MENGGERAKKAN JARI TELUNJUK
SAAT DUDUK TASYAHHUD
Oleh:
Dr.H.Achmad
Zuhdi Dh, M.Fil I
Teks Hadis
Dari Wail Bin Hujr radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: "Aku akan melihat bagaimana shalat Rasulullah saw, maka aku telah
melihatnya dan memperhatikan gerakannya. Ia berkata: Kemudian ia duduk
(tasyahud) dengan iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri yang
dihamparkan dan telapak kaki kanannya ditegakkan, pen.), selanjutnya:
وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ
وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى
ثُمَّ قَبَضَ اثْنَتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ
فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا (رواه أحمد وأبو داود والنسائي).
Dan Rasulullah
meletakkan telapak tangannya yang kiri di atas paha dan lututnya yang kiri, dan
meletakkan siku kanan di atas paha kanannya, kemudian dia menggenggam dua jarinya
dan membentuk lingkaran. Lalu dia mengangkat jari telunjuknya, dan aku melihat
dia menggerakkannya, sambil membaca doa.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, dan al-Nasai).
Status Hadis
Hadis
tersebut
dinilai shahih oleh al-Albani.[1] Selain al-Albani, yang cenderung menshahihkan
hadis ini adalah Ibn Khuzaymah,[2] Imam al-Nawawi,[3] Muhammad Mushthafa al-A’dzami,[4] dan Husayn Salim Asad.[5] Sedangkan Syu’ayb al-Arnout mengatakan
bahwa hadis tersebut sanadnya kuat,[6] tetapi pada kitab lain Al-Arnout mengatakan bahwa hadis
tersebut syadz (ganjil, aneh), yakni perawi Zaidah ibn Qudamah
meriwayatkan sendirian dengan tambahan: “dan aku melihat dia menggerakkannya,
sambil membaca doa”.[7]
Pendapat
ulama terhadap Makna Hadis
Menurut Syaikh Al-Albani, hadis tersebut dapat dipahami empat
hal, yakni: pertama, tempat siku(kanan) adalah di paha(kanan); kedua, menggenggam
dua jari dan membentuk lingkaran antara jari tengah dan jempol; ketiga, mengangkat
jari telunjuk dan menggerakkannya; keempat, terus-menerus menggerakkannya
sampai akhir do’a.[8]
Pendapat Syaikh Al Albani yang menganggap terus-menerus
menggerakkan jari telunjuknya pada saat tasyahud tersebut tidak sejalan dengan pemahaman Imam
Al Baihaqi. Dalam kitabnya Sunan al-Kubra, al-Bayhaqi menulis:
فَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُونَ
الْمُرَادُ بِالْتَحْرِيكِ الإِشَارَةَ بِهَا لاَ تَكْرِيرَ تَحْرِيكِهَا ، فَيَكُونُ
مُوَافِقًا لِرِوَايَةِ ابْنِ الزُّبَيْرِ وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ.[9]
“Mungkin yang dimaksud dengan menggerakkan itu adalah
memberikan isyarat menunjuk, bukan menggerak-gerakkan secara berulang-ulang, sehingga
hadits ini sesuai dengan riwayat dari Ibnu Zubair.[10]
Pendapat al-Baihaqi tersebut didukung oleh Imam al-Nawawi,
baik mengenai status keshahihannya maupun pemahaman bahwa yang dimaksud dengan
menggerakkan jari telunjuk itu adalah berisyarat dengan jari telunjuk, tidak
mengerak-gerakkannya.[11] Lebih lanjut Imam
Nawawi Rahimahullah mengatakan:
واما الحديث المروى عن ابن عمر عن النبي
صلي الله عليه وسلم ” تحريك الاصبع في الصلاة مذعرة للشيطان ” فليس بصحيح قال البيهقى
تفرد به الواقدي وهو ضعيف
“Adapun hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: ‘Menggerakan jari dalam shalat
adalah hal yang ditakuti syetan,’ tidaklah shahih. Berkata Al Baihaqi:
Al Waqidi meriwayatkannya sendiri, dan dia dha’if”.[12]
Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berpendapat:
السنة للمصلي حال التشهد أن يقبض أصابعه كلها أعني
أصابع اليمنى ويشير بالسبابة ويحركها عند الدعاء تحريكا خفيفا إشارة للتوحيد وإن شاء
قبض الخنصر والبنصر وحلق الإبهام مع الوسطى وأشار بالسبابة كلتا الصفتين صحتا عن النبي
صلى الله عليه وسلم
“Yang
sesuai dengan sunnah bagi orang yang shalat ketika tasyahhud adalah menggenggam
semua jari kanannya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan
menggerakkannya ketika berdoa dengan gerakan yang ringan sebagai isyarat kepada
tauhid, dan kalau dia mau maka bisa menggenggamkan jari kecil dan jari manis
kemudian membuat lingkaran antara jempol dengan jari tengah, dan memberi
isyarat dengan jari telunjuk, kedua cara ini telah shahih dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.[13]
Pendapat Syekh
Bin Baz tersebut senada dengan pendapat Syeikh
Abdul Muhsin Al-Abbad, yakni sebagai
berikut:
لا أعلم شيئاً يدل على أن الإنسان يحركها باستمرار،
وإنما يحركها ويدعو بها، أي: عندما يأتي الدعاء: اللهم.. اللهم.. يحركها.
“Saya
tidak tahu dalil yang menunjukkan bahwa seseorang menggerakkan jari telunjuk
secara terus menerus, akan tetapi menggerakannya dan berdoa dengannya, yaitu:
ketika melewati doa (Allahumma…Allahumma) sambil menggerakkannya”.[14]
Waktu memulai mengangkat jari telunjuk
Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
وقد سئل ابن عباس عن الرجل يدعو يشير بإصبعه؟
فقال: هو الاخلاص. وقال أنس بن مالك: ذلك التضرع، وقال مجاهد: مقمعة للشيطان. ورأى
الشافعية أن يشير بالاصبع مرة واحدة عند قوله (إلا الله) من الشهادة، وعند الحنفية
يرفع سبابته عند النفي ويضعها عند الاثبات، وعند المالكية، يحركها يمينا وشمالا إلى
أن يفرغ من الصلاة، ومذهب الحنابلة يشير بإصبعه كلما ذكر اسم الجلالة، إشارة إلى التوحيد،
لا يحركها.
“Ibnu Abbas ditanya tentang seorang yang memberikan
isyarat dengan telunjuknya. Beliau menjawab: ‘Itu menunjukkan ikhlas.’ Anas bin
Malik berkata: ‘Itu menunjukkan ketundukan.’ Mujahid berkata: ‘Untuk memadamkan
syetan.’ Sedangkan golongan Syafi’iyah memberikan isyarat dengan jari hanya
sekali yakni pada ucapan Illallah (kecuali
Allah) dari kalimat syahadat. Sedangkan menurut golongan Hanafiyah, mengangkat
jari telunjuk ketika ucapan pengingkaran (laa ilaha/tiada Tuhan) lalu meletakkan lagi ketika ucapan penetapan
(Illallah/ kecuali Allah). Sedangkan menurut Malikiyah menggerak-gerakan ke kanan dan ke kiri hingga shalat
selesai. Sedangkan madzhab Hanabilah (Hambali) memberikan isyarat dengan
jari telunjuk ketika disebut lafzul jalalah (nama
Allah) sebagai symbol tauhid, tanpa menggerak-gerakkannya”.[15]
Adapun isyarat
dengan jari dan mengangkatnya serta mengarahkannya ke arah qiblat, maka
pendapat yang kuat ini dilakukan dari awal tasyahhud karena dhahir
hadist-hadist menunjukkan demikian. Di antara hadis yang menunjukkan
disyari’atkannya isyarat dari awal tasyahhud adalah hadist Abdullah bin
Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma:
…
وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
“Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan
tangan kanan di atas paha kanan, dan memberi isyarat dengan jari
telunjuknya.” (HR. Muslim)
Nafi’
berkata:
كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ
فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ وَأَتْبَعَهَا
بَصَرَهُ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَهِىَ أَشَدُّ
عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ ». يَعْنِى السَّبَّابَةَ[16]
“Abdullah
bin ‘Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas
kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan menjadikan pandangannya
mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi setan dari pada (pukulan)besi, yaitu jari
telunjuk.'” (HR. Ahmad dan
dihasankan oleh Al-Albani).
Berdasarkan hadis tersebut, Al-Mubarakfuri berpendapat:
“Dhahir
hadist-hadist menunjukkan bahwa isyarat (jari telunjuk pada saat duduk tasyahud) itu dilakukan
semenjak awal duduk”.
Kesimpulan:
1. Sejumlah ulama menilai status hadis
tentang menggerakkan jari telunjuk tersebut adalah shahih, sementara
yang lain mempermasalahkan kesahihannya karena ada periwayatan yang syadz
dari Zaidah Ibn Qudamah;
2. Ulama berbeda pendapat tentang
makna menggerakkan jari telunjuk saat tasyahud. Sebagian ulama memahami
menggerakkan jari telunjuk dalam arti mengisyaratkan tanpa menggerak-gerakkan,
sebagian yg lain memahami dengan menggerak-gerakkan dari awal sampai akhir, dan
yang lain berpendapat menggerakkan saat berdoa atau menyebut nama Allah;
3. Waktu mengangkat jari telunjuk saat
tasyahud, ulama juga berbeda pendapat. Sebagaian ulama(Syafiiyah) memulai saat
membaca illallah sampai akhir, sebagaian yang lain(Hanafiyah)
berpendapat mulai membaca laa....dan berakhir dengan illallah,
dan sebagaian ulama berpendapat bahwa mengangkat jari telunjuk tersebut dimulai
semenjak awal duduk tasyahud (al-Mubarakfuri).
Wallahu A’lam!
[1]Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Irwa al-Ghalil,
Vol. I (Bayrut: al-Maktab al-Islami, 1985), 74.
[2]
Ibn Khuzaymah, Shahih Ibn Khuzaymah, Tahqiq al-A’dzami, Vol. I (Bayrut:
al-Maktab al-Islami, 1970), 354.
[4] Ibn
Khuzaymah, Shahih Ibn Khuzaymah, Tahqiq al-A’dzami, Vol. I (Bayrut:
al-Maktab al-Islami, 1970), 354.
[6]
Ibn Hibban, Shahih Ibn Hibban, tahqiq Syu’ayb al-Arnout, Vol. V
(Bayrut: Muassasah al-Risalah, 1993), 17.
[7]
Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, tahqiq Syu’ayb
al-Arnot, Vol. IV (al-Qahirah, Muassasah Qurthubah, t.th), 418.
[8]Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albany, Tamam Al Minnah, Vol. (T.tp: al-Maktabah
al-Islamiyah, 1409 H), 221. Selengkapnya, teks Arabnya adalah sebagai berikut:
أولا: مكان المرفق على الفخذ. ثانيا: قبض
إصبعيه والتحليق بالوسطى والإبهام. ثالثا: رفع السبابة وتحريكها .رابعا: الاستمرار بالتحريك إلى آخر الدعاء
[10] Dalam riwayat Muslim dari Ibn Zubair diterangkan bahwa
Nabi Saw ketika duduk tasyahud meletakkan tanagan kiri di atas lutut kirinya
dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanannya dan mengisyaratkan jari
telunjuknya. (وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ
الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ).
[15]Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz.
1, Hal. 171. Lihat juga Imam An Nawawi, Majmu’ Syarah al Muhadzdzab,
Juz. 3, Hal. 455.
[16] Muhammad bin Abdullah al-Tibrizi, Misykat al-Mashabih,
Ed. Al Albani, Vol. I (Bayrut: al-Maktab
al-Islami, 1885), 200.
[17] Al-Mubarakfuri, Syarh Jami’ al-Tirmidzi, Vol. II
(Bayrut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th), 159.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar