WUDU DI KAMAR MANDI
Oleh
Permasalahan:
Ketika
serombongan wisata sedang dalam perjalanan, di antara mereka ada yang
mengingatkan bahwa waktu salat telah tiba, karena itu mereka diajak berhenti
dan mampir dulu di sebuah masjid atau musalla untuk melaksanakan salat. Salah
seorang dalam rombongan dari kalangan Perempuan (ukhti) kebingungan saat hendak
melakukan wudu karena tidak tersedia tempat wudu yang khusus, melainkan jadi
satu dengan kamar mandi. Dalam pandangan ukhti ini wudu seharusnya dilakukan di
luar kamar mandi dan tertutup dari pandangan umum.
Melalui
rubrik konsultasi agama MATAN ini saya mohon kepada Ustaz pengasuh konsultasi
agar berkenan memberikan penjelasan secara lugas dan jelas mengenai hukum
berwudu di dalam kamar mandi. Apakah boleh berwudu di dalam kamar mandi? Adakah
dalil-dalil kuat yang dapat dijadikan hujjah? Demikian, atas perkenannya saya
sampaikan banyak terima kasih (Ukhti dari RSI Hasanah Muhammadiyah Mojokerto).
Pembahasan:
Di
zaman yang sudah modern ini, kamar mandi biasanya juga dilengkapi dengan toilet
di dalamnya. Tujuannya mungkin saja sekedar untuk kepraktisan. Karena itu,
tidak jarang ketika ada orang yang mandi di dalamnya, begitu selesai mandi lalu
orang itu langsung melakukan wudu di dalamnya. Permasalahannya, apakah boleh
berwudu di dalam kamar mandi?
Sebenarnya,
bila ditanyakan apakah ada dalil yang jelas dan tegas mengenai larangan berwudu
di kamar mandi? Jawabannya, tidak ada atau belum ditemukan dalilnya. Tidak ada
satu pun hadis yang secara jelas dan tegas melarang berwudu di kamar mandi. Karena
itu maka wajar bila ulama kemudian berbeda pendapat mengenai hukum berwudu di dalam
kamar mandi. Dalam hal ini, sebagian ulama cenderung melarangnya, dan sebagian
ulama lainnya hanya memakruhkannya. Penyebab munculnya perbedaan ini di
antaranya dikarenakan oleh adanya perbedaan pemahaman terhadap teks hadis
berikut ini:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً مَرَّ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- يَبُولُ فَسَلَّمَ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ
Artinya:
Dari Ibn Umar, bahwasanya ada seseorang yang lewat saat Rasulullah saw. sedang kencing (di toilet).
Orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya" (HR.
Muslim No. 849).
Dalam memahami hadis tersebut, ada dua pendapat di kalangan
ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa berzikir atau menyebut asma Allah di
dalam toilet itu tidak dibolehkan (haram atau dilarang). Sikap Nabi saw. tidak
menjawab salam saat berada di dalam toilet tersebut, difahami oleh kelompok
ulama ini, menunjukkan tidak bolehnya (haram)nya menjawab salam termasuk berzikir
saat berada di dalam toilet.
Sementara ulama yang lain, berdasarkan hadis
tersebut, berpendapat bahwa berzikir di dalam kamar mandi hukumnya makruh.
Kelompok ulama yang cenderung menghukumi makruh beralasan bahwa sikap diamnya
Nabi atau tidak membalasnya salam dari sahabat yang memberikan salam saat
beliau berada di dalam toilet itu difahami sekedar menunjukkan kepatutan atau
keutamaan untuk tidak berzikir di dalam toilet, sehingga hukumnya hanya makruh
(tidak disukai, tidak elok), tidak sampai dihukumi haram (terlarang).
Berwudu di kamar mandi ini dipermasalahkan karena dalam
berwudu ada beberapa saat untuk berzikir. Di antaranya saat memulai wudu
disyariatkan (disunnahkan) membaca basmalah, dan setelah selesai wudu
disyariatkan membaca zikir syahadat, yaitu bacaan asyhadu alla ilaha
illallah wahdahu la syarikalah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuluh
(Aku bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah, yang Esa dan tiada sekutu
bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad itu hamba dan utusan Allah).
Karena
saat berwudu ada zikir-zikirnya maka terkait hukum wudu di kamar mandi juga
diperselisihkan ulama. Sebagian ulama melarang wudu di kamar mandi, namun
sebagian ulama yang lain memakruhkannya. Berikut ini akan dibahas lengkap
dengan dalil-dalilnya atau argumentasinya mengapa sebagian mereka menghukuminya
haram dan mengapa sebagian yang lainnya hanya memakruhkannya.
Alasan pendapat
yang melarang
Menurut kelompok ulama yang melarang berzikir di kamar mandi, berwudu yang
dimulai dengan membaca basmalah tidak boleh dilakukan di dalam kamar mandi,
karena ada larangan berzikir saat berada di dalam toilet. Namun, bila kondisi
mendesak maka boleh berwudu di dalam kamar mandi dengan cara, membaca basmalah
sebelum masuk ke kamar mandi, dan berdoanya setelah wudu, di luar kamar mandi.
Bisa juga saat di kamar mandi membaca basmalah tetapi cukup di dalam hatinya tanpa
menggerakkan lisan dan bibir.
Syekh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin menjelaskan:
فَإِنَّهُ لاَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى
بِلِسَانِهِ فِيْهَا -فِي هَذَا الْمَوْضِعِ وَمَا أَشَرْنَا إِلَيْهِ أَوَّلاً- وَلَكِن
ذَكَرَ اللهَ بِقَلْبِهِ لاَ حَرَجَ عَلَيْهِ فِيْهِ.
“Tidak perlu berzikir
(mengucapkan nama Allah) dengan lisannya pada tempat yang kami isyaratkan
(kamar mandi dan semisalnya). Akan tetapi, berzikir di dalam hati. Hal ini
tidak mengapa” (al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Alad al-Darb,
XVI/304).
Pandangan
Syekh al-Utsaimin ini merujuk pada pendapat Imam Ahmad sebagai berikut:
إِذَا
كَانَ فِي الْحَمَّامِ ، فَقَدْ قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَد: إِذَا عَطَسَ الرَّجُلُ
حَمِدَ اللهَ بِقَلْبِهِ، فيُخَرَّج مِنْ هَذِهِ الرِّوَايَةِ أَنَّهُ يُسَمِّيْ
بِقَلْبِهِ
“Apabila seseorang di
kamar mandi, Imam Ahmad mengatakan: “Jika dia bersin maka baca hamdalah dalam hati”.
Dari beberapa keterangan Imam Ahmad ini dapat disimpulkan bahwa membaca
basmalah juga dalam hati (al-Utsaimin, Al-Syarhul Mumthi’,
I/159-160).
Alasan pendapat yang
memakruhkan
Menurut ulama
yang memakruhkan zikir di kamar mandi, mereka cenderung membolehkan berwudu di
kamar mandi. Hal ini karena hal yang asalnya
makruh
itu bisa menjadi dibolehkan jika ada hajat (kebutuhan),
meskipun tidak mendesak.
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa berzikir dan berdoa di dalam kamar
mandi hukumnya makruh. Beliau rahimahullah berkata:
يُكْرَهُ الذِّكْرُ وَالْكَلَامُ
حَالَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ، سَوَاءٌ كَانَ فِي الصَّحْرَاءِ أَوْ فِي الْبُنْيَانِ،
وَسَوَاءٌ فيِ ذَلِكَ جَمِيْع الْأَذْكَارِ وَالْكَلاَمِ إِلاَّ كَلاَم الضَّرُوْرَة
“Dimakruhkan berzikir dan
berbicara ketika menunaikan hajat (buang air), baik itu di tanah lapang atau di
dalam ruangan, sama saja hukumnya pada semua jenis zikir ataupun pembicaraan,
kecuali darurat” (al-Nawawi, Al-Adzkar al-Nawawiyah, I/47).
Dalam kaidah fiqhiyah
disebutkan bahwa suatu hal yang hukum asalnya makruh itu bisa menjadi mubah
hukumnya apabila ada hajat (kebutuhan), sebagaimana
kaidah berikut ini:
الْحَاجَةُ تَزُولُ الْكَرَاهَةَ
“Suatu hajat (kebutuhan) itu dapat menghilangkan hukum makruh (sehingga
menjadi boleh)” (Ibn Taymiyah, al-Fatawa al-Kubra,
I/324).
Syekh Abdul Aziz
Bin Baz rahimahullah juga menjelaskan demikian disertai
contohnya. Beliau berkata:
لاَ بَأْسَ أَنْ يَتَوَضَّأَ دَاخِلَ
الْحَمَّامِ، إِذَا دَعَتِ الْحَاجَةُ إِلَى ذَلِكَ، وَيُسَمِّي عِنْدَ أَوَّلِ الْوُضُوْءِ،
يَقُوْلُ: (بِسْمِ الله)؛ لِأَنَّ التَّسْمِيَةَ وَاجِبَةٌ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ،
وَمُتَأَكِّدَةٌ عِنْدَ الْأَكْثَرِ
“Tidak mengapa seseorang berwudu di dalam kamar mandi apabila ada hajat dan diucapkan di awal
wudu, yaitu bacaan basmalah. Lafaz basmalah hukumnya wajib menurut sebagian
ulama dan sebagian besar yang lain berpendapat hukumnya sunah muakkadah” (Abdullah
Bin Baz, Majmu’ Fatawa Bin Baz, X/28).
Ibn Qudamah dalam
kitabnya al-Syarh al-Kabir mengatakan bahwa orang yang sedang berada di dalam
kamar mandi boleh saja berzikir kepada Allah, karena zikir kepada Allah itu
merupakan perbuatan yang baik untuk dilakukan di mana saja selama tidak ada
larangan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Hurairah pernah masuk ke dalam
kamar mandi dan membaca kalimah tauhid la ilaha illallah. Lebih lanjut
Aisyah ra meriwayatkan hadis (al-Bukhari No. 833 dan Muslim No.852) bahwasanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ
اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Nabi saw. biasa berzikir kepada Allah dalam segala keadaan (Ibn Qudamah,
al-Syarh al-Kabir, I/232; Baca juga Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh
al-Islami Wa Adillatuhu, I/558).
Sufyan
bin Abdillah juga meriwayatkan:
"
كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ إِذَا دَخَلُوا الْحَمَّامَ أَنْ يَقُولُوا: يَا بَرُّ يَا
رَحِيمُ، مُنَّ وَقِنَا عَذَابَ السَّمُومِ"
Mereka menganjurkan kepada siapa saja yang
memasukinya (kamar mandi) untuk mengucapkan atau membaca zikir: “Ya Barru,
Ya Rahim, Munna Waqina ‘azab al-Samum”, artinya: “Wahai Yang Maha baik,
wahai yang Penyayang, selamatkan kami dari siksaan bahaya racun dan sejenisnya.
Ini diucapkan seperti doa” (Ibn Taymiyah, Syarh Umdat al-Fiqh, I/408; Ibn
Qudamah, al-Mubdi’ Fi syarh al-Muqni’, I/204).
Ibn
Rajab, setelah mengutip bacaan tersebut (saat berada di kamar mandi),
menambahkan keterangannya: “Beberapa
orang salih kemudian menuangkan air dari bak mandi ke kepalanya, namun dia
mendapati air itu sangat panas, lalu dia menangis dan berkata: Saya teringat
firman Allah swt (Al-Hajj: 19): “Di atas kepala mereka disiram air mendidih”
(Ibn Rajab, Lataif al-Ma’arif, I/319).
Dari
keterangan di atas, baik dari hadis Nabi saw., komentar ulama, dan praktik
sejumlah orang-orang salih, dapat difahami bahwa berwudu di dalam kamar mandi memang
diperselisihkan ulama. Sebagian
ulama melarangnya dan sebagian ulama lainnya memakruhkan bahkan membolehkannya.
Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya dalil yang secara jelas dan tegas
melarangnya.
Dari
dua pendapat tersebut, pendapat yang kedua, yakni tidak melarang berwudu di
kamar mandi agaknya lebih memudahkan, selain didukung oleh dalil-dalil yang
menguatkannya. Hal ini sesuai dengan prinsip “li al-taysir”, memberi
kemudahan dalam beribadah. Dengan demikian, tidak ada masalah berwudu di dalam
kamar mandi termasuk membaca basmalah dan zikir atau doa lainnya. Apalagi bagi
ibu-ibu yang membutuhkan tempat tertutup saat berwudu. Pendapat ini juga diperkuat
oleh hadis sahih bahwa Nabi saw. suka berzikir di dalam semua keadaan. Selain
itu juga perbuatan Abu Hurairah yang pernah membaca kalimat tauhid (la ilaha
illallah) saat berada di dalam kamar mandi. Wallahu A’lam bishshawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar