MEMPERCAYAI BATU-BATUAN
TERTENTU
SEBAGAI
PENANGKAL DAN PENYEMBUH PENYAKIT
Oleh:
Dr.H.Achmad
Zuhdi Dh, M.Fil I
Sebagian masyarakat kita memang ada yang mempercayai
batu-batuan tertentu dapat memancarkan kekuatan. Ada yang meyakini batu-batu itu bisa berubah warna pada saat
tertentu. Ada juga yang percaya dengan
memakai
batu-batuan tertentu, baik
dalam bentuk
cincin, kalung atau yang
lainnya dapat
membawa keberuntungan, dan menjauhkan dari marabahaya. Batu-batuan
tertentu juga dipercaya
dapat menyembuhkan
dari berbagai jenis penyakit.
Pada tahun 2009, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan bocah cilik asal
Jombang Jawa Timur, bernama Ponari yang tiba-tiba mendapat kemampuan untuk
mengobati berbagai penyakit dengan sebuah batu yang dicelupkan ke dalam air
minum. Akibat
ekspos media massa yang luar biasa, dengan cepat puluhan ribu orang dari
seluruh Indonesia memadati dusun tempat tinggal Ponari di Jombang. Setidaknya ada empat orang yang tewas terinjak-injak karena
berdesak-desakan di gang sempit menuju rumah Ponari, dengan maksud untuk mendapatkan kesembuhan dari batu
Ponari.
Menurut
pengamal pengobatan tradisional, batu permata merah jambu, ungu, putih, hijau
dan biru mempunyai struktur atom yang agak kukuh dan memiliki frekuensi bunyi
yang tinggi serta laju sehingga menyebabkan hantu atau unsur negatif takut
lantas menjauhkan diri. Batu yang
populer di kalangan
orang Melayu ialah batu akik. Akik dikatakan dapat membantu dalam hal-hal yang
berhubungan dengan kepribadian secara fisik dan emosi.
Sebagian orang Melayu
percaya pemakai akik akan terlindung dari segala
macam bahaya dan bisa
menambah keberanian bagi
pemakainya.
Dalam
budaya Jawa dan bangsa Melayu pada umumnya, mempercayai batu dan magnet-megnet
tertetu untuk kesembuhan dari penyakit, menambah kekuatan dan terhindar dari
bahaya, semuanya itu masuk dalam kategori jimat. Mempercayai jimat adalah
peninggalan kepercayaan Animisme-Dinamisme.
Pada masa jahiliyah dulu, jimat (tamimah)
biasanya dikalungkan pada anak kecil atau binatang untuk menolak ‘ain (sejenis
sihir yang bisa berakibat bahaya bagi orang yang dipandangnya). Namun pada hakikatnya,
jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tersebut, akan tetapi mencakup
semua benda dari bahan apapun, dikalungkan, digantungkan, diletakkan di tempat
manapun dengan maksud untuk menghilangkan atau menangkal marabahaya. Jadi jimat
bisa berupa kalung, batu akik, keris, cincin, atau benda-benda yang
digantungkan pada tempat tertentu, seperti di atas pintu, di dalam kendaraan,
dipasang pada ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas dan
dimasukkan di saku celana, dan lain-lain dengan maksud mengusir atau menoak bala’
(bahaya).
Rasulullah Saw telah melarang penggunaan jimat ini secara
umum. Dari Zainab Isteri Abdullah bin Mas’ud, Nabi
Saw bersabda;
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ
وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
"Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan tiwalah
(pelet) adalah bentuk kesyirikan." (HR. Abu Dawud No. 3385, Ibn Majah No.
3521, Ahmad No. 3433).
Dari Abu Hurairah, beliau bersabda:
وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ
تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa yang melakukan
sihir, maka dia telah berbuat syirik; sedang barangsiapa yang
menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka dirinya dijadikan
Allah bersandar kepada benda itu. (HR. Al-Nasai No.4011).
Pada
hadis ini, Rasulullah Saw menjelaskan bahwa seseorang akan diserahkan
kepada yang dia jadikan sandaran. Seorang muslim yang menyandarkan segala
urusannya kepada Allah, maka Allah akan menolong, memudahkan dan mencukupi
segala urusannya. Sebaliknya, orang yang bersandar kepada selain Allah (seperti
bersandar pada jimat), maka Allah akan membiarkan orang tersebut dengan
sandarannya, sehingga kita dapatkan orang-orang semacam ini hidupnya tidak
pernah tenang. Dia hidup dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dia selalu takut apabila jimatnya hilang atau dicuri, karena dia akan kehilangan percaya diri ketika jimatnya
tidak bersamanya. Sungguh hal ini merupakan suatu kerugian yang besar.
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani,
Ia berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ
كَانَتْ مِنْ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ هَلْ
تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَصْبَحَ
مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ
وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ
بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
|
Rasulullah Saw shalat
bersama kami, shalat subuh di Hudaibiyah –di mana masih ada bekas hujan yang
turun di malam harinya- setelah beranjak beliau menghadap para sahabatnya
seraya berkata: “Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan
oleh Tuhan kalian? Mereka menjawab : “ Allah dan
RasulNya yang lebih mengetahui”. Allah berfirman: “Pagi ini di antara hambaKu ada yang beriman
kepadaKu dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata: “kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmatNya”, maka dia beriman kepadaKu dan kafir terhadap
bintang. Adapun orang yang berkata: “(hujan ini turun) karena
bintang ini dan bintang itu”, maka dia telah kufur kepadaKu dan beriman
kepada bintang” (HR Al-Bukhari No. 801).
Dari
Sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani, Rasulullah
Saw bersabda:
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً
فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa
menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan syirik.” (HR. Ahmad No 16781).
Dari al-Hasan, Imran bin Husain mengabarkan kepadaku:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ
حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ وَيْحَكَ مَا هَذِهِ قَالَ مِنْ
الْوَاهِنَةِ قَالَ أَمَا إِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهْنًا انْبِذْهَا
عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا
Nabi Saw ketika melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di
tangannya, maka beliau bertanya, “Apa ini?” Orang itu menjawab,
“Penangkal sakit”. Nabipun bersabda,
“Lepaskanlah, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu
mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tak akan beruntung
selama-lamanya.” (HR. Ahmad No. 19149).
Kesimpulannya, mempercayai bebatuan, magnet-magnet tertentu dan benda-benda
lain dapat menyembuhkan suatu penyakit bisa dihukumi kufur dan syirik. Kufur,
karena ia tidak percaya kepada Allah sebagai penyembuhnya, ia malah percaya
kepada benda-benda itu yang menyembuhkannya. Syirik, karena selain percaya
kepada Allah, ia juga percaya pada benda-benda itu yang dapat memberikan
kesembuhan. Kecuali, jika ada suatu
benda, berdasarkan penelitian ilmiah dan hasil uji laboratorium, ternyata
berfungsi dapat mempengaruhi kesembuhan suatu penyakit, maka kita boleh
mempercayai bahwa benda itu memang berfungsi. Namun demikian, harus disertai
keimanan bahwa berfungsinya benda itu karena dianugerahi oleh Allah Swt. Dengan
demikian, hakikatnya yang menyembuhkan penyakit itu adalah Allah Swt. Jimat tak dapat
menolak dan menghilangkan apa yang telah ditakdirkan Allah. Allah Swt berfirman:
وَعَلَى اللَّهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُون
“Dan hanya kepada
Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS.
Ibrahim: 11).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar