MERAIH SALAT KHUSYUK
Oleh
Permasalahan
Dalam
QS. Al-Mukminun ayat 1-2, Allah menjamin orang-orang yang beriman akan
memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan apabila bisa khusyuk salatnya. Namun, jarang
sekali ada penjelasan tentang kiat meraih khusyuk dalam salat. Bahkan ada yang
mengatakan, meraih khusyuk itu sulit sekali kalau tidak boleh dikatakan tidak
mungkin. Melalui rubrik konsultasi agama ini, saya mohon Pengasuh berkenan
membahas bagaimana tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah mengenai kiat-kiat meraih
khusyuk dalam salat. Atas perkenannya saya ucapkan terima kasih dengan iringan
doa jazakumullah khairal jaza’! (Kiswanto Gresik).
Pembahasan
Memang
sejak kecil kita sudah diajari dan dilatih bagaimana tata-cara salat, baik
menyangkut gerakan-gerakannya maupun bacaan-bacaan dzikir dan doanya, tetapi
hampir tidak pernah diajari bagaimana cara meraih khusyuk dalam salat. Akhirnya
kebanyakan kita melakukan salat hanya dengan menghafal bacaan dan
gerakan-gerakan tanpa ruh, tanpa penghayatan.
Akibat dari pelaksanaan
salat yang hanya memperhatikan tata cara gerakan, bacaan dzikir dan doanya,
ketika Ramadhan tiba, tidak sedikit imam salat tarawih yang adu cepat dalam
menyelesaikan salatnya. Biasanya sebuah musalla atau masjid di kampung yang
imamnya cepat, di situ akan banyak penggemarnya.
Apa sebenarnya khusyuk
itu? Bagaimana caranya bisa meraih khusyuk? Berikut ini akan dipaparkan
mengenai arti khusyuk dan bagaimana kiat-kiat untuk dapat meraih khusyuk dalam
salat dengan merujuk kepada al-Qur’an, al-Sunnah, dan pandangan ulama.
Ibn Katsir mengutip pendapat ulama masa sahabat dan tabi’in tentang arti
orang-orang yang khusyuk. Ibnu Abi
Thalhah dari Ibnu Abbas
berkata, yang dimaksud orang-orang khusyuk adalah orang-orang yang mengimani apa yang diturunkan Allah. Mujahid
berkata, maksudnya adalah orang-orang yang benar-benar beriman. Abu al-Aliyah
berkata, maksudnya adalah orang-orang yang takut. Al-Muqatil
bin Hayyan berkata, orang-orang yang
khusyuk adalah orang-orang yang rendah hati.
Al-Dahhak berkata, orang-orang yang khusyuk adalah orang-orang yang berserah
diri untuk melakukan ketaatan kepadaNya, … (Ibn Katsir, Tafsir Ibn
Katsir, I/253).
Abdul Qadir dalam kitabnya Bayan al-Ma’ani
menerangkan makna khusyuk:
وَاعْلَمْ أَنَّ الْخُشُوْعَ
هُوَ جَمْعُ الْهِمَّةِ وَالْإِعْرَاضِ عَنْ سِوَى اللَّهِ وَالتَّدَبُّرِ فِيْمَا
يَجْرِيْ عَلَى لِسَانِهِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَالذِّكْرِ، لِأَنَّ مَنْ لاَ يَتَدَبَّر
الْقِرَاءَةَ لاَ يَعْرِف مَعْنَاهَا ، وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْ مَعْنَاهَا لاَ يَخْشَع
لهَاَ، وَمَنْ لاَ يَخْشَع لَهاَ فَكَأَنَّهُ لَمْ يَقْرَأ.
Ketahuilah bahwa khusyuk itu merupakan gabungan antara niat
yang kuat dan berpaling dari selain Allah, kemudian merenungkan dan menghayati bacaan serta
dzikir yang dibaca melalui lisan. Karena itu, siapa
yang tidak merenungkan bacaannya, ia tidak akan mengetahui maknanya; siapa
yang tidak mengetahui maknanya, ia tidak akan bisa khusyuk, dan barangsiapa tidak khusyuk, ia seakan-akan tidak membacanya (Abdul Qadir Mulla
Huwaysh, Bayan al-Ma’ani, IV/340).
Al-Utsaimin
mengatakan, khusyuk adalah ketika seseorang mencurahkan isi hati untuk berdoa,
melupakan segalanya, tidak memikirkan apapun, dan merasa bahwa dirinya kini
sedang berhadapan dengan Allah swt. yang mengetahui isi hatinya, melihat
perbuatannya, dan mendengar ucapan-ucapannya (al-Utsaimin, Fatawa Nur Ala
al-Darb, XIX/43).
Nashruddin
mengatakan, khusyuk merupakan anugerah dari Allah, yaitu anugerah yang
diberikan kepada para hamba-Nya yang benar-benar beribadah dan Ikhlas kepada-Nya.
Mengamalkan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya (Muhammad Nashruddin, Fashl
al-Khithab Fi al-Zuhd Wa al-Raqa-iq Wa al-Adab, V/254).
Dari sejumlah
definisi tentang khusyuk tersebut dapat difahami bahwa khusyuk adalah tumbuhnya
kesadaran ruhani bahwa dirinya ketika salat merasakan sedang bertemu,
berhadapan, dan berdialog dengan Allah swt. dengan penuh ketundukan.
Allah menjanjikan bahwa orang yang berhasil khusyuk
dalam salatnya akan meraih kesuksesan dan kebahagiaan.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya
(QS.al-Mukminun, 1-2).
Masalahnya, mungkinkah seseorang bisa
meraih khusyuk? Insya
Allah, seseorang akan berhasil khusyuk dalam salatnya apabila berusaha dan berkeyakinan
bahwa (1)setiap orang berpotensi meraih khusyuk dalam salatnya, karena tidak
mungkin Allah memerintahkan dan memberi beban kepada umatNya yang tidak akan
mampu melakukannya; (2)perintah salat, sebenarnya bukanlah sekedar kewajiban
yang harus ditunaikan, tetapi lebih dari itu, salat sebenarnya merupakan
kebutuhan dan sarana bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.
Allah swt. berfiman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ
أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan
sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk; (yaitu) orang-orang yang meyakini
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya
(QS. al-Baqarah, 45-46).
Berikut ini beberapa
petunjuk dari Rasulullah saw. tentang cara melakukan salat yang benar sehingga
dapat meraih khusyuk.
Pertama, niat ikhlas karena Allah.
Niat ikhlas adalah kesadaran untuk melakukan salat hanya karena Allah semata
untuk mendapatkan ridha-Nya. Betapa pentingnya niat yang ikhlas, Nabi saw.
bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ
مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِىَ بِهِ وَجْهُهُ.
“Sesungguhnya
Allah tidak akan menerima suatu amalan yang tidak didasari niat yang ikhlas dan
semata-mata untuk mendapatkan ridha-Nya (HR. Al-Nasa-i,
3140. Syekh
al-Albani menilai hadis ini hasan-sahih).
Kedua, meneladani salat
Rasulullah saw. Syekh al-‘Utsaimin dalam kitabnya Fiqh al-‘Ibadat
(hal.337-338), mengatakan bahwa ada dua syarat agar amal ibadah diterima Allah swt.,
yaitu (1) ikhlas karena Allah, dan (2) mengikuti sunnah Rasulullah. Tentang
keharusan meneladani salat Rasulullah Saw., disebutkan dalam Sahih al-Bukhari
sebagai berikut:
قَالَ ... وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى
Beliau bersabda: “Salatlah seperti yang kalian
lihat cara saya melakukan salat” (HR. Al-Bukhari,
6008).
Ketiga, merasa seakan-akan melihat
Allah. Untuk bisa meraih khusyuk dalam salat, seseorang harus menyadari bahwa
ketika berdiri menghadap kiblat, sebenarnya ia sedang berhadapan dengan Allah.
Kesadaran ini sangat penting untuk mencapai perhatian yang fokus, hanya Allah
yang ada di hadapannya. Kesadaran ini disebut dengan istilah “ihsan”.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ مَا الإِحْسَانُ قَالَ « أَنْ
تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
»
Dari Abu Hurairah ra, ia meriwayatkan bahwa Nabi Saw.
pernah ditanya oleh Jibril tentang apa itu ihsan, Nabi Saw. kemudian
menjelaskan: “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya (di
hadapanmu) dan jika engkau tidak sanggup melihatNya maka sadarilah bahwa pada
saat engkau salat itu sedang dilihat oleh Allah” (HR. Al-Bukhari, 4777
dan Muslim, 102).
Keempat, berdialog dengan Allah. Salah
satu usaha untuk bisa meraih khusyuk dalam salat adalah menjadikan kegiatan salat
sebagai media untuk berdialog dengan Allah, terutama ketika sedang membaca
surat al-Fatihah. Berikut ini hadis qudsi tentang dialog manusia dengan Allah
saat membaca Surat al-Fatihah. Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda: Allah
berfirman:
“…Apabila hambaKu membaca “alhamdulillahi rabbil ‘alamin”,
Allah menjawab: “Hambaku telah memujiKu”. Apabila hambaKu membaca “arrahmanir
rahim”, Allah menjawab: “HambaKu telah menyanjungKu”. Apabila hamabaKu membaca
“maliki yaumiddin”, Allah menjawab: “Hambaku telah memuliakan Aku”, sekali
waktu Allah menjawab: “HambaKu telah pasrah kepadaKu”. Apabila hambaKu membaca
“iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in”, Allah menjawab: “Ini adalah antara Aku dan
hambaKu, dan bagi hambaKu ia akan mendapatkan apa yang diminta”. Apabila
hambaKu membaca “ihdinash-shirathal mustaqim, shirathal ladzina an’amta
‘alaihim ghairil maghdubi ‘alaihim waladdaallin”, Allah menjawab: “Ini adalah
untuk hambaKu, dan bagi hambaKu ia akan mendapatkan apa yang diminta” (HR.
Muslim, 904).
Kelima, berbisik-bisik dengan
Allah swt. Di dalam salat, selain ada gerakan-gerakan khusus juga ada
bacaan-bacaan atau doa pada setiap gerakan salat.
Untuk bisa meraih khusyuk dalam salat, setiap bacaan atau doa dalam salat harus
difahami dan dihayati dengan baik. Hal ini penting agar setiap gerakan dalam salatnya
dapat digunakan untuk bermunajat, berbisik-bisik dengan Allah swt. Dari Anas
ra, Nabi saw. bersabda:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ
فِى الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِى رَبَّهُ فَلاَ يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلاَ
عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ
Apabila seseorang di antara kamu melakukan salat,
sesungguhnya ia sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Tuhannya, karena itu
hendaknya ia tidak meludah ke depannya dan ke sebelah kanannya, tetapi ke
sebelah kiri di bawah kakinya (HR. Al-Bukhari,
405 dan
Muslim, 1258).
Keenam, tumakninah setiap gerakan
salat; Tumakninah adalah melakukan salat dengan tenang, tidak bergerak setiap
mengganti gerakan, baik saat rukuk, iktidal, sujud, maupun duduk di antara dua
sujud. Dia harus ada pada posisi tersebut, di mana setiap ruas-ruas tulang
ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tidak boleh terburu-buru di antara dua
gerakan dalam salat, sampai dia selesai tumakninah dalam posisi tertentu sesuai
waktunya. Nabi saw. bersabda kepada seseorang yang tergesa-gesa dalam salatnya:
إِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ، فَعُدْ لِصَلاتِكَ
“Sesungguhnya kamu belum
salat, maka ulangi salatmu” HR. al-Baihaqi,
4168 dan
al-Thabrani, 20741. Al-Albani menilai hadis ini sahih (al-Albani, Irwa-il
Ghalil, II/45).
Dalam hadis lain, Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. mengajarkannya: “Apabila engkau
berdiri hendak salat maka ucapkan takbir (Allahu Akbar), kemudian bacalah
al-Qur’an yang mudah bagimu, kemudian rukuklah hingga engkau terasa tenang
dalam keadaan rukuk, kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau tegak berdiri,
kemudian sujudlah hingga engkau terasa tenang dalam keadaan sujud, kemudian
angkatlah kepalamu dari sujud hingga engkau terasa tenang dalam keadaan sujud.
Lakukanlah seperti itu dalam semua salatmu” (HR. Al-Bukhari, 757
dan Muslim, 911).
Hadis tersebut dapat
difahami bahwa saat salat harus memperhatikan tumakminah. Dengan adanya
tumakninah, salat dapat dimanfaatkan untuk berbisik-bisik dan berdialog dengan
Allah. Dari sini kita dapat memahami bahwasanya salat itu bukan sekedar untuk
memenuhi kewajiban tetapi juga sebagai media untuk berkomunikasi, konsultasi
dan mengadu kepadaNya. Allah berfirman:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ
لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat
Aku (QS. Thaha, 14).
(Artikel ini telah dimuat dalam Majalah MATAN PWM Jawa Timur edisi Bulan Pebruari 2024)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar