SEDEKAH SAAT SUSAH
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fi I
Permasalahan
Saya pernah membaca ayat al-Qur’an
bahwa infak dan sedekah itu dianjurkan bagi siapa saja, baik saat sempit
(susah) maupun longgar (berkelebihan). Yang ingin saya tanyakan adalah
bagaimana ketika saya ada uang hanya mencukupi atau pas-pasan untuk kebutuhan
keluarga bahkan terkadang kekurangan, kemudian ada ajakan bersedekah untuk
musibah bencana alam, apakah saya boleh ikut bersedekah dengan mengurangi jatah
untuk keperluan keluarga? Mohon kepada pengasuh rubrik konsultasi agama berkenan
memberikan pencerahan mengenai masalah tersebut berdasarkan dalil al-Qur’an dan
al-Sunnah. Atas perkenannya, saya sampaikan terima kasih dengan iringan doa
jazakumullah ahsan al-jaza’! (Salim, Sidoarjo)
Pembahasan:
Imam
al-Qusyairi menjelaskan bahwa ada tiga tingkatan sikap kedermawanan. Pertama al-shakha’
(السخاء), yaitu memberikan sebagian hartanya untuk orang
lain dan sebagiannya untuk dirinya sendiri. Kedua, al-Jud (الجود),
yaitu memberikan sebagian besar hartanya untuk orang lain, sisanya untuk
dirinya sendiri. Ketiga, al-itsar (الايثار), yaitu saat ia masih sangat membutuhkan sesuatu, tetapi sesuatu itu malah
diberikan kepada orang lain, yakni mengutamakan orang lain (Imam al-Qusyairi, al-Risalah
al-Qusyairiyah, 248).
Dalam
Islam, sedekah adalah amal yang sangat baik dan bisa menjadi salah satu tanda
kesalihan serta ketakwaan seseorang. Perintah bersedekah, tidak hanya berlaku
bagi orang yang hartanya berlebih, tetapi juga berlaku bagi siapa saja, baik
saat longgar (banyak hartanya) maupun sempit (pas-pasan bahkan kekurangan).
Allah swt berfirman:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ
رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ
وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan
surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang
yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang
maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang
yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat
kebaikan (QS. Ali Imran,
133-134).
Perintah
berinfak dan bersedekah dalam ayat tersebut dapat difahami bahwa jadi manusia
itu tidak boleh mementingkan diri sendiri, tetapi juga memberikan perhatian dan
bantuan kepada orang lain, terutama mereka yang sangat membutuhkan.
Perintah
bersedekah saat dalam kondisi harta berlebih dan berlimpah, di antara tujuannya
adalah agar seseorang bisa mensyukuri nikmat pemberian Allah dan agar terhindar
dari sikap sombong, serakah, serta sikap adigung adigina, sapa sira sapa
ingsun. Merasa hanya dirinya yang paling hebat.
Sedangkan
perintah bersedekah saat kondisi hartanya pas-pasan bahkan mungkin kekurangan,
di antara hikmahnya adalah agar seseorang tetap punya harga diri, tidak suka
memposisikan tangannya selalu di bawah (sebagai penerima) tetapi juga bisa menempatkan
tangannya di atas (sebagai pemberi).
Allah
swt berfirman:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ
قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan (QS. al-Thalak, 7).
Rasulullah
saw. mengingatkan kita agar mengutamakan amal sedekah dan menyegerakannya.
Tidak perlu menunggu kaya, meski hanya dengan sebutir kurma. Nabi saw bersabda:
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Jauhkanlah
dirimu dari api neraka walaupun dengan (bersedekah) sebutir kurma. Bila tidak
mendapatkan (apapun), maka sedekahlah dengan kalimat (ucapan) yang baik
(HR. al-Bukhari No. 6563
dan Muslim No. 2397).
Umumnya orang suka menumpuk harta
dan terus menambah hartanya hingga berlimpah. Nabi saw tidak melarang orang
menjadi kaya raya dan terus bekerja keras untuk meraih kekayaan. Namun, pada
saat seperti ini, biasanya orang merasa eman untuk bersedekah dan hanya
berpikir bagaimana menghimpun harta sebanyak-banyaknya. Karena itu Nabi saw
mengingatkan agar seseorang tetap bisa menyempatkan bersedekah, tidak usah
menunggu kaya.
Nabi saw pernah ditanya tentang
sedekah yang paling utama dan yang paling besar pahalanya. Saat itu Nabi saw
menjelaskan:
أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ
حَرِيصٌ تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ
الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ
Engkau bersedekah
pada saat kamu masih sehat, masih sangat mencintai harta, masih berangan-angan
menjadi kaya, dan masih takut menjadi fakir. Dan (sebagai peringatan),
janganlah kamu menunda-nunda sedekah hingga apabila nyawamu telah sampai di
tenggorokan, lalu kamu baru berkata: “Untuk si fulan sekian dan untuk fulan
sekian, dan harta itu sudah menjadi hak si fulan” (HR. al-Bukhari No. 2748).
Pada
hadis lain, Dari Abdullah
bin Hubsyi Al Khats’ami, Nabi saw. pernah ditanya mengenai sedekah apa
yang paling utama. Saat itu beliau menjawab: “jahdul muqill (جَهْدُ الْمُقِلِّ),
yaitu “Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” (HR. Abu
Dawud No. 1451 dan Al-Nasai no. 2526). Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini
sahih).
Dari keterangan di atas dapat difahami bahwa
sedekah adalah amal yang sangat mulia, bisa dilakukan oleh siapa saja, saat
sedang berkecukupan dan berlebihan maupun sedang dalam keadaan pas-pasan atau
bahkan kekurangan.
Berikut
ini kisah inspiratif tentang kemuliaan dan keberuntungan orang-orang yang
bersedekah saat pas-pasan dan hidup susah. Kisah pertama terjadi pada masa Nabi
saw. dan kisah kedua pada masa kita ini.
Berdasarkan
hadis riwayat al-Bukhari No. 3798, dari Abu
Hurairah ra.: “Ada seseorang (tamu) mendatangi Rasulullah saw. (dalam
keadaan lapar), lalu beliau mengirim utusan kepada para istrinya. Saat itu
para istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air”. Rasulullah
saw. kemudian
menemui para sahabatnya: “Siapakah di antara kalian
yang mau menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.”
Lalu orang Anshar ini membawa orang
tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah saw.!”
Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk
anak-anak.” Orang Anshar itu berkata, “Siapkan saja makananmu itu! Nyalakanlah
lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Wanita itu
pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.
Dia lalu bangkit, seakan hendak
memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan
seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan
harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah saw. Beliau saw. bersabda:
“Malam ini
Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan
ayat (QS. Al-Hasyr: 9, “…Mereka mengutamakan
(Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak…”). Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Anshar yang melayani
tamu tersebut adalah Abu Thalhah ra.
Kisah kedua dari orang Minang yang
merantau ke Jakarta (hidayatullah.com). Tujuh tahun Abdullah merantau dari sebuah
desa kecil di Padang-Sumatera
ke Jakarta. Tujuannya hanya satu, mencoba peruntungan. Ia berharap bahwa Jakarta yang sering
hanya dilihat
di televisi bisa mengubah
garis hidupnya.
Salah
satu andalan yang bisa ia
lakukan di kota paling besar di Negeri ini adalah berjualan kecil-kecilan. Ia memutuskan berjualan makanan Nasi
Padang, khas kampungnya. Ia menetap dan tinggal di Jakarta Timur
dengan menyewa sebuah tempat kecil. Ia bersyukur, meski kecil, warungnya tidak sepi. Setidaknya dengan warung itu ia bisa mencukupi kebutuhan
sehari-harinya.
Merantau dari desa ke Jakarta tujuannya memang untuk mengais rizki. Tentu, agar irit,
semuanya ia
lakukan sendiri. Mulai belanja, masak hingga menunggu warung, ia lakukan sendiri.
Suatu
hari, di sebelah warung yang ia tempati ada musibah. Seorang bapak, meninggal dunia
dengan meninggalkan anaknya yang masih kecil enam orang dan seorang istri. Ia memperhatikan
kehidupannya pasca kematian suaminya benar-benar memprihatinkan. Entah, apa yang
menggerakkan hatinya, kala
itu ia ingin
membantu. Namun karena kondisinya yang terbatas, yang mungkin ia lakukan adalah memberi makan
mereka secara gratis. Itupun sekali dalam seminggu.
Minggu
berganti bulan, bulan berganti tahun, itu saja yang ia kerjakan tanpa tahu makna dari itu.
Boro-boro hadis Nabi tentang anak yatim, salat saja masih bolong-bolong, saat itu. Maklum, ketika datang dari desa, ia tak begitu mengenal makna hidup. Tidak terasa, anak-anak
yatim yang ia santuni
ternyata terus berkembang. Dari enam orang menjadi sembilan. Dan dari sembilan
orang, akhirnya anak-anak yatim itu telah mencapai
150 orang.
Subhanallah! Kalau bukan Allah Swt, tidak mungkin bisa
menggerakkan anak-anak yatim datang ke warungnya. Setiap hari Jumat,
mereka datang ke warung untuk makan bersama dan pulangnya diberikan amplop sekedarnya. Sering juga muncul pertanyaan dari banyak
orang, apakah dengan mengundang mereka makan, tidak menjadikan warungnya rugi? Entahlah, tapi faktanya
justru terbalik. Semenjak kedatangan mereka ke warungnya, rezeki yang datang
menghampirinya tidak
pernah ada habisnya.
Betapa
tidak, dahulu ia hanya
menyewa warung kecil, kini tanah dan bangunan itu sudah ia beli dan menjadi miliknya sendiri.
Tidak itu saja, ia bisa membeli rumah lagi di Jakarta, kemudian menambah
beberapa warung Padang lagi untuk memperluas usaha. Dengan begitu ia bisa menambah jumlah karyawan
yang semakin banyak. Akhirnya, istri, anak dan keluarga bahkan semuanya bisa ikut
hijrah ke Jakarta.
Ia yakin benar bahwa semua itu karena karunia
Allah yang dilimpahkan kepadanya semenjak ia dekat dan menyantuni serta
menyayangi anak-anak yatim.
(Artikel ini telah dimuat pada Majalah MATAN PWM Jatim edisi April 2024)