqh ‘ala al-Madha>hib al-Arba’ah Juz.I,
(Bairut: Dar al-Fikr, 1986), hal. 334.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar