SUJUD SAHWI
(Hukum dan
Tata Caranya)
Oleh:
Dr.H.Achmad Zuhdi
Dh, M.Fil I
Pengertian
Sujud Sahwi:
Secara bahasa kata “sahwi”, “nisyan”
dan “ghaflah” adalah lafal-lafal yang bermakna sama, yaitu lupa terhadap
sesuatu atau lalainya hati dari suatu perkara (Ibnu Manzhur, Lisan
al-‘Arab, XIV/406). Lebih lanjut Wahbah
al-Zuhayli mengatakan:
السهو في الشيء: تركه من
غير علم، والسهو عن الشيء: تركه مع العلم به. والفرق بين الناسي
والساهي: أن الناسي إذا ذكرته تذكر، بخلاف الساهي.
Lupa dalam sesuatu adalah meninggalkan
sesuatu tanpa disadarinya. Sedangkan lupa dari sesuatu berarti meninggalkannnya
dengan kesadaran. Perbedaan antara kata “nisyan” dan “sahwi”, bahwa orang yang mengalami
“nisyan” (kelupaan), jika kamu ingatkan maka dia akan teringat, berbeda dengan
orang yang mengalami “sahwi” (Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, II/264).
Secara
istilah, sujud sahwi adalah dua kali sujud (baik sebelum atau setelah salam)
yang dilakukan karena lupa melakukan sesuatu bacaan atau gerakan dalam shalat
yang disyariatkan atau ragu dalam shalat (seperti ragu tentang jumlah rakaat).
Hukum Sujud
Sahwi
Para Ulama’
sepakat bahwa sujud sahwi termasuk bagian ibadah yang disyariatkan. Namun
mereka berbeda pendapat tentang hukumnya. Dalam hal ini ada tiga pendapat:
1.
Wajib, menurut pendapat al-Hanafiyah.
2.
Sunnah (mustahab), menurut pendapat
al-Malikiyyah dan Al-Syafiiyah, namun menjadi wajib bagi makmum jika Imam
melakukannya.
3.
Kadangkala hukumnya wajib, mustahab, dan
mubah (boleh), tergantung apa yang terlupa dilakukan dalam shalat, menurut
al-Hanabilah. Jika yang terlupakan adalah termasuk kewajiban shalat, maka
hukumnya wajib.
(Abdurrahman al-Jaziiri, al-Fiqhu ‘alal madzaahibil arba’ah, I/706).
Dalam hal ini
pendapat yang insya Allah lebih kuat
adalah pendapat yang menyatakan bahwa hukum
sujud sahwi sesuai dengan apa yang terlupa dalam shalat. Jika yang terlupa
adalah kewajiban, maka hukum sujud sahwi adalah wajib (Al-‘Utsaimin, al-Syarh al-Mumti’ Ala
Zad al-Mustaqni’, III/391-392). Wallaahu
A’lam.
Sebab-sebab
Sujud Sahwi
Secara garis besar, ada empat hal
yang menjadikan sebab dilakukannya sujud sahwi, yaitu:
1.
Karena lupa duduk tahiyat awal. Dalam hadis
riwayat al-Bukhari disebutkan:
إنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ مِنْ اثْنَتَيْنِ
مِنْ الظُّهْرِ لَمْ يَجْلِسْ بَيْنَهُمَا فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ
ثُمَّ سَلَّمَ بَعْدَ ذَلِكَ. رواه البخاري
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw (pernah langsung) berdiri pada rakaat
kedua salat zuhur dan tidak duduk di antara keduanya. Tatkala
selesai salat, ia sujud dua rakaat kemudian salam setelah itu.” (HR. al-Bukhari
no. 1225).
2.
Karena ragu-ragu jumlah rakaat yang
dikerjakan. Nabi Saw bersabda:
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ
كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ
ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ
لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ.
رواه مسلم
Artinya: “Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak
mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah
keraguan dan ambillah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam.
Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya.
Dan jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah
sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571).
3.
Karena rakaat yang dikerjakan kurang. Dalilnya
hadis berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ أَوْ الْعَصْرَ
فَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ الصَّلَاةُ يَا رَسُولَ اللهِ أَنَقَصَتْ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ أَحَقٌّ مَا يَقُولُ قَالُوا
نَعَمْ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ أُخْرَيَيْنِ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَالَ سَعْدٌ
وَرَأَيْتُ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ صَلَّى مِنْ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ فَسَلَّمَ
وَتَكَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى مَا بَقِيَ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَقَالَ هَكَذَا فَعَلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.)رواه البخاري(
Artinya:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw (pernah)
mengimami kami salat zuhur atau asar, lalu beliau salam. Kemudian Dzulyadain
bertanya kepada beliau: Wahai Rasulullah, apakah salat dikurangi (rakaatnya)?
Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat: Benarkah yang dikatakannya? Para
sahabat menjawab: Benar. Lalu beliau menyempurnakan dua rakaat yang tertinggal,
kemudian sujud dua kali. Sa’ad berkata: Aku melihat ‘Urwah bin Zubair salat
magrib dua rakaat lalu salam, kemudian ia langsung bercakap-cakap, setelah itu
ia menyempurnakan (rakaat yang kurang) dan sujud dua kali. Abu Hurairah
berkata: Begitulah yang dikerjakan Nabi saw.” [HR. al-Bukhari no. 1227]
4.
Karena rakaat yang dikerjakan kelebihan.
Dalam hadis riwayat al-Bukhari diterangkan:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ
قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ. رواه البخاري
Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw pernah salat zuhur lima rakaat, lalu beliau ditanya:
Apakah ada tambahan rakaat salat? Beliau menjawab: (memang) apa yang terjadi?
(Abdullah) berkata: Engkau mengerjakannya lima rakaat. Kemudian Rasulullah
sujud dua kali setelah salam.” [HR. al-Bukhari no. 1226]
Tempat dan Waktu Sujud Sahwi
Mengenai kapan
dilakukannya sujud sahwi, mayoritas ulama membolehkan sujud sahwi dilakukan
kapan saja, yakni boleh sebelum salam dan boleh sesudah salam. Namun lebih utama jika dilakukan
sesuai dengan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yaitu:
1.
Sujud sahwi dilakukan sebelum salam apabila
ia ragu-ragu sudah berapa rakaat dalam shalatnya atau ia kelupaan tidak
melakukan tahiyyat awal; untuk kasus lupa tahiyyat awal ini, jika ia belum
berdiri sempurna, maka ia boleh langsung duduk tahiyyat dan tidak perlu sujud
sahwi. Namun, bila ia sudah berdiri sempurna, maka ia tidak perlu duduk
tahiyyat awal, tetapi tetap berdiri dan melanjutkan shalatnya sampai selesai,
dan selanjutnya melakukan sujud sahwi sebelum salam
(al-Qasthalani, Irsyad al-Sari Lisyarh Shahih al-Bukhari No. 1224,
II/363-364). Nabi Saw
bersabda:
إِذَا سَهَا الْإِمَامُ فَاسْتَتَمَّ
قَائِمًا فَعَلَيْهِ سَجْدَتاَ السَّهْوِ وَإِذَا لمَ ْيَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلاَ
سَهْوَ عَلَيْهِ
“Jika Imam lupa sehingga sempurna
berdirinya, maka baginya harus melakukan dua sujud sahwi, jika belum sempurna
berdiri, maka tidak ada (sujud) sahwi baginya” (HR. Al-Thabarani dari
al-Mughirah). Al-Albani: Hadis ini Shahih.
2.
Sujud sahwi dilakukan sesudah salam apabila ia
lupa melakukan penambahan atau pengurangan dalam gerakan shalat yang
disyariatkan. Misalnya shalat isya lima rakaat baru salam, atau shalat dhuhur
dua rakaat sudah salam. Bila kelebihan rakaat baru salam, maka selanjutnya
dilakukan sujud sahwi dan diakhiri dengan salam lagi. Adapun bila terdapat kekurangan
sudah salam, maka ia dapat melanjutkan kekurangannya itu, kemudian sujud sahwi
dan kemudian salam lagi. Dalam hadis riwayat Imran bin Hushain disebutkan:
فَصَلَّى
رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.
“Kemudian beliau pun shalat satu
rakaat (menambah raka’at ashar yang tadinya baru tiga rakaat). Lalu beliau
salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian
beliau salam lagi.”(HR. Muslim no. 574).
Bacaan Sujud
Sahwi
Dalam kitab al-Talkhish
al-Habir, Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan:
قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ
يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا: سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا
يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت: لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا.
“Perkataan beliau: “Aku telah mendengar sebagian ulama yang
menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa
yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku
tidak mendapatkan asalnya(dasarnya) sama sekali.” (Ibn Hajar al-Asqalani, At
Talkhish Al Habiir
Fi Takhrij Ahadits al-Rafi’I al-Kabir, II/6).
Berdasarkan keterangan Ibn Hajar
al-Asqalani tersebut, maka sesungguhnya
lafal atau bacaan ketika sujud sahwi tidak ditemukan adanya bacaan
khusus. Karena itu kita kembali kepada bacaan yang umum dibaca dalam
sujud-sujud shalat seperti biasa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Misalnya bacaan:
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“Subhaana robbiyal a’laa”
[Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi] ( HR.
Muslim no. 772).
Atau bacaan:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi
hamdika, allahummagh firliy.”
[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan
segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim
no. 484)
Tata Cara Sujud Sahwi
Cara melaksanakan sujud sahwi,
baik sebelum salam maupun sesudah salam, sama saja caranya, yaitu:
1.
Mengucapkan takbir sebelum sujud;
2.
Melakukan sujud seperti sujud pada umumnya
dalam shalat dan membaca dzikir atau doa sujud;
3.
Bangkit
dengan membaca
takbir kemudian duduk di antara dua sujud dan membaca doa seperti doa-doa yang
biasa dibaca ketika duduk di antara kedua sujud;
4.
Membaca takbir lalu melakukan sujud kedua dan
membaca dzikir atau doa sujud;
5.
Bangkit
dengan membaca
takbir kemudian duduk lalu mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
Wallahu
A’lam Bishshawab !
Apakah ada pengaruhnya terhadap tata cara pelaksanaan shalat bagi individu yang mengikuti mazhab tertentu? Visit Us Telkom University
BalasHapus