SUAMI MENINGGAL,
BOLEHKAH ISTERI
KELUAR RUMAH?
Oleh
Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Pertanyaan:
Asslm wr. wb!
Ustadz Zuhdi
rahimakumullah! Saya mohon penjelasan tentang status seorang perempuan yang
baru saja ditinggal wafat suaminya. Beberapa kawan ada yang menjelaskan bahwa
seorang wanita yang baru saja ditinggal wafat suaminya tidak diperbolehkan ke
luar rumah. Jika benar demikian, bagaimana cara memenuhi tuntutan keluarga
seperti belanja ke pasar, bekerja mencari nafkah, dan lain sebagainya? Apa saja
yang harus diperhatikan oleh wanita yang baru saja ditinggal wafat oleh
suaminya? Mohon kiranya Ustadz memberikan penjelasan lengkap dengan dalil-dalilnya.
Trims! (Abdullah, Surabaya).
Jawab:
Seorang yang
meninggal dunia dan meninggalkan isteri, maka bagi isterinya ada masa 'iddah
selama 4 bulan 10 hari. Terhitung sejak hari wafatnya sang suami.
Ketetapan masa
'iddah yang merupakan masa berkabung ini telah disebutkan di dalam Al-Quran
Al-Kariem:
وَالَّذِينَ
يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ
أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang
yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri menangguhkan
dirinya empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka
tiada dosa bagimu membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(QS. Al-Baqarah: 234)
Berdasarkan
ayat ini para ulama telah sepakat bahwa seorang janda tidak boleh keluar rumah
selama masa iddah. Pada masa tersebut, seorang janda tidak boleh bepergian,
berdandan atau pun memakai wewangian. Bahkan sekedar menerima lamaran pun tidak
diperkenankan.
Wanita yang sedang dalam masa
iddah karena suaminya meninggal dunia tidak diperbolehkan keluar rumah. Hal ini
berdasarkan firman Allah:
لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ
بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
“Janganlah kalian keluarkan mereka (wanita-wanita dalam masa iddah) dari
rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang” (Q.S. Al-Thalaq, 1)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada Furai’ah, seorang
wanita yang ditinggal mati suaminya:
امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى
يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
"Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa 'iddahmu." (Sunan
Abu Dawud,2300, Sunan Turmudzi, no.1204,Sunan Nasa’I, no.3530 dan Sunan Ibnu
Majah, no.2031). al-Albani: Shahih.
Kecuali apabila wanita tersebut
mempunyai hajat, maka diperbolehkan baginya untuk keluar rumah. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu:
طُلِّقَتْ خَالَتِي، فَأَرَادَتْ
أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا، فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ، فَأَتَتِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «بَلَى فَجُدِّي نَخْلَكِ، فَإِنَّكِ
عَسَى أَنْ تَصَدَّقِي، أَوْ تَفْعَلِي مَعْرُوفًا
"Bibiku dicerai oleh suaminya, lalu dia ingin memetik buah kurma,
namun dia dilarang oleh seorang laki-laki untuk keluar rumah." Setelah itu
istriku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menanyakan hal
itu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab; "Ya, boleh!
Petiklah buah kurmamu, semoga kamu dapat bersedekah atau berbuat
kebajikan." (Shahih Muslim, no.1483).
Hadis tersebut menunjukkan bolehnya wanita yang telah ditinggal mati
suaminya keluar rumah karena suatu hajat (Subul al-Salam, V/247). Pendapat ini
juga didukung oleh Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan lain-lain (Syarh
Shahih Muslim, X/108). Hajat yang memperbolehkan bagi seorang wanita keluar
rumah, yang sedang dalam masa iddah, misalnya untuk bekerja memenuhi kebutuhan
hidupnya dan anak-anaknya, berbelanja, mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau
harta bendanya, omongan-omongan tetangga yang sangat menyakitkan hati,
lingkungan rumahnya banyak terdapat orang-orang jahat, dan sebagainya.
Diperbolehkannya wanita tersebut keluar rumah dengan catatan tetap
melaksanakan “ihdad” yang wajib bagi wanita yang ditinggal mati
suaminya, yaitu dengan tidak menghias diri dan memakai minyak wangi ketika
keluar rumah. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam
Muslim, dari Hafshah dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
لاَ
تُحِدُّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ
أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلاَ تَلْبَسُ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلاَّ ثَوْبَ عَصْبٍ وَلاَ
تَكْتَحِلُ وَلاَ تَمَسُّ طِيبًا إِلاَّ إِذَا طَهُرَتْ نُبْذَةً مِنْ قُسْطٍ أَوْ
أَظْفَارٍ
"Seorang wanita dilarang berkabung atas kematian seseorang di
atas tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya, maka ia harus berkabung
selama empat bulan sepuluh hari. Ia tidak boleh memakai baju yang dicelup
kecuali baju tenunan Yaman. Tidak boleh memakai celak. Dan tidak boleh memakai
wangi-wangian, kecuali dia suci dari haidh kemudian mengambil sedikit dari
kusti dan adzfar"(HR. Muslim)
Secara garis besar, seorang wanita yang ditinggal mati suaminya harus memperhatikan perkara-perkara
di bawah ini:
Pertama, ia harus berada
di rumah atau tempat tinggal saat
suaminya meninggal dunia. Ia menetap di rumah tersebut sampai habis masa
iddahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. Kecuali jika sedang hamil, maka ia
keluar dari masa iddah ini bersama dengan kelahiran anak yang dikandungnya.
Seperti difirmankan Allah dalam QS.
Ath-Thalaaq, 4;
Ia tidak diperkenankan keluar rumah,
kecuali ada keperluan yang sangat mendesak, seperti pergi ke rumah sakit untuk
berobat, membeli makanan dari pasar, atau hal-hal lainnya, jika tidak ada
seorangpun yang membantu dia untuk mengerjakan hal-hal tersebut. Demikian pula jika rumahnya runtuh, ia boleh keluar dari
rumah itu menuju rumah yang lain. Atau jika tidak mendapati seorangpun yang
menghiburnya, atau takut terhadap keselamatan dirinya. Maka dalam
kondisi-kondisi seperti ini, ia boleh keluar rumah sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, ia tidak
boleh mengenakan pakaian-pakaian yang indah dan menarik perhatian, apakah
pakaian itu berwarna kuning, hijau, atau warna lainnya. Ia hanya memakai baju
yang sederhana, baik ia berwarna hitam, hijau, atau selain kedua warna itu.
Yang penting, bajunya tidak boleh menarik perhatian laki-laki.
Ketiga, Wanita dalam masa iddah, harus
menghindari segala macam perhiasan yang terbuat dari emas, perak, permata,
berlian, ataupun perhiasan-perhiasan lainnya. Sama saja, apakah perhiasan itu
berbentuk kalung, gelang, cincin, dan lain sebagainya. Ia dilarang
dari semua perhiasan ini hingga berakhir masa iddahnya.
Keempat, ia harus
menghindari wangi-wangian. Ia tidak boleh memakai bukhur atau
wangi-wangian yang lain. Kecuali ia suci dari haidh. Jika suci dari haidh ini
ia boleh menggunakan bukhur itu.
Kelima, ia harus
menghindari celak. Ia tidak halal memakai celak, atau benda apapun semakna
dengan celak, yang digunakan untuk mempercantik wajah. Maksud kami dengan
kecantikan wajah disini, yaitu khusus kecantikan wajah yang bisa menggoda laki-laki
dengan kecantikan itu. Adapun mempercantik wajah yang biasa dilakukan para
wanita, seperti mencuci muka dengan air dan sabun, maka tidak mengapa
dilakukan. Tetapi celak yang dipergunakan para wanita untuk mempercantik kedua
matanya, atau benda lain yang serupa dengan celak yang digunakan untuk
mempercantik wajah, maka ini tidak boleh dilakukannya. Hal ini dilakukan dengan
maksud untuk menghindari fitnah.