RAMADAN SEBAGAI BULAN
PENYUCIAN DIRI
(Penyucian 3 Nafsu Ta: Wanita, Harta dan Tahta)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنصَََرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ ِإلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ, أَمَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّّاىَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
أَللهُ اَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ أَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!
Hari ini kita berkumpul bersama, duduk bersimpuh di atas tanah lapang, dinaungi langit yang membentang tak terbatas
Baru saja di tempat ini kita bersama-sama menggemakan pujian kebesaran Allah Swt, sehingga langit di sekitar kita dipenuhi gemuruh suara takbir, tahlil dan tahmid.
Hari ini kita sebut sebagai hari raya Idul Fitri, kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian. Satu bulan lamanya kita telah berusaha membersihkan diri kita: membersihkan nafsu syahwat dari perbuatan yang keji dan tak terpuji, membersihkan harta dari hal-hal yang haram dan syubhat, dan membersihkan kekuasaan dari sifat dzalim dan serakah. Ramadan adalah bulan untuk latihan penyucian diri. Karena itu, selain disebut sebagai bulan suci, Ramadan adalah bulan untuk menyucikan diri atau tazkiyatun-nafs.
Selama Ramadan, kita telah rela berpuasa, kemudian bersedekah, mengeluarkan zakat baik mal maupun fitrah. Kita juga berusaha memper-banyak ibadah ritual, membaca al-Qur’an, berdzikir, beristighfar, bermunajat di malam hari dan berusaha berbuat baik kepada sesama. Semua ini adalah dalam rangka membersihkan dan menyucikan diri.
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Sungguh berbahagialah orang yang menyucikan dirinya dan celakalah orang yang malah mencemarinya(QS.al-Syams, ayat 9-10)
(1)
Penyucian Nafsu Syahwat
dari perilaku yang keji dan tak terpuji
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Tentang penyucian syahwat dari perilaku keji dan tak terpuji, kita dapat bercermin pada kisah wanita Juhainah yang hidup pada masa Nabi saw.
Dalam hadis riwayat Muslim dan Abu Dawud, Buraidah mengisahkan seorang wanita Juhainah yang datang menemui Rasulullah Saw.
“Wahai Rasulullah, aku telah berzina, sucikanlah aku”
تُصَلِّى عَلَيْهَا يَارَسُوْلَ اللهِ وَقَدْ زَنَتََْ؟
“Engkau menyalatinya wahai Rasulullah, padahal ia telah berzina?”
“Seandanya nilai taubatnya dibagi-bagikan kepada 70 orang penduduk Madinah, maka masih mencukupi”
(2)
Penyucian harta
dari yang haram dan syubhat
Maasyiral muslimin rahimakumullah !
Suatu ketika seorang Yahudi, Zaid bin Sa’nah menemui Nabi Saw untuk menagih hutang. Saat itu jatuh tempo membayar hutangnya masih dua atau tiga hari lagi. Sungguhpun di hadapan para sahabat, si Yahudi ini tak peduli, ia tetap menagih hutang kepada Rasulullah. Dengan kasarnya, Yahudi ini menarik-narik surban dan baju Nabi hingga Nabi jatuh ke tanah dan memaki-maki Nabi karena belum bayar. Melihat adegan yang sangat tragis itu, para sahabat marah, terutama Umar bin Khattab, ia minta izin kepada Rasulullah untuk memenggal lehernya. Tetapi Rasulullah tidak mengizinkannya. Rasulullah mengatakan bahwa ia diutus hanyalah untuk memperbaiki perangai umat. Nabi tidak marah, malah memaafkannya. Kepada para sahabat, Nabi Saw meminta agar menghimpun dana untuk membayar hutang kepada si Yahudi itu. Setelah dana itu terkumpul, Nabi meminta agar pembayarannya ditambah dengan 20 takar kurma.
“Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Nabiku”
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Inilah yang disebut penyucian harta atau tazkiyatul mal.
(3)
Penyucian kekuasaan dari kedzaliman
dan keserakahan
Dalam Islam tidak ada larangan menjadi penguasa atau menempati jabatan tertentu. Yang dilarang adalah mencemari kekuasaan yang diberikan itu dengan kesewenang-wenangan, kedzaliman dan keserakahan. Seperti mendahulukan kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya sendiri. Menyucikan kekuasaan berarti mementingkan masyarakat secara keseluruhan daripada dirinya sendiri.
Ambillah teladan dari Khalifah Ali ra, ketika beliau menjabat atau memegang kekuasaan. Saat itu ia membagikan harta Baitul Mal hanya kepada yang berhak. Pernah, Aqil, saudaranya sendiri meminta lebih dari haknya karena anak-anaknya sedang menderita sakit. Kata Ali: “datanglah nanti malam, akan kuberi sesuatu”.
Malam itu Aqil datang dengan penuh harap dapat bantuan lebih. Kata Ali: “hanya ini saja untukmu”. Aqil segera menjulurkan tangannya untuk menerima pemberian Ali. Tiba-tiba Aqil menjerit, meraung kepanasan. Rupanya yang ia terima adalah besi yang panas membara. Dengan tenang Ali berkata: “itu besi yang dibakar api dunia, bagaimana kelak aku dan engkau dibelenggu dengan rantai jahannam?”
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Itulah pembersihan kekuasaan atau tazkiyatus sulthah. Ali tidak mau kekuasaannya dicemari oleh ketidakadilan dan keserakahan. Sebagai penguasa, Ali memilih hidup sederhana daripada memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan golongannya.
Setelah kita bersusah payah melaksaanakan ibadah puasa selama bulan Ramadan, dan hari ini kita merayakannya sebagai idul fitri, kembali kepada fitrah dan kembali dalam kesucian, marilah kita jadikan mementum yang amat berharga ini untuk membuktikan bahwa diri kita benar-benar telah ber idul fitri (kembali suci) dalam arti yang sebenarnya. Marilah kita bersihkan harta kita dengan berbagi: mengeluarkan zakat, infak dan sedekah, seperti yang dilakukan oleh Zaid bin Sa’nah. Jangan sampai kita menghimpun dan menumpuk harta dengan jalan pemerasan dan korupsi seperti yang dilakukan oleh sebagian pejabat tinggi yang kini tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Marilah kita bersihkan moral kita nafsu syahwat kita dari segala perilaku yang keji dan tak terpuji seperti yang dilakukan oleh wanita Juhainah. Jangan sampai kita mencemarinya dengan perbuatan mesum dan tak terpuji lainnya seperti yang pernah dilakukan oleh sejumlah anggota dewan kita, yang akhirnya mereka pun harus kehilangan kursi kehormatannya. Dan marilah kita bersihkan kekuasaan dan jabatan yang diamanatkan kepada kita itu dari sikap dzalim dan serakah sebagaimana yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. Jangan sampai amanah yang dibebankan kepada kita ini diselewengkan dan bahkan dijadikan sebagai aji mumpung untuk memperkaya diri sendiri seperti yang dilakukan oleh sejumlah pejabat yang tak kuat godaan akhir-akhir ini, sehingga tidak sedikit mereka yang terpaksa tinggal di balik jeruji besi.
Semoga, dengan selesainya ibadah selama ramadan, kita semua tergolong orang-orang yang benar-benar kembali kepada fitrah, kesucian. Dan semoga Allah berkenan menerima seluruh amal ibadah yang telah kita lakukan selama Ramadan.
رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ وَصَلىَّ اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَّعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْن سُبْحَانَكَ اللهَّمُ َّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar