HUKUM
BERDZIKIR DENGAN UNTAIAN BIJI TASBIH
Oleh
Dr.H.Achmad
Zuhdi Dh,M.Fil I
Pertanyaan:
Ustadz Zuhdi yang dirahmati Allah!
Di sekitar perumahan
kami banyak kaum muslimin yang memakai untaian biji tasbih saat melakukan
dzikir. Bahkan oleh-oleh haji atau umrah biasanya yang sering dijadikan hadiah
adalah untaian biji tasbih. Mohon penjelasan tentang praktik berdzikir pada
masa Rasulullah Saw, apakah hal itu pernah dilakukan atau terjadi pada masa
Rasulullah Saw.? Sunnahkah atau bid’ahkan berdzikir dengan memakai untaian biji
tasbih? Terima kasih atas jawabannya (Abdullah, Puri Surya Jaya-Sidoarjo)
Jawaban:
Dzikrullah
atau ingat kepada Allah merupakan amalan penting dan bahkan paling inti dalam
beragama. Karena itu setiap muslim disyariatkan melakukan dzikir setiap saat
dan melakukannya sebanyak-banyaknya. Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا
اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Wahai
orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (namaNya)
sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab, 41).
Secara
umum, dzikrullah dapat dibagi menjadi dua, yaitu dhikr mutlaq (tidak
terbatas) dan dhikr muqayyad (terbatas). Dzikr mutlaq
artinya dzikr yang tidak dibatasi oleh tempat, waktu, dan bilangan, seperti
membaca al-Qur’an, boleh dibaca kapan saja, di mana saja, dan berapa banyak
ayat atau surat yang dibaca. Sedangkan dzikr muqayyad, dibatasi
dengan tempat, waktu, dan jumlah, misalnya dzikir sesudah shalat, sebagaimana
yang dituntunkan dalam sabda Nabi Saw berikut ini:
مَنْ سَبَّحَ
اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ
ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ
وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barangsiapa yang
mengucapkan tasbih (subhaanallah) setiap selesai shalat 33 kali, hamdalah
(alhamdulillah) 33 kali dan takbir (Allahu Akbar) 33 kali; yang
semuanya berjumlah 99 dan sempurna menjadi seratus dengan bacaan tahlil (La
ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, la hul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala
kulli syai-in qadir”), maka ia akan diampuni dosa atau kesalahannya,
sekalipun sebanyak buih lautan” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Yang menjadi persoalan dalam pembahasan kali
ini adalah tentang boleh-tidaknya berdzikir dengan memakai biji-bijian tasbih.
Dalam hal ini, setidaknya ada dua hadis yang menjadi acuan.
Hadis
pertama
dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia
berkata:
قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ
وَالتَّقْدِيسِ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ
مُسْتَنْطَقَاتٌ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَة
“Rasulullah Saw berkata kepada kami: “Hendaknya kalian bertasbih
(membaca subhanallah), bertahlil (membaca laa ilaha illallah), dan bertaqdis
(menbaca subbuhun quddusun rabbul malaikati warruh), dan himpunkanlah
(hitunglah) dengan ujung jari jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan
diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan
rahmat Allah.” (HR. At Tirmidzi no. 3583 dan Abu Daud no. 1501 dari hadits Hani
bin ‘Utsman). Al-Dhahabi: Shahih; Al-Albani:
Hasan
Hadis
kedua
dari Saad bin Abi Waqqas:
أَنَّهُ
دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ
وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ قَالَ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ فَقَالَ أَلَا
أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكِ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ سُبْحَانَ
اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ
فِي الْأَرْضِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ
عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ وَاللَّهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذَلِكَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
مِثْلَ ذَلِكَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ
“Dia
(Sa’ad bin Abi Waqqash) bersama Rasulullah menemui seorang wanita dan di tangan
wanita tersebut ada bijian atau kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih
(dzikir). Rasulullah bersabda,”Maukah kuberitahu engkau dengan yang lebih mudah
dan lebih afdhal bagimu dari pada ini? (Ucapkanlah): Maha Suci Allah sejumlah
ciptaanNya di langit, Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di bumi, Maha Suci
Allah sejumlah ciptaanNya diantara keduanya, Maha Suci Allah sejumlah
ciptaanNya sejumlah yang Dia menciptanya, dan ucapan: اللَّهُ أَكْبَرُ seperti
itu, َالْحَمْدُ لِلَّهِ seperti itu, dan لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ
إِلَّا بِاللَّهِ seperti itu.”( Abu Daud, At Tirmidzi, An
Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Al Hakim). Ibn Hibban: Shahih; al-Albani: Dha’if;
Syu’aib al-Arnout: Sanadnya shahih.
Berangkat
dari dua hadis tersebut dan beberapa hadis lain tentang dzikir dengan tangan
dan buji-bijian tasbih, terdapat tiga pendapat di kalangan ulama:
Pendapat
Pertama, Sebagian Ulama secara tegas melarang
dan membid’ahkan penggunaan bijian tasbih untuk berdzikir. Pendapat ini
didukung oleh Syekh al-Albani dan murid-muridnya. Bahkan Syaikh Bakr Abu Zaid
memiliki risalah khusus yang menegaskan larangan menggunakan biji-bijian tasbih
dalam menghitung Dzikir.
Pendapat ini beralasan bahwa:
(1)
أنه
مخالف للسنة ولم يشرعه رسول الله v بل هو بدعة ليس له أصل
في الشرع والعبادات توقيفية لا يتعبد الله بشيء إلا بما شرع.
(2)
ما
روي عن كراهة ابن مسعود وأصحابه لذلك ، وقال ابن وضاح في كتابه البدع : (عن يسار
أبي الحكم ، أن عبد الله بن مسعود حدث أن أناسا بالكوفة يسبحون بالحصا في المسجد ،
فأتاهم ، وقد كوم كل رجل منهم بين يديه كومة حصا ، قال : فلم يزل يحصبهم بالحصا
حتى أخرجهم من المسجد ، ويقول : « لقد أحدثتم بدعة ظلما ، أو قد فضلتم أصحاب محمد
صلى الله عليه وسلم علما)
(1)hal itu (dzikr dengan bijian tasbih)
menyalahi Sunnah Rasulullah Saw, bahkan bid’ah yang tidak memiliki asal dalam
syariat, sedangkan permasalahan ibadah adalah tauqifiyah (sesuai ketentuan); oleh karena itu ibadah kepada
Allah itu hanya boleh dilakukan jika ada syariatnya;
(2)adanya riwayat ketidaksukaan Ibnu
Mas’ud dan Sahabat lain terhadap hal tersebut. Ibnu Waddhah
berkata: Dari Yasar Abi Al-Hakam, bahwasanya Abdullah bin Mas’ud
menceritakan tentang orang-orang Kufah yang bertasbih dengan kerikil di dalam
masjid. Kemudian beliau mendatanginya dan menaruh kerikil di kantong mereka,
dan mereka dikeluarkan dari masjid. Beliau berkata, “Kamu telah melakukan
bid’ah yang zhalim dan telah melebihi ilmunya para sahabat Nabi”(Ibn Wadhdhah, al-Bida’u wa al-Nahyu ‘Anha, I/18)
Pendapat
Kedua, sebagian ulama menganggapnya mustahab
(disukai). Muhammad Abdurrauf Al-Munawi menjelaskan dalam kitab Faidhul
Qadir Syarh Al-Jami’ Al-Shaghir, ketika menerangkan hadits Yusairah (hadis
pertama):
وهذا
أصل في ندب السبحة المعروفة وكان ذلك معروفا بين الصحابة فقد أخرج عبد الله بن
أحمد أن أبا هريرة كان له خيط فيه ألفا عقدة فلا ينام حتى يسبح به وفي حديث رواه
الديلمي نعم المذكر السبحة لكن نقل المؤلف عن بعض معاصري الجلال البلقيني أنه نقل
عن بعضهم أن عقد التسبيح بالأنامل أفضل لظاهر هذا الحديث
“Hadits ini merupakan dasar terhadap sunahnya subhah
(untaian biji tasbih) yang sudah dikenal. Hal itu dikenal pada masa sahabat.
Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah memiliki benang yang
memiliki seribu himpunan, beliau tidaklah tidur sampai dia bertasbih dengannya.
Dalam riwayat Al-Dailami: “Sebaik-baiknya dzikir adalah subhah.” Tetapi Imam Al-Suyuthi mengutip dari sebagian ulama
belakangan, Al-Jalal Al-Bulqini, dari sebagian mereka bahwa menghitung tasbih
dengan jari jemari adalah lebih utama sesuai zhahir hadits.”(al-Munawi, Faidhul Qadir, IV/355).
Pendapat ini banyak
didukung kalangan ahli tasawwuf yang biasanya banyak berdzikir.
Pendapat ketiga,
sebagian ulama membolehkan dengan syarat. Al-Imam
al-Syaukani mengomentari hadis-hadis tersebut sebagai berikut:
بأن
الأنامل مسئولات مستنطقات يعني أنهن يشهدن بذلك فكان عقدهن بالتسبيح من هذه
الحيثية أولى من السبحة والحصى. والحديثان الآخران يدلان على جواز عد التسبيح
بالنوى والحصى وكذا بالسبحة لعدم الفارق لتقريره صلى اللَّه عليه وآله وسلم
للمرأتين على ذلك . وعدم إنكاره والإرشاد إلى ما هو أفضل لا ينافي الجواز
“ … sesungguhnya ujung jari jemari akan
ditanyakan dan diajak bicara, yakni mereka akan menjadi saksi hal itu. Maka,
menghimpun (menghitung) tasbih dengan jari adalah lebih utama dibanding dengan
untaian biji tasbih dan kerikil. Dua hadits yang lainnya, menunjukkan bolehnya
menghitung tasbih dengan biji, kerikil, dan juga dengan untaian biji tasbih
karena tidak ada bedanya, dan ini perbuatan yang ditaqrirkan
(didiamkan/disetujui) oleh Rasulullah Saw terhadap dua wanita tersebut atas
perbuatan itu. Dan, hal yang menunjukkan dan mengarahkan kepada hukum yang
lebih utama tidak berarti menghilangkan hukum boleh.”(Al-Syaukani, Nailul Authar, 2/358).
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz pernah
ditanya tentang seseorang yang berdzikir setelah shalat menggunakan subhah (biji-bijian
tasbih), bid’ahkah? Beliau menjawab:
“Berzikir dengan subhah tidak patut dilakukan,
meninggalkannya adalah lebih utama dan lebih hati-hati. Tetapi boleh baginya
kalau bertasbih menggunakan kerikil atau misbahah (alat tasbih) atau
biji-bijian dan meninggalkan subhah tersebut di rumahnya, agar
orang lain tidak menirunya. Ada pun membawanya di tangan ke masjid,
sepatutnya jangan dilakukan, minimal hal itu makruh.”(Abdullah bin Baz, Majmu’ Fatawa Ibn Baz, XXIX/318.)
Ibnu
Taimiyah berpendapat:
وَعَدُّ
التَّسْبِيحِ بِالْأَصَابِعِ سُنَّةٌ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ : { سَبِّحْنَ وَاعْقِدْنَ بِالْأَصَابِعِ
فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ } . وَأَمَّا عَدُّهُ بِالنَّوَى
وَالْحَصَى وَنَحْوُ ذَلِكَ فَحَسَنٌ وَكَانَ مِنْ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ وَقَدْ رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ تُسَبِّحُ بِالْحَصَى وَأَقَرَّهَا عَلَى ذَلِكَ
وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يُسَبِّحُ بِهِ .
وَأَمَّا
التَّسْبِيحُ بِمَا يُجْعَلُ فِي نِظَامٍ مِنْ الْخَرَزِ وَنَحْوِهِ فَمِنْ
النَّاسِ مَنْ كَرِهَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يَكْرَهْهُ وَإِذَا أُحْسِنَتْ فِيهِ
النِّيَّةُ فَهُوَ حَسَنٌ غَيْرُ مَكْرُوهٍ وَأَمَّا اتِّخَاذُهُ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ
أَوْ إظْهَارُهُ لِلنَّاسِ مِثْلُ تَعْلِيقِهِ فِي الْعُنُقِ أَوْ جَعْلِهِ
كَالسُّوَارِ فِي الْيَدِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ فَهَذَا إمَّا رِيَاءٌ لِلنَّاسِ
أَوْ مَظِنَّةُ الْمُرَاءَاةِ وَمُشَابَهَةِ الْمُرَائِينَ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ :
الْأَوَّلُ مُحَرَّمٌ وَالثَّانِي أَقَلُّ أَحْوَالِهِ الْكَرَاهَةُ فَإِنَّ
مُرَاءَاةَ النَّاسِ فِي الْعِبَادَاتِ الْمُخْتَصَّةِ كَالصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ
وَالذِّكْرِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ مِنْ أَعْظَمِ الذُّنُوبِ
“Menghitung
tasbih dengan jari jemari adalah sunah, sebagaimana sabda Nabi Saw kepada kaum
wanita: “Bertasbihlah dan menghitunglah dengan jari jemari, karena jari jemari
itu akan ditanya dan diajak bicara”(HR.al-Tirmidzi dan Abu Dawud). Adapun
menghitung tasbih dengan biji-bijian dan batu-batu kecil (semacam kerikil) dan
semisalnya, maka hal itu perbuatan baik (hasan). Dahulu sebagian sahabatpun
(Radhiallahu ‘Anhum) ada yang memakainya dan Nabi Saw telah melihat ummul
mukminin bertasbih dengan batu-batu kecil dan beliau mendiamkan atau
menyetujuinya. Diriwayatkan pula bahwa Abu Hurairah pernah bertasbih dengan
batu-batu kecil tersebut. Adapun Tasbih yang dibentuk
seperti manik-manik yang terangkai dan semisalnya, maka sebagian manusia ada
yang membencinya dan sebagian lagi tidak membencinya. Kalau niatnya baik maka
hal itu menjadi baik dan tidak makruh. Adapun menggunakannya tanpa keperluan
atau memamerkannya kepada manusia, misalnya digantungkan dileher atau dijadikan
gelang atau semisalnya, maka hal ini bisa saja riya terhadap manusia
atau merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan riya dan menyerupai orang
yang riya. Yang pertama (riya) adalah haram sedangkan yang kedua
minimal makruh. Sesungguhnya riya kepada manusia dalam ibadah-ibadah
khusus seperti shalat, puasa, zikir, dan membaca qur’an adalah termasuk dosa
yang paling besar (Ibn Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, VI/506).
Sebagai akhir dari pembahasan ini
dapat disimpulkan bahwa di kalangan ulama ada tiga pendapat mengenai dzikir
dengan memakai uintaian bijin tasbih:
1. Sebagian
ulama memandang tidak boleh, karena hal ini dipandang bertentangan dengan
Sunnah Rasul;
2. Sebagian
ulama memandang boleh, karena dapat mempermudah dalam menghitung berapa banyak
dzikir yang sudah diucapkan;
3.
Sebagian ulama membolehkan tetapi berdzikir
dengan memakai jari-jari tangan kanannya itu yang lebih baik dan lebih utama.
Revo Poker Dapat Deposit Via Pulsa, Go-Pay, Ovo. Dan Mempermudah Deposit Para Pecinta Poker Online. Silahkan Di Coba Sekarang Jangan Di Tunggu Lagi Bosku. Salam JACKPOT ^__^
BalasHapus* BONUS NEW MEMBER : 20%
* NEXT DEPOSIT : 5%
* BONUS HARIAN : 10K
* DEPOSIT POTONGAN GO-PAY : 10%
* DEPOSIT POTONGAN OVO : 10%
* DEPOSIT POTONGAN PULSA XL : 15%
* DEPOSIT POTONGAN PULSA TELKOMSEL : 20%
CONTACT:
BBM : RevoPkr
LINE : @revopoker (PAKAI @)
WHATSAPP : +6282274439273
SITUS RESMI : www.revopoker.org